TIDAK terasa, kepemimpinan Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri-Wabup H Dahan, sudah setahun. Peringatan refleksi pun digelar pekan lalu untuk menapaktilasi semangat membangun. Beragam dinamika muncul sejak pelantikan hingga hari ini. Maklum, awal pemerintahan fokus mata publik selalu tertuju pada mutasi dan rotasi. Itu lumrah dalam birokrasi. Pejabat politik selalu punya “mekanisme tersendiri” untuk mengatrol dan mendegradasi posisi pejabat. Hiruk-pikuk pada sisi ini saja menguras energi.
Namun, memang itu rutinitas, siapapun Kepala Daerah-nya. Soal lainnya, pemberitaan yang muncul pada beragam media massa adalah sebagian kecil dari dinamika birokrasi, sosial, kemasyarakatan yang ter-cover di Kabupaten Bima. Pascapelantikan, birokrasi Kabupaten Bima memang menghangatkan suasana.
Refleksi perjalanan suatu lembaga atau pemerintahan, paling tidak akan memunculkan tiga pertanyaan awal. Apa bentuk performa atau kinerja yang bisa dipotret selama setahun terakhir? Sejauhmana waktu setahun itu mampu meletakan dasar untuk pergerakan empat tahun mendatang pada sisi birokrasi dan dukungan sosial? Bagaimana soal level kepercayaan publik (public trust)? Tentu harus ada semacam survai meyakinkan untuk membahasakan gambaran riil kondisinya. Hanya saja, kita berharap untuk melangkah ke depan, setidaknya tiga pertanyaan itu harus segera dijawab tuntas dalam lintasan pengabdian ke depan.
Satu tahun melangkah, bukanlah momentum membanggakan diri. Tetapi, menoleh kembali perjalanan dan kiprah dalam mengemban amanah rakyat. Ya, seperti itulah yang diungkapkan Bupati saat Zikir Akbar di Paruga Nae Kecamatan Bolo, Jumat (17/02) lalu. Kiprah dan pencapaian selama setahun terakhir belum sampai seujung kuku. Dalam bahasa lain, masih mencari formula tepat, efektif, dan menguatkan fondasi pijakan untuk merangsek maju dalam rentang waktu empat tahun ke depan.
Hanya saja, tekad Bupati, Wabup dan seluruh jajaran terus berkarya membangun Kabupaten Bima RAMAH harus digelorakan. Didukung oleh mesin birokrasi. Tanpa itu, Bima tidak akan bisa RAMAH. Selain itu, sebagai pejabat politik, Bupati juga harus mampu bersinergi dengan legislatif dalam menyukseskan program. Masalahnya, panas-dingin hubungan eksekutif dan legislatif kerap muncul. Sinergitaslah yang ditunggu realisasinya.
Lepas dari pengakuan ‘belum seujung kuku-nya’ Bupati itu, umumnya memang warna birokrasi Indonesia selalu bergerak pada bandul yang hampir sama. Satu tahun awal, memang tidak ada lompatan signifikan dalam kinerja. Masih semacam pengenalan medan kerja, apalagi kalau bukan sosok petahana. Itu pun direcoki utak-atik pejabat yang masih berkait-kelindan dengan suasana Pilkada. Kerap terjadi, mereka yang naik gerbong promosi adalah yang berkontribusi politik. Lalu tahun kedua, ketiga, dan keempat mulai membaca arah pembangunan dan diharapkan mampu memaksimalkannya. Tahun terakhir, jika masih bisa berkompetisi, maka mulai disibukkan lagi urusan politik praktis yang melelahkan itu. Biasanya, lagi-lagi, mesin biriokrasi rawan dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan. Nah, dalam konteks inilah, maka tiga tahun mendatang akan menjadi medan ujian pencapaian program dalam berbagai dimensinya.
Kembali pada pernyataan Bupati Bima, guliran waktu mendatang masih akan dibuktikan bersama apakah ‘belum seujung kuku’ itu berubah signifikan menuju pencapaian yang lebih baik. Tentu dalam semua dimensi pembangunan: fisik dan nonfisik. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.