KASUS pengadaan sampan fiberglass di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Bima kini memasuki tahapan sensitif. Mantan Pejabat Pembuat Komitmen yang juga Kabid Bina Marga DPU itu, Taufik Rusdi, ditetapkan sebagai tersangka pekan lalu dan diperiksa Unit II Krimsus Polda NTB. Beberapa waktu lalu, mantan Kasat Reskrim Polres Bima Kota pernah membeberkan inisial calon tersangka yang berada di lingkaran elit kekuasaan. Namun, rupanya ‘arah angin’ berubah. Apakah kenyataan itu hanya alasan teknik atau cara memroses suatu kasus korupsi untuk kemudian menjeratnya? Entahlah. Kita simak saja kelanjutannya.
Kasus sampan fiberglass memang sudah lama menjadi atensi publik. Ada rasa penasaran publik terhadap peran masing-masing pihak yang berkompeten di dalamnya. Kasus itu mencuat ketika paket proyek dipecah menjadi lima unit sampan fiberglass tahun 2009. Namun, rupanya dipersoalkan dan masuk ranah hukum. Kini setelah menarik Taufik dalam gerbong tersangka, tidakkah ada kemungkinan potensi tersangka lainnya? Ini pertanyaan sebagian publik dan menjadi bahan pembicaraan hangat setelah Taufik bermetamorfosa dari sebelumnya saksi menjadi tersangka.
Kasus korupsi memang njlimet. Apalagi jika berada pada pusaran white collar crime, para pekerja kerah putih. Dari sisi tipologi, Hussen Allatas membagi korupsi dalam tujuh jenis yang berlainan. Yaitu korupsi otogenik (autogenic corruption) adalah suatu bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjukkan pada adanya kesempatan timbal balik antara pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan untuk tercapainya keuntungan oleh kedua-duanya. Korupsi yang memeras (ekstor type corruption) adalah jenis korupsi yang memeras.
Selain itu, korupsi defensif (defensive corruption) adalah pelaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsi invensif (investype corruption) adalah pembelian barang tanpa ada pertalian. Korupsi perkerabatan (mopotestik corruption) adalah penunjukkan yang tidak sah atau mengutamakan teman, sanak saudara untuk memegang jabatan serta korupsi dukungan (supportif corruption) adalah korupsi secara tidak langsung menyangkut uang tetapi dalam bentuk lain.
Nah, apakah kasus sampan fiberglass masuk kategori korupsi otogenik ataukah korupsi transaktif atau dikenal dengan berjamaah? “Nyanyian” Taufik dalam keterangan pada Penyidik dan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor nanti yang akan menjawabnya. Apa yang disampaikan Taufik itulah yang nanti akan sangat ‘seksi’ bagi publik, terutama para pegiat antikorupsi. Kita mengharapkan forum hukum seperti ini akan menjadi arena transparansi bagi seluk-beluk proyek itu dan bagaimana keterkaitannya dengan pihak lain.
Pertanyaan lain yang selayaknya diajukan adalah adakah kemungkinan centang-perenang kasus sampan fiberglass ini juga terjadi pada item proyek lainnya. Soal ini memang memerlukan investigasi mendalam. Hal yang jelas, saat ini kita berhadapan dengan kasus sampan fiberglass dan semua semua borok yang selama ini menutup tabir kasus itu segera terbuka lebar.
Dari bilik hukum, kita menunggu saja kejutan lanjutannya. Apakah hanya jenis korupsi otogenik ataukah aroma korupsi transaktif-nya yang mengental. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.