
Kepala SMAN 2 Woha, Muhammad, SPd.
Bima, Bimakini. – Pengambilan rapor di SMAN 2 Woha Kabupaten Bima diduga siswa kelas XII menyerahkan sejumlah uang. Nilainya bervariasi, ada yang Rp60 ribu hingga Rp200 ribu. Kabar itu beredar melalui pesan singkat (SMS) berantai.
Berdasarkan, isi pesan itu, pengirim tidak saja menyasar soal nilai uang yang disetor, namun menyertakan data siswa dan oknum guru yang menagihnya.
Dari beberapa siswa yang disebut, dua siswa mengakui saat pengambilan rapor diminta oleh oknum guru sejumlah uang, namun karena tidak punya uang hanya memberikan sebagian saja.
“Saya heran kok ada penarikan, kalau 10 orang dikalikan 100 ribu sudah 1 juta uang siswa diambil pihak sekolah,” kata pelajar S di Woha, kemarin.
Namun, dia tidak mengetahui siswa lainnya, sepengetahuannya hanya siswa yang memerbaiki rapor saja yang minta dengan biaya sebanyak itu. Saat itu tidak menanyakan uang itu untuk apa. Siswa lainnya D, pun mengatakan hal yang sama. Dari nilai yang diminta, hanya mampu memberikan sebagian saja. Demikian juga temannya memberikan sedikit lebih dari yang diberikannya. “Kami mau saja kasih karena diminta,” jelasnya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Anggota Komite SMAN 2 Woha, Arifuddin, yang dihubungi mengaku belum mengetahui persis dugaan Pungli oleh sekolah terhadap siswa yang mengambil rapor. Apalagi, dalam sejumlah uang yang ditentukan.
Namun, dia telah mendapatkan laporan dari sejumlah Dewan Guru yang menyatakan demikian. “Saya belum cek ke sekolah, tapi saya telah menerima laporan, benar-tidaknya saya belum tahu,” katanya.
Namun, kata dia, kalau memang demikian menyayangkannya, Sebab tidak ada rapat komite maupun orang tua siswa dalam hal itu. Komite dan sekolah tidak bisa bertindak tanpa persetujuan wali murid.
“Salah besar Kepala Sekolah menarik iuran itu kalau tidak ada tujuan,” ujarnya.
Wakasek Kurikulum, Nukrah, SSi, membantah adanya pungutan seperti disebutkan. Namun, dia mengakui tahun sebelumnya sekitar 10 siswa membuat ulang rapor karena kehilangan. “Siswa bersangkutan mau memberikan uang, namun tidak diminta. Hanya mengambil uang untuk ganti kertas dan tinta printer, karena bukan sekolah yang menyiapkan itu semua,” ujarnya di ruangan Kasek.
Namun, diakuinya, untuk saat ini belum pernah menerima iuran pengambilan rapor seperti yang dikatakan itu. Sebagai pihak yang bertugas membantu mengeluarkan rapor sekolah, dia tidak mengetahui soal iuran itu. “Tidak ada penarikan iuran pengambilan rapor,” elaknya.
Kasek setempat, Muhammad, S Pd, mengatakan tidak ada penarikan, jangankan iuran pengambilan rapor, pengambilan ijasah saja dibebaskan biaya. “Tidak ada penarikan iuran seperti penarikan itu,” klaimnya.
Namun, dia mengakui, sebelumnya siswa bermama Bayu alumni tahun 2016 yang rapornya hilang rapor. Namun, meminta dibuatkan ulang dan kepada petugas diberikan uang sejumlah Rp100 ribu. “Karena proses pembuatan rapor baru itu sebanyak lima semester dan diprint ulang dengan nilai yang dimiliki, uang itu diberikan sebagai bentuk terima kasih kepada petugas,” katanya.
Katanya, rapor yang hilang itu dari semester pertama hingga semester lima. Kalau seperti ini yang terjadi, tidak akan dibantu dan menyarankan membuatkan surat kehilangan dari Kepolisian. “Tidak ada penarikan, bisa ditanyakan sendiri pada siswa dan guru,” ujarnya. (BK34)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
