Kota Bima, Bimakini.- Hasil pantauan Komisi III DPRD Kota Bima atas pekerjaan pembongkaran drainase dinilai bermasalah. Anggaran yang diklaim dari BNPB itu tidak jelas dokumen pekerjaannya.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Sudirman DJ SH, Selasa (7/2/2017).
Bahkan, Sudirman menuding proyek ini “siluman” karena tidak jelas anggaran dan dokumen kerjanya. Dari pantauan dan evaluasi Komisi III, sehingga memanggil Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bima dan Badan Penanggalungan Bencana Daerah (BPBD), Selasa (7/2/2017).
Anehnya, kata dia, saat pertemuan kedua belah mengaku belum mengetahui kejalasan anggarannya. “Lucu proyek ne mas, kata mereka dana bencana alam dari BNPB sementara menurut BPBD Kota Bima tidak tahu jelas apa sudah ada anggarannya atau tidak, Dinas PU sendiri juga tidak tahu siapa yang tunjuk pihak ketiga,” ungkapnya via hanphone (HP).
Kata pejabat BPBD, lanjur Sudirman, memang pernah mengusulkan ke BNPB untuk normalisasi drainase pascabanjir bandang. Tetapi anggarannya sampai saat ini belum jelas peruntukannya.
Baca Juga: PU Koordinasi dengan Komisi III Terkait Proyek Drainase Senilai Rp20 Miliar
Berita Juga: Nazamudin: Bolehlah Bongkar Drainase, tetapi…
Pejabat PU yang juga hadir, kata dia, mengaku tidak tahu soal anggarannya. Termasuk dokumen proyek tidak diketahuinya. “Ini lucu Pemerintah Kota Bima tidak jelas alias simpang siur makanya kita panggil untuk klarifikasi tetapi jawabannya tidak jelas pula,” tegas duta partai Gerindra itu geram.
Sudirman juga menanggapi pernyataan Kabid Binamarga mengenai anggaran Rp 20,6 miliar dari BPNP. Sedangkan yang diajukan BPBD Kota Bima ke BNPB Rp4 miliar untuk tanggap darurat termasuk normalisasi.
“Dalam perencananaan itu ditetapkan semua, berapa biayanya, sumber anggarannya, berapa hari dikerjakan, proses tender dilakukan, tidak serampangan seperti dilakukan pemerintah kota hari ini,” ujarnya.
Langkah yang akan ditempuh oleh dewan adalah memeroses kasus ini. “Jangan mentang-mentang tanggap darurat semau-maunya kerjakan proyek dengan uang Negara tanpa ada aturan yang jelas,” ungkapnya.
Aneh lagi, kata dia, rekanan proyek ini dinilai asal kerja, tanpa mempertayakan anggaran dan dokumen proyek. Aneh dalam suatu pemerintahan tidak ada tahu siapa yang memerintahkan rekanan mengerjakannya. (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.