Connect with us

Ketik yang Anda cari

Ekonomi

Retribusi Pasar Tente Rawan Dikorupsi

Pedagang di pasar Tente saat menjajakan jualannya.

Bima, Bimakini.- Retribusi pada penjual bakulan dan sewa yang menempati kios di pasar Tente Kecamatan Woha Kabupaten Bima rawan terjadi korupsi. Mengapa demikian? Masalahnya, total retribusi yang ditarik dengan setoran sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) angkanya terpaut jauh.

Data yang dihimpun dari berbagai sumber di lapangan, jumlah toko (yang direhab) di kompleks pasar Tente sebanyak 153 unit dan toko baru dibangun sebanyak 15 unit. Per unit toko ditarik retribusi senilai Rp60 ribu per bulan. Kios jumlahnya sebanyak 149 unit. Menurut sumber, per bulan retribusi yang ditarik sebesar Rp47.500. Untuk kios penjualan pupuk dan obat-obatan dalam kompleks terminal Tente sebanyak 49 unit, per hari dipungut retribusi. Pasar tradisional di kawasan persimpangan  Tente sebanyak 24 unit. Per bulan ditarik retribusi senilai Rp80 ribu.

Masih menurut sumber, penjual bakulan yang berjejer sepanjang areal kompleks pasar setempat belum diperoleh kepastian jumlahnya. Namun, diperkirakan lebih dari 1.000 orang. Per orang ditarik retribusi sebesar Rp2.000 setiap hari. Rinciannya Rp1.000 untuk sampah dan Rp1.000 untuk retribusi.

Penjual dalam los pasar sebanyak 68 unit. Per hari ditarik retribusi Rp5.000. Belum lagi areal pasar yang kosong dijadikan tempat tinggal untuk disewakan kepada pendatang yang per bulan Rp300 ribu, sebanyak 15 unit.

Areal parkir sebanyak 12 titik yang disetorkan ke Dinas Perhubungan Kabupaten Bima. Pendapatan dari jasa sewa WC sebesar Rp3 juta per tahun.

Bagaimana berbagai retribusi dijelaskan alokasinya dan hasil pengumpulannya? Sekretaris Pasar Tente, M Rifaid A Gani, SE, yang ditemui di kediamannya  Desa Tente Senin (25/09), menjelaskan target pendapatan dari retribusi di pasar Tente per tahun senilai Rp200 juta.
Sumber pendapatan diperoleh dari sewa kios 166 uni per bulan bervariasi, ada yang ditarik Rp60 ribu per unit, Rp54 ribu per unit, dan  Rp84 ribu per unit. Yakni pasar tradisional Ina Hami sebanyak 8 kios dari total jumlah 24 kios di persimpangan Tente.

Karcis dari penjual bakulan, yang jumlahnya tidak mencapai ribuan, kata dia, ditarik Rp1.000 per hari.
Untuk kios yang dibangun baru sebanyak 40 unit, hingga sekarang belum ada penetapan untuk membayarkan retribusi sewa kios tersebut.  Bahkan, sebagian yang sudah menempati sekarang, belum memperoleh SIM T, sebagai surat izin menempati. “Tidak ditagih, karena belum ada penetapan dari atas,” tepisnya.

Soal los pasar sekitar 68 unit ditarik retribusi bervariasi, mulai dari Rp2.000 sampai Rp5.000. Untuk sewa tempat tidur bagi pendatang yang disebut-sebut ditarik Rp300 ribu per unit, dia mengaku tidak mengetahuinya persis. “Selama saya masuk, tidak pernah kita tarik,” katanya.

Untuk sewa WC sebanyak 2 unit dalam pasar dan 2 unit luar kompleks pasar, pihaknya tidak mengetahui persis. Sebab, 1 unit dikelola Kantor Kecamatan Woha, 1 unit dikelola oleh pemuda Desa Tente, dan 1 unit dikelola oleh pihak RT.

Untuk jatah 1 unit yang dikelola oleh Kantor Kecamatan Woha, katanya, dikontrak oleh RT. “Entah dia setor ke mana, saya tidak tahu, yang jelas kita pegawai pasar, hanya menonton,” katanya.

Sekarang ini, diakuinya, hanya fokus pada pembersihan sampah dalam pasar. Dalam sehari, dua kali diangkut ke TPA  Desa Keli.
Untuk kios penjual pupuk, tidak diketahuinya persis.

Kepala Pasar Tente, Fahrirahman, SE, yang ditemui di  kompleks pasar Tente, kemarin, mengaku  penarikan retribusi masih menggunakan rujukan aturan yang lama. Peraturan yang baru belum bisa diberlakukan, karena belum ada sosialisasi ke bawah.

“Sampai hari ini masih menggunakan peraturan lama untuk penarikan retribusi pasar,” ucapnya.

Untuk pelataran ditarik Rp500 dan  los pasar Rp1.000. “Untuk penarikan retribusi pada kios  dalam kompleks terminal, tidak dilakukan oleh kita.  Dulunya ada,” jelasnya.

Dikatakannya, setiap  bulan menyetor ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan rata-rata Rp14 juta. Sebelumnya per bulan rata-rata per bulan yang disetor Rp8 juta per bulan. “Kondisi penjual yang dulu dan sekarang, jumlahnya sama penjualnya. Hanya saja saat musim hujan, penjual kurang,” ucapnya. (BK39)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Politik

Bima, Bimakini.- Paslon nomor urut 3, Hj Indah Dhamayanti Putri – H Dahlan (In-Dah) blusukan di pasar raya Tente, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Jumat...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.- Kepala Desa Tente, Kecamatan Woha, Azhar, SE, sangat serius untuk menangani masalah sampah. Termasuk di Pasar tente. Untuk mengatasi masalah itu, Azhar...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Genangan air di jalan raya depan komplek pertokoan Desa Tente, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, dikeluhkan warga dan pengendara. Merespon keluhan itu, Pemda...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.- Baru hujan pertama, jalan di kompleks pertokoan Desa Tente, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, sudah tergenang air. Itu karena  drainase tidak berfungsi. Wakil...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Tumpukan sampah terlihat berserakan di luar bak penampungan sampah, tepatnya jalan masuk pasar Tente. Tumpukan sampah tersebut dikeluhkan pengguna jalan dan pengunjung...