ADA pernyataan menggelitik dan terasa menghanyutkan yang disampaikan Wakil Bupati Bima, H Dahlan, saat apel pasukan di Kecamatan Woha, Senin (6/3) siang lalu. Dahlan memulainya dengan wajah Bima yang dulu kental nilai ke-Islam-an yang diterapkan oleh masyarakat. Kini panorama religius itu seolah pudar, seiring guliran waktu. Akhir-akhir ini, wilayah Kabupaten Bima khususnya Kecamatan Woha didera konflik antarkelompok warga yang belum kunjung berakhir. Merujuk kasus Dadibou-Risa, merupakan contoh kelam dalam kanvas harmoni daerah ini. Ada rangkaian konflik melibatkan panah dan senjata api rakitan yang menguras tenaga aparat keamanan untuk menghalaunya. Sejumlah korban telah bermunculan. Entah sampai kapan ‘pariwisata konflik’ kreasi masyarakat Woha ini menuju titik kejenuhannya.
Konflik sosial ini jelas merugikan. Seperti yang disesali Wabup, masyarakat Bima yang religius itu seharusnya menggiring potensi konflik itu menurun, tetapi kenyataannya malah meningkat. Kondisi inilah tantangan bagi pemerintah dan pihak lainnya membantu demi tercapai Bima RAMAH. Semangat penyesalan Wabup, idem dito dengan publik Mbojo. Konflik awet ini, merujuk Dadibou-Risa, merusak citra daerah pada segala sudut apapun. Seperti kata Wabup, tidak mau Bima ini dicap Zona Merah. Seharusnya pasca-Pilkada, kata-kata Zona Merah sudah berakhir dan lebih aman. Tetapi, kenyataannya konflik di Bima masih ada. Kalau kita ingin maju kita harus menjaga kebersaman.
Ya, Bima ini milik kita. Kitalah yang bertanggungjawab menjaganya. Jika bukan kita, lalu siapa lagi? Tentunya kita ingin sebutan Bima Zona Merah tidak lagi melekat, karena mendegradasi sisi positif lain dan potensi yang bisa dikembangkan. Letupan sosial ini memerlukan kesadaran kolektif, jangan hanya berhenti pada perhelatan seremonial islah dan penandatanganan kesepakatan damai. Secepatnya, kita peloroti coretan kanvas yang bertuliskan Zona Merah atau embel-embel lain seperti Zona Marah.
Kita harus segera berhijrah dari wilayah Zona Marah menuju Zona Nyaman. Sudah banyak energi positif yang terkuras hanya untuk mengurus konflik ngeyel seperti itu. Saatnya nanti aparat harus bertindak tanpa kompromi. Sisi berbahayanya adalah fenomena meluasnya penguasaan senjata api rakitan oleh masyarakat sipil. Kondisi ada ‘tentara’ di tengah tentara sangat rawan.
Dalam bara semangat kebersamaan, mari mengucapkan selamat tinggal pada Zona Merah. Hapus persepsi wilayah Dadibou-Risa sebavai Zona Marah. Akhirnya, setelah apel pasukan Selasa lalu, mari bergerak bersama menuju Zona Nyaman. Titik kenyamanan yang memungkinkan potensi sumberdaya bisa dimaksimalkan dan daya lesat menuju kemajuan pun lebih dimungkinkan. Bagaimana menurut Anda? (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.