Bima, Bimakini.- Prosesi tradisi ‘Ampa Fare’di Desa Maria Kecamatan Wawo, merupakan salah satu sesi penting dari Festival Uma Lengge yang digelar 24-27 Agustus 2017. Sesi ini menarik karena selain Ampa Fare sebagai agenda acara, tetapi tradisi itu diawali dengan zikir dan doa bersama oleh sara dan hukum.
Kalangan sara, seperti terlihat hadir Kepala Desa Maria, Nurdin HM Saleh, Camat Wawo, Ridwan, S.Sos, Kapolsek Wawo, IPTU Masdidin, SH, Danramil Wawo, Kapten Inf Ismail, dan beberapa pejabat Pemkab Bima. Tidak hanya itu, panitia dan warga memadati areal Uma Lengge.
Prosesi tradisi Ampa Fare dilakukan oleh Ketua Pemangku Adat Desa Maria, M Hasan H Abubakar, BA, juga dipandu oleh Riana Herlina dan Raiwan. Acara diawali dengan prosesi tanam padi oleh beberapa ibu-ibu dengan gerakan tangan yang tertata rapi sembali mengikuti irama alunan musik sagele. Kemudian musim panen raya hingga beberapa pemuda memikul hasil panen yang melimpah.
“Atas keberhasilan panen raya itu kami menggelar zikir dan doa bersama sekaligus menyimpan hasil panen di Uma Lengge agar aman setahun yang akan datang,” ujar Pemangku Adat Desa Maria, M Hasan AB saat prosesi Ampa Fare, Sabtu (26/8/2017).
Dalam prosesi itu ada juga terdengar pembacaan sinopsis padi menangis, dan yang paling menarik adalah prosesi Ampa Fare di Uma Lengge oleh peserta yang hadir. Prosesi itu diawali oleh Kades Maria, Nurdin HM Saleh, disusul Camat Wawo, Ridwan, S.Sos, Kapolsek Wawo, IPTU Masdidin, SH.
Giliran Kapolsek disuruh mundur beberapa langka, ternyata beliau mampu melempar seikat padi dengan secara sempurna. Tidak hanya itu, bagi peserta yang berhasil melempar dengan baik akan mendapatkan buah kelapa muda dan siap mencicipi air kelapa, sedangkan yang gagal tidak diberikan.
Ada juga yang menarik, beberapa pemuda yang ingin cepat menikah akan didoakan agar cepat mendapatkan jodoh. Namun, sayang banyakan yang tidak berhasil, terutama gadis yang melempat padi dan bahan pangan lainnya. Bahkan, lemparan itu hanya mengenai tangga Uma Lengge.
Kegagalan itu menjadi bahan tertawaan dan rauf wajah gadis dan pemuda yang ingin cepat mendapatkan jodoh gagal didoakan oleh peserta prosesi Ampa Fare. Prosesi itu ditutup dengan kesenian tradisional Mpaa Manca.
Kepala Desa Maria, Nurdin HM Saleh, mengatakan,warisan budaya ini sudah mengakar secara turun temurun sebagai tata nilai bagi keluarga dalam penghematan atau tidak boros dalam mengguna bahan pangan, seperti padi, jagung, witi, lere, gandum, latu, dan lainnya.
Tata nilai budaya ini, terangnya, terus dipertahankan sebagai kearifan local dan kini mulai digeluti generasi muda Desa Maria bahkan generai muda Bima. Tradisi Ampa Fare atau mengamankan padi ke lumbung padi yang dikenal dengan Uma Lengge dan Jompa sebagai falsafah hidup agar kaum ibu berhemat dan menakar persediaan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga setahun ke depan.
“Ini kita lakukan karena di Wawo hanya memanfaatkan lahan tadah hujan. Jika tanaman itu gagal panen maka kita akan kesulitan mendapatkan pangan. Ini juga dilakukan agar bahan pangan aman jika ada kebakaran atau pencurian,” katanya.
Dulu, katanya, jika seorang wanita boros maka dieksekusi secara budaya bahwa wanita itu tak layak dijadikan istri karena bersikap boros. Oleh karena itu pengambilan bahan pangan diatur dengan baik hingga bisa mencukupi pada panen berikutnya. (BK23)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.