Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Mbojo dan Nafsu Kita

 

Dok www.imgrum.net

WAJAH Mbojo kita akhir-akhir ini, diakui atau tidak, penuh bopeng. Luka sosial menganga. Ironisnya menyasar kualitas moralitas dan akhlak. Coba bayangkan, kita ambil saja rentang waktunya menjelang Ramadan 1438 Hijriyah. Warming up-nya dimulai dari rangkaian konflik antarkelompok warga desa di Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Warga dan aparat bersimbah darah. Ratusan anak panah disita. Senjata rakitan pun demikian. Diikuti pemblokiran jalan di persimpangan Talabiu selama dua hari. Poros vital jalan negara itu memaksa Kapolda NTB ke lokasi.

Lalu, kejadian menegangkan muncul di Kelurahan Kumbe. Adik membunuh kakak kandung. Tewas dalam perjalanan ke RSUD Bima. Meski ditengarai kelainan jiwa, tetapi ada daya lesaknya dalam menerobos citra daerah. Belum reda ketegangan itu, muncul lagi oknum diduga dukun menjalani ‘praktik libido liar’ terhadap pasiennya. Dikepung warga Desa Panda Kecamatan Palibelo pada Kamis (01/06) dinihari. Untungnya bisa diredam oleh aparat Kepolisian.

Setelah itu, kasus membakar diri di kos yang melibatkan seorang pemuda, Jumat (02/06) sore. Entah apa motifnya, kos di Lingkungan Karara itu pun menjadi pusat perhatian. Semoga tidak fatal akibatnya. Kini, masih Jumat (02/06) sore, kabar duka itu kian menyengat rasa. Menampar keras sisi kemanusiaan. Seorang pelajar di Desa Kalampa Kecamatan Woha mengeksekusi ayah kandungnya hingga tewas. Pemicunya masalah sepeda motor. Jagat dunia maya heboh. Reaksi pun bermunculan dalam beragam sudut kekuatirannya terhadap kondisi Mbojo. Harus dikatakan, inilah sebagian wajah kita hari ini. Ya, wajah kita tergambar melalui peristiwa itu.  Kekerasan dalam aroma kekentalan khas Mbojo. Ironisnya lagi, semua ini dalam dekapan Ramadan.  Sisi sensitif inilah yang selayaknya menguatirkan.

Apa yang bisa direfleksikan? Bulan mulia yang sejatinya untuk mengeksplorasi amaliah sebanyak-banyaknya. Selayaknya kita bergembira. Peluang pahala dibuka seluas-luasnya. Motivasi amal tercurah begitu melimpah. Penghalang utamanya disingkirkan sebulan lamanya. Pintu jannah dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu. Namun, dinamika sosial Mbojo kini tergiring dalam situasi kurang kondusif. Ada sebagian yang menurutkan hawa nafsu.  Faktanya  masih banyak maksiat terpampang di depan mata. Dosa pun masih menjadi pemandangan biasa. Mengapa?

Ada  musuh besar manusia. Perintahnya diikuti, keinginannya dituruti, dan pantangannya disingkiri. Dialah nafsu. Sebagian ulama menyebutnya ‘aduwwun matbuu’, musuh yang diikuti. Nafsu disebut pula rafiiqusy syaithan, teman akrabnya setan. Nafsu punya kecenderungan bersenang-senang, lalu setan yang menyuguhkan progam maksiat yang menyenangkan. Atau setan lebih dulu memberikan tawaran menggiurkan, lalu nafsu datang memberikan sambutan. Maka antara setan dan nafsu, ibarat sejoli yang saling melengkapi keinginan pasangannya.

Ulama lain menyebut nafsu sebagai markabusy syaithan atau mathiyyatusy syaithan, kendaraan setan. Tatkala setan hendak melancarkan serangan, dia akan memboncengi nafsu yang selaras dengan kesenangan yang memerdayakan. Melalui pintu nafsu setan bisa masuk dan menghembuskan bisikan.

Lalu bagaimana? Tantangannya sekarang adalah mampukah kita mengendalikan nafsu agar tidak menjamah di luar batas yang dihalalkan Allah. Semoga Ramadan ini menjadi momentum  untuk menyapih hawa nafsu dan menundukkan dari sifat ammaratun bis suu’ menuju thuma’niinah. (*)

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait