Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Heboh Voli Waria

 

Dok medansatu.com

AWAL pekan ini, masyarakat Kabupaten Bima dihebohkan gonjang-ganjing Turnamen Bola Voli Antar-Waria (Wanita-Pria) se-Pulau Sumbawa di lapangan Desa Cenggu Kecamatan Belo. Pria tulen yang mencoba mencitrakan diri sebagai wanita melalui bahasa tubuh, pakaian, dan perilakunya.  Tampilan mereka yang tidak normal atau menerobos kelaziman itu sesungguhnya sudah merupakan kehebohan tersendiri yang selama ini sarat sorotan. Terang saja, memoles kegiatan yang mengikutsertakan mereka, apalagi ada pejabat publik yang melegitimasi acaranya, selama ini memang selalu kontroversi. Tidak hanya di Bima, tetapi juga daerah lainnya. Nah, turnamen bola voli antar-Waria se-Pulau Sumbawa dapat diletakan pada titik sensitif itu.

Memang selalu mengundang kontroversi. Majelis Ulama Indomesia (MUI) Kabupaten Bima menilai turnamen itu menciderai semangat visi Bima RAMAH yang digaungkan Kepala Daerah. Di dunia maya, ragam responsnya, Ada  sorotan, kritis pedas, sentilan dan bahkan upaya memberi ruang bagi komunitas itu berpotensi “mengundang hujan batu” di wilayah Bima karena “kemurkaan langit”. Forum Umat Islam yang mengingatkan bahaya ini.

Ada sejumlah sudut pandang yang mencuat. Ada yang melihatnya positif dari sudut olah raga dan silaturahmi. Ada yang memertanyakan pejabat pemerintah yang melegitimasi kegiatan komunitas aneh itu. Ada yang mengaitkannya dengan hidupnya ruang bagi LGBT. Semua beradu dalam beragam sudut pandang. Lucunya, arus perdebatan kina kencang, namun turnamen bola voli-nya terus berlangsung.

Banyak sebab yang dikemukakan para Waria yang melatari dirinya untuk menjadi seorang Waria. Kebanyakan dari mereka menyebutkan faktor ‘terjebak pada raga yang salah’. Namun, menurut beberapa narasumber ada tujuh faktor yang menyebabkan seseorang menjadi Waria. Yakni  terjebak pada raga yang salah, mutasi gen, tuntutan ekonomi, pengaruh budaya Barat, trauma, pengaruh lingkungan, dan  tanda akhir zaman.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Fakta juga menyebut bahwa sebagian dari mereka telah berhasil melewati masa gonjang-ganjingnya dan kembali dalam kehidupan normal. Nah, tugas semua pihaklah yang menyadarkan bagaimana kembali pada eksistensi. Tentu perjuangannya pasti berat, karena ada tekanan internal yang menguncang hebat dalam jiwa mereka. Namun, ikhtiar tidak boleh berhenti, dibantu oleh pemerintah dan masyarakat. Faktor keluarga juga sangat menentukan. Penyadaran terhadap mereka inilah yang sejatinya selalu diupayakan maksimal dan ditagih.

Turnamen bola voli antar-Waria di Cenggu adalah ‘ajang silaturahmi’ antarmereka saja. Adakah serial penyadaran diri di forum olah raga itu? Seharusnya ada jika semangatnya adalah upaya mengajak mereka kembali. Ada yang menyebut kehadiran pejabat membuka turnamen memberi legitimasi. Potensi lainnya adalah kian menebalkan ‘kepercayaan diri terhadap eksistensinya dan bahwa segala sesuatu tidak ada masalah di level sosial’. Konstruksi potensi ini tentu saja menguatirkan.

Menyoal Waria ini, di Dana Mbojo jumlahnya tidak bisa disebut sedikit.  Mereka ada di sekitar rumah kita, bahkan bagian utuh dari keluarga kita. Hal yang  urgen adalah bagaimana pola dan format mengembalikan mereka dalam kenormalannya, seraya membangun kesadaran diri di tengah kefanaan dunia dan pertanggungjawaban saat akhirat nanti. Mengajak mereka kembali ke shirat al mustakim harus digempur dalam tekanan luar biasa. Tim ulama yang solid dan telaten, psikolog yang berjiwa sabar dan teliti, dan keluarga yang berdiri kukuh mendukung (all out) pemulihan.

Heboh lapangan Cenggu merupakan pintu awal (lagi) untuk melirik dan membidik Waria dalam pemulihan kejiwaannya, pendampingan perjalanannya kembali ke titik fitrah. Umara (pemimpin) dan ulama (MUI) Mbojo mesti merapatkan barisan untuk tugas mulia itu. Bagaimana sudut pandangan Anda? (*)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait