Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Heboh STR Palsu

DOK DIKES SUMSEL

ADA fakta mengejutkan dari pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Daerah, H Abdul Wahab, saat pertemuan dengan Komisi I DPRD Kabupaten Bima. Dari 1.500 peserta pegawai tidak tetap PTT Dinas Kesehatan, 100 lebih orang menggunakan surat tanda registrasi palsu STR, sehingga dicoret. Reaksi pun bermunculan. Suatu tindakan maladministrasi yang menciderai birokrasi.

Untuk mendapatkan STR relatif sulit, karena dibutuhkan kompetensi tertentu agar terdepan dalam melayani. Masalahnya, ada oknum pejabat Dikes yang diidentifikasi berada dibalik layar kepalsuan itu. Sisi kenekatan inilah yang selayaknya disikapi oleh Pemerintah Daerah dan aparat hukum. Mengapa? Itu merupakan contoh buruk bagi tertib administrasi dan citra birokrasi. Seolah-olah memberi “kado buruk” bagi setahun pemerintahan Dinda-Dahlan.

Terungkapnya kasus STR itu di tengah meningkatnya bursa mendapatkan pekerjaan dan ekspektasi kompetensi era sekarang, merupakan pukulan memalukan. Jelas saja mereka yang terlibat di dalamnya harus ditelusuri secepatnya. Praktik curang seperti ini harus diamputasi, karena merupakan borok bagi birokrasi. Tentu saja tidak berseiringan dengan implementasi Bima RAMAH. Kenekatan seperti ini malah kontraproduktif dan memicu keresahan publik, terutama mereka yang disingkirkan dari kompetisi mendapatkan STR. Malah, mengontribusi Bima MARAH–kondisi yang diekspresikan melalui aksi demo dan bentuk protes lainnya. Secepatnya, harus ada klarifikasi lebih rinci dari Dikes soal ini. Mereka yang menyulut api ketidaktransparanan seperti ini jangan didiamkan, karena memunculkan ketidakpercayaan publik.

Kita mengharapkan kasus seperti ini tidak hanya sekadar menyelidiki, menemukan, dan ada pengakuan oknum pelaku. Namun, dijadikan momentum untuk memberi efek jera dan efek malu. Masalahnya, urusan kelengkapan administrasi seperti ini seringkali disalahgunakan sehingga memicu kekisruhan suasana dan memantik protes. Malah, harus ditelusuri lenih jauh apakah oknum hanya bergerak sendirian (solo run) ataukah dalam sistem jaringan atau berjamaah. Kepala Daerah harus tegas soal ini karena menyita perhatian publik dan dalam era keterbukaan informasi. Aparatur birokrasi harus mampu menyeimbangkan dan menyeleraskan langkah sesuai koridor aturan. Mereka yang melenceng segera ‘di-skak-mat’ agar tidak menjadi benalu dalam bilik birokrasi yang masih berumur belia ini.

Apa yang akan dilakukan Kepala Daerah merespons kasus heboh STR palsu ini? Kita tunggu saja…(*)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Opini

Oleh : Munir Husen Dosen Universitas Muhammadiyah Bima Ada yang beda di hari ulang tahun Kota Bima 2024, bukan pada aspek subtansi rimpunya, melainkan...

Peristiwa

Dompu, Bimakini. – Bupati Dompu, H Kader Jaelani (AKJ) kembali dituntut agar dapat menstabilkan harga jagung petani. Selain itu, Bupati AKJ juga dituntut agar...

Peristiwa

Dompu, Bimakini. – Sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Umat dan Bangsa (UBA) Institute Kabupaten Dompu bersama Rakyat Tani Menggugat melakukan aksi unjuk...

Ekonomi

Sumbawa, Bimakini.- Dalam rangka pengamanan pasokan setelah hari raya Idulfitri, Pertamina Patra Niaga regional Jatimbalinus kembali melakukan penambahan pasokan LPG 3 Kg subsidi atau...

Politik

Bima, Bimakini.- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima, akan menyeleksi ulang Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk pemilihan Bupati dan...