Bima, Bimakini.- Merosotnya harga garam saat ini menimbulkan pertanyaan dari para petani. Produksi garam pada empat desa pesisir di Kecamatan Woha Kabupaten Bima tidak pernah kurang. Bahkan, minat beli pedagang semakin meningkat. Namun, pada posisi harga garam yang murah itu tetap saja dibawa ke luar daerah.
Petani garam asal Desa Pandai, Wahidin, memertanyakan bila harga garam rendah, kok bisa minat pembeli semakin tinggi. Tidak jarang mereka datang langsung menggunakan mobil dan membeli di tempat ptoduksi garam.
“Saya bingung untuk apa mereka beli garam kalau harganya murah begini,” jelasnya.
Dia mengatakan, meski harga garam saat ini sudah merosot, semangat petani untuk memrodukai tidak pernah pudar. Bahkan, tambak yang tidak pernah dijadikan untuk produksi garam, sekarang sudah mulai diolah.
“Seharusnya akan memengaruhi minat beli pedagang, bukan seperti ini, bahkan pedagang mau ambil langsung setelah kami keluarkan,” jelasnya.
Petani garam asal Desa Donggobolo, Khaeruddin, menilai pemerintan lepas tangan soal harga garam. Saat garam berharga murah seperti ini malah diincar pedagang dari luar Bima. Mereka bawa keluar tanpa ada proses melalui pemerintahan.
“Harga garam yang murah seperti ini tidak dihiraukan oleh Pemerintah Daerah, seharusnya pemerintah mengatur keluar- masuknya supaya bisa diketahui apa masalahnya harga garam bisa murah,” katanya.
Dia mengakui, saat musim kemarau seperti ini, msayarakat pesisir hanya mengandalkan lahan pertanian dan tambak. Kebutuhan sehari-hati mereka bergantung bagaimana harga yang mereka produksi dari dua sumber daya alam itu.
“Pemerintah harusnya memrogramkan. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, dua aspek ini harus ada penanganan sejak awal,” sarannya.
Warga Desa Penapali, Fudin, mengatakan, garam yang dijualnya selalu dibawa ke luar daerah oleh pedagang. Dia tidak tahu mau dibawa kemana, namun belum mengetahui persis apakah keluar- masuk garam, ada pengawasan atau pemerintah yang mengatur.
“Saya menduga garam mereka beli di Bima ini akan ditampung di gudang, mereka akan jual saat harga garam mulai naik kembali,” duganya.
Kalau tidak ada pengawasan dari Pemerintah Daerah, kata dia, wajar petani terjadi selisih paham soal harga. Sebab petani menginginkan tidak terlalu rendah, sedangkan pembeli menyesuaikan dengan harga biasa.
“Kami sering tawar-menawar dengan pembeli karena harga garam bervariasi, mulai 40 sampai 50 ribu per sak,” ujarnya. (BK34)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.