PEKAN lalu, ada pemandangan miris di jalan lintas Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Suatu episode peristiwa yang sesungguhnya bukan hal baru. Petani setempat menghadang laju truk yang memuat pupuk, menjarah, dan ‘mengeroyok’ muatannya. Supir tidak berdaya. Karung pupuk diturunkan, lalu dibayar. Transaksi dadakan terhadap pupuk jatah petani kecamatan lain itu berlangsung singkat. Kesannya tidak ada masalah, karena diambil dan dibayarkan seperti klaim para petani. Namun, ada pesan simbolik yang menguatirkan, terutama bagi masa depan petani.
Drama perebutan dan penghadangan pupuk kerap terjadi. Distribusi selalu menyimpan masalah. Melambungnya harga pun sudah bukan berita baru lagi. Bisa melejit hingga Rp180.000/sak. Suatu lompatan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Soal harga liar dan distribusi ini selayaknya mendapatkan porsi perhatian Pemerintah Daerah karena bisa mengubur impian petani dan mengancam stabilitas ketahanan pangan. Gagal panen (puso) bisa menggantung di ujung kening mata. Harus diakui, sudah lama terjadi ketimpangan atau ketidaksesuaian antara pemenuhan Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok dengan luas lahan. Belum lagi spekulan yang memainkan harga. Dalam rutinitas tahunan, petani dalam kondisi kurang nyaman. Sampai kapan? Inilah yang perlu mendapatkan jawabannya. Perlu penataan ulang soal pola dan mekanisme pendistribusian pupuk yang lebih ‘ramah petani’.
Ingat petani adalah mayoritas di daerah ini, sehingga pelayanan terhadap kebutuhan mereka oleh negara haruslah layak. Mimpi stabilitas pangan (padi) bisa buyar karena ketidaksiapan stok dan amburadulnya pola distribusi.
Kita mengharapkan episode penjarahan pupuk ini tidak terulang. Ketika menghadang jatah petani wilayah lain, maka akan merusak sistem distribusi yang disiapkan. Tim yang dibentuk oleh pemerintah diharapkan bekerja keras untuk mengamankan dan mencari solusi yang bisa membangun kenyamanan masyarakat tani. Keguncangan stok pupuk ini sangat sensitif karena bisa mengancam tanaman dan dimanfaatkan oleh para spekulan. Pupuk itu hadir saat masa tertentu di mana tanaman membutuhkannya. Melewati masa pemupukan yang seharusnya diberikan, maka akan memenggaruhi hasil produksi. Oleh karena itu, pemerintah harus menjamin keamanan stok dan ketepatan waktu distribusi, berikut jatah masing-masing petani/kelompok tani. Sekali lagi, jaminan terhadap stok pupuk harus ada agar petani bisa lebih berkonsentrasi pada sisi lain dari tanamannya.
Pada sisi lain, pemerintah harus bersikap tegas terhadap distibutor atau spekulan yang “menggoyang harga” seenak keinginannya sendiri, karena sangat riskan bagi masyarakat petani. Jika ada bukti, langsung dieksekusi secepatnya. Jangan sampai menjadi rutinitas yang menyengsarakan petani. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.