
Ilustrasi
Bima, Bimakini.- Realisasi dana Program Peningkatan Keluarga Berbasis Pemberdayaan Pola Khusus Pengembangan Infrastruktur Ekonomi (PKKPM-PIE) tahun 2015 senilai Rp2 miliar pada tiga desa di Kecamatan Tambora terindikasi korupsi.
Berdasarkandata yang diperoleh, Kecamatan Tambora mendapat alokasi dana PKKPM-PIE tahun 2015 silam senilai Rp2 miliar dari Kementerian Pedesaan RI. Dana itu untuk Desa Oi Panihi, Desa Kawinda Nae, dan Desa Labuan Kananga.
Ketiga desa itu mendapat alokasi anggaran yang bervariatif. Anggaran tersebut dikelola oleh Tim Pengelola Keuangan (TPK) yang dibentuk masing-masing desa.
Sejumlah item pekerjaan direncanakan masing-masing TPK, yang tersusun dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Belakangan, sejumlah item dalam RAB pada ketiga desa itu diduga tidak dilaksanakan.
Di antaranya, pembuatan kandang sapi, kandang kambing, pekerjaan atap, pengecata, dan eberapa item pekerjaan lainnya.
TPK Desa Oi Panihi diduga merugikan negara senilai Rp31 juta, temuannya sebagian item pekerjaan tidak diselesaikan dan dijanjikan diselesaikan per 13 Juli 2017. Namun, hingga sekarang, belum diselesaikan. Begitu pula TPK Desa Kawinda Nae diduga merugikan negara sebesar Rp31 juta. TPK Desa Labuan Kananga sebesar Rp16 juta. Total kerugian negara sekitar Rp79 juta.
Namun, masih berdasarkan data, keselurahan item pekerjaan pada tiga desa tersebut telah dibuatkan SPJ 100 persen.
Bagaimana reaksi Pemkab Bima? Sekretaris Inspektorat Kabupaten Bima, Salahuddin, yang dikonfirmasi di ruang kerjanya membenarkan pemeriksaan audit atas permintaan Kejaksaan Negeri Raba Bima terhadap realisasi anggaran dimaksud telah dilakukan Inspektorat. “Pemeriksaan tuntas dan Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) itu sudah diserahkan ke Kejaksaan,” akuinya didampingi seorang anggota tim pemeriksa, Selasa siang.
Dia menyebutkan, dari hasil audit yang dilakukan Inspektorat, kerugian negara dalam pelaksanaan program tersebut sekitar Rp79 juta. “Kita merokemendasikan agar dugaan kerugian negara tersebut dikembalikan ke kas negara,” tuturnya.
Modusnya, jelas Salahudin, ada beberapa item pekerjaan yang tidak dilaksanakan oleh TKP dari RAB yang disusun. “Ketiga TPK tidak melaksanakan beberapa item dimaksud. Salahsatunya, item kandang sapi dan gudang komoditas,” ungkapnya.
Dibeberkannya, alasan mereka tidak melaksanakannya karena faktor tukang kayu maupun tukang batu yang selalu sibuk. Akan tetapi, pekerjaan tersebut telah dibuatkan SPJ 100 persen per 30 Desember 2015 lalu.
Dia menduga ada unsur kesengajaan. Seharusnya pekerjaan itu diselesaikan, setelah dibuatkan SPJ 100 persen. Bahkan, sampai sekarang sisa pekerjaan itu belum diselesaikan. (BK39)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
