Bima, Bimakini.- Stigma Bima sebagai zona merah konflik, mengundang keprihatinan Ikatan Forum Keluarga Sape se Pulau Jawa (IKF Sajawa). Untuk itu mereka merencanakan menggelar Diskusi Konflik, sebagai wujud kepedulian akan Bima yang aman dan nyaman.
Koordinator Umum IFK SAJAWA, Adhar mengatakan kegiatan ini direncanakan akan dilaksanakan Senin (31/7/2017) di Paruga Nae Kecamatan Sape. Hadir sebagai pemcicara utama Wakil Ketua DPD RI, Prof Dr Farouk Muhammad.
Rencana kegiatan itu juga, kata Adhar sudah disampaikan IFK Sajawa kepada Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri, Senin (24/7/2017) saat peluncuran Peraturan Bupati (Perpub) Wajib Belajar Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) 4-6 Tahun yang dilaksanakan di Gedung Serba Guna (GSG). Bupati merespon kegiatan positif itu dan berjanji akan hadir.
“Bupati akan membuka acara Seminar Konflik di Tanah Lapang SMAN 1 Sape,” ujarnya, Selasa (25/7/2017).
Selain menghadirkan Wakil Ketua DPD RI, Prof Dr Farouk Muhammad sebagai pebicara utama, juga menghadirkan narasumber lainya. Seperti Kapolres Bima Kota, AKBP Ahmad Nurman Ismail, SIK, Anggota DPRD Kabupaten Bima Dapil III, Akadeisi, Muhammad Tahir Irhas, SAg, MPd, Peneliti Konflik, Dr Syarif Ahmad, Ketua DPD KNPI Kabupaten Bima, Ferdiansyah Fajar Islam, ST, Direktur Rumah Cita, Muhamad Yunus, Jurnalis, Sofiyan Asy’ari.
“Untuk itu kami mengundang selauruh elemen untuk hadir pada seminar tersebut. Terutama masyarakat Sape dan Lambu sebagai garda terdepan mengawal dan mengembalikan nilai-nilai luhur Dou Labo Dana mbojo yang termanifesi dalam makna falsafah Maja Labo Dahu,” ujarnya.
Sehingga, dapat mengejawantahkan BIMA yang Ramah, Aman, Damai, bukan sebaliknya seperti yang distigmakan daerah konflik dan teroris.
“Mari berdamai dengan konflik! Sebab sejarah peradaban dunia tidak pernah sepi dari konflik dan kekerasan sosial, hampir tidak ada bangsa di dunia yang luput dari gejolak ini. Secara paradigmatik, tentu saja banyak penafsiran yang tumbuh dan berkembang seturut perkembangan sebab, pola, dan implikasi yang terjadi didalam konflik tersebut,” terangnya.
Konflik yang terjadi, kata dia, disebabkan adanya hubungan sosial yang keropos dan salah kelola negara. Konflik di Bima kerap melibatkan oknum pemuda kemudian membias menjadi konflik antardesa.
“Dengan realitas semacam ini jika berulang terjadi maka akan menimbulkan disintegrasi dan disharmonisasi dalam tubuh masyarakat Bima. Begitu pun juga yang terjadi di Sape dan Lambu. Namun tidak pernah dalam sejarahnya terjadi konflik yang membias menjadi konflik antardesa,” ujarnya. (BK25)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.