Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Manajemen Bima TV Surati Kominfo dan KPI Terkait Operasi TV Kabel Ilegal

Acara Anak Kita di Bima TV.

Kota Bima, Bimakini.-  Manajemen PT Citranuansa Bima Televisi (Bima TV), satu-satunya televisi swasta yang mengudara di Pulau Sumabawa yang telah memperoleh Izin Siaran Radio (ISR), akhirnya memutuskan mengajukan surat keberatan kepada Menkominfo RI di Jakarta dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Pusat di Jakarta, terkait dengan beroperasinya Lembaga Penyiaran Berlanggan  (LPB) yaitu tv kabel ilegal di Bima.

Melalui surat bernomor:  057/BIMATV/III/2017 itu manajemen Bima TV mengaku sangat dirugikan, karena aksesnya kepada masyarakat sudah ditutup oleh beroperasinya tv kabel ilegal di hampir seluruh wilayah Kota Bima dan Kabupaten Bima. ‘’Hampir seluruh masyarakat tidak lagi menggunakan antena luar untuk menonton siaran televisi sehingga siaran Bima TV dan TVRI sudah tidak bisa mereka terima lagi,’’ kata Direktur Program Bima TV, Khairun Muhammad.

Menurut Khairun, sebelum memutuskan mengirim surat protes tersebut, manajemen Bima TV sudah berupaya berkomunikasi dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan masalah tersebut. ‘’Kami sudah bicara dan sampaikan keluhan lisan kepada anggota KPI Pusat, dan KPID NTB. Demikian pula dengan pihak terkait di Pemerintah Kota Bima dan Kabupaten Bima. Sudah sejak dua tahun terakhir ini kami komunikasi dan bicara dengan pihak Kominfo di daerah terkait hal ini dan tidak ada solusi,’’ katanya.

Siaran LPB ilegal pada televisi masyarakat Kota Bima.

Pihak Bima TV sendiri bukan tidak pernah mencoba berkomunikasi langsung dengan pengelola tv kabel ilegal itu. ‘’Tetapi sikap mereka kurang kooperatif  dan menganggap kami menumpang di tv kabel mereka. Mereka merasa tidak punya keuntungan untuk memasukan Bima TV dalam saluran mereka padahal sesungguhnya masayarakat membutuhkan tayangan acara dan berita daerah yang hanya ada di Bima TV. kami berikan konten resmi kok malah lebih suka menyangkan konten tanpa izin dan tidak memiliki hak siar,’’ ujarnya.

Sebagai Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang memiliki kewajiban untuk membayar ISR dan IPP kepada negara setiap tahun sekitar Rp40 juta, manajemen Bima TV merasa tidak bisa berkembang jika kondisinya terus seperti sekarang ini. Ada persaingan dengan LPB ilegal yang tidak bayar pajak, tidak bayar kewajiban kepada negara, tidak memiliki izin dan dasar hukum memungut dana-dana masyarakat, serta tidak ada upaya untuk mengurus perizinan.

Khairun menambahkan, dasar keberatannya jelas bahwa Pasal 2 UU No. 32 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa: Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran  dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan  spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat  diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Selanjutnya Pasal 13 ayat (2) menyebutkan, jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh:  a. Lembaga Penyiaran Publik; b. Lembaga Penyiaran Swasta (LPS); c. Lembaga penyiaran Komunitas; dan  d. Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). Kemudian Pasal 25 ayat (1) berbunyi Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.  Selanjutnya Pasal 26 ayat (1) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri atas huruf  b. Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel.

Bein Sport, salah satu tv olahraga luar negeri yang disiarkan oleh LPB ilegal di Kota Bima.

Hal lain yang menjadi keberatan Bima TV adalah, dibiarkannya LPB yang beroperasi secara ilegal ini  menayangkan konten-konten premium televisi luar negeri baik movie maupun sport yang diambil secara illegal dari LPB resmi seperti Orange TV, Indovision, K-Vision, TransVision dan lain-lain, tanpa memiliki Hak Siar sebagaimana diatur Pasal 43. Lebih bahayanya lagi, ada LPB yang menyiarkan konten-konten dewasa dan kekerasan tanpa disensor dan bisa dengan bebas ditonton oleh anak-anak setiap saat, yang juga diambil secara illegal dari LPB resmi tanpa adanya parental lock dan tidak mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Untuk diketahui, kata Khairun, saat ini TVRI sudah membangun transmisi di Bima dengan nilai miliaran rupiah. Saat ini TVRI sedang menyiapkan untuk bisa terkoneksi dengan TVRI NTB di Mataram, yang juga menayangkan siaran-siaran daerah dan berita daerah. ‘’TVRI juga mubazir dibangun di Bima kalau LPB ilegal menutup akses masyarakat untuk menangkap siaran teresterial TVRI dan LPS. Kalau pemerintah tidak fair dalam memperlakukan lembaga penyiaran, ini akan merugikan semua pihak. Termasuk masyarakat juga dirugikan,’’ katanya.

Saat ini, puluhan LPB di  Bima beroperasi secara ilegal. Mereka memungut dana-dana masyarakat melalui iuran yang bervariasi mulai dari Rp10.000 hingga Rp25.000 per pelanggan dengan iuran awal Rp200.000 hingga Rp300.000. ‘’Kami berharap Pemerintah dan KPI memperlakukan Lembaga Penyiaran dengan posisi setara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang 32 Tahun 2002. Ada kesan selama ini hanya mengurus LPS tetapi mengabaikan pelanggaran oleh LPB yang beroperasi secara ilegal,’’ tambah Khairun.

Dia mendesak kepada Pemerintah dan KPI untuk segera menegakkan aturan hukum yang sama terhadap semua Lembaga Penyiaran dan menindak LPB yang tidak punya itikad baik untuk mengurus Izin Penyelenggaraan Penyiaran. ‘’Ketentuan sanksi administrasi dan pidana terkait dengan pelanggaran tersebut  sudah jelas diatur mulai Pasal 55 hingga Pasal 59, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002,’’ tegasnya.

Jika pun ada LPB yang telah mengantongi izin siaran kelak, Khairun juga minta agar akses LPS lokal tetap ada seusai dengan ketentuan Pasal 26  ayat (2) yaitu terkait dengan sensor internal dan penyediaan kanal untuk LPS, terutama LPS lokal. ‘’Jika tidak ada tindakan dan respon atas keberatan kami, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah hukum di lapangan. Kita tidak ingin saling lapor kepada polisi karena masalah ini,’’ tambahnya.

Surat Bima TV itu juga ditembuskan kepada Gubernur NTB, Bupati Bima, Walikota Bima, serta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB. Sebagai informasi tambahan, Bima TV siaran setiap hari mulai pukul 06.00 hingga pukul 23.00 Wita.  (BK.25)

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

INI  hanu yang  kedua. Soal menyatukan energi positif. Soal penyaluran ide-ide, juga soal panggung yang punya daya magis. Bicara berserakan sendiri-sendiri, jelas tidak efektif,...

CATATAN KHAS KMA

SAYA harus sering tulis soal ini. Siaran televisi digital. Ini penting, supaya migrasi dari analog ke digital, bisa berjalan sukses. Literasi televisi digital masih...

CATATAN KHAS KMA

KALI ini soal ASO. Bukan SO yang ramai di medsos itu. Kepanjangannya ada di judul. Di kalangan praktisi dan pemerhati lembaga penyiaran, tahu ini....

Pendidikan

Kota Bima, Bimakini.- Siswa MTs/MAK Az Zainuddin, Kalaki, Desa Panda, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, berkunjung ke studio Bima TV. Kunjungan tersebut untuk mengetahui bagaimana...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.- Pimpinan sekaligus Owner PT Citranuansa Bima Televisi (Bima TV), Khairudin M. Ali, Ahad (22/4) malam bertemu Calon Wali Kota Bima, H...