Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Berlalunya Pansus itu…

 

Dok faktualnews.co

RENCANA pembentukan Panitia Khusus (Pansus) yang akan menyelidiki kontroversi dan dugaan penyimpangan saat seleksi perangkat pemerintah desa mental saat sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima, pekan lalu. Padahal, kasus itu menyita perhatian publik dan ditunggu proses penuntasannya. Apalagi, beredar bocoran yang diduga kunci jawaban yang teriedntifikasi sama dengan aslinya. Terhadangnya Pansus itu jelas mengecewakan, karena melalui forum itu bisa dikorek apa yang sesungguhnya terjadi dan pihak-pihak yang berkaitan bisa dipanggil untuk ‘diinterogasi’. Sayangnya, Pansus dihadang tembok kepentingan lain yang tidak menginginkannya diproses. Pada level ini, para pemrotes pasti kecewa.

Namun, masih ada satu jalur lain, yakni hukum yang masih ditunggu action-nya. Apakah indikasi kegagalan mem-Pansus-kan kontroversi seleksi perangkat desa di ranah politik itu berkorelasi dengan ranah hukum? Entahlah! Masih harus ditunggu kabarnya. Masalahnya, hukum memiliki sudut tilikan lain yang berbeda dengan politik. Bisa saja percepatan respons dan reaksi kejutan muncul dari korsp baju coklat itu. Meski demikian, asas praduga tidak bersalah tetap dikedepankan. Itulah panduan hukum di negeri ini.

Ada sisi lain yang mengurai kegagalan Pansus itu. Antarfraksi saling menuding bertanggungjawab terhadap tidak lolosnya Pansus di level rapat paripurna. Ada yang mengelaim farksi yang awalnya berkoar-koar malah melempen di ujung proses. Ada pula yang menuding balik bahwa justru kegagalan itu karena kegamangan sikap yang akhirnya dibaca berbeda oleh pihak lain. Apapun itu, semua telah sirna.  Heboh kasus seleksi perangkat desa, yang “memroduksi bocoran kunci jawaban itu” telah kehilangan daya pikatnya, karena hasil akhirnya tidak memberi ruang untuk mendalaminya lebih jauh. Dinamika di bilik legislatif itu memang penuh kepentingan. Politisi atau fraksi memiliki sudut pandang sendiri sesuai derajat kepentingannya. Kadang kala hal-hal yang dalam pikiran publik tampak sederhana (untuk diusut), di bilik para politisi yang diamanahi tugas oleh rakyat itu menjadi rumit. Malah, membutuhkan tenaga plus keberanian ekstra untuk mengurai dan mendobraknya.

Pascakegagalan itu, ada rasa pesimisme yang mengguncang. Tentu pada sebaigan orang. Ada yang menyebut di Dana Mbojo, ketika berhadapan dengan suatu proses atau seleksi, keberanian awal dibutuhkan untuk mendobrak tembok aturan. Urusan lain, protes  dan tetek-bengeknya belakangan, karena masih ada tahapan proses yang dilalui dan melelahkan. Beragam argumentasi bisa dicocok-cocokan, bahkan atas nama kerawanan stabilitas daerah bisa menjadi referensi rujukan pada akhirnya. Persepsi seperti itu ada di tengah masyarakat, merujuk sejumlah hal sebelumnya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Kini harapan untuk mengetahui ujung kasus itu adalah pihak Kepolisian. Bagaimana kelanjutan penanganannya, apa saja dinamika di dalamnya masih ditunggu oleh publik. Aparat hukum harus lebih berani ‘melabrak’ pihak atau oknum yang terindikasi dalam barisan menyimpang. Ini memang menantang, karena mata dan telinga masyarakat terus mengikuti perkembangan setiap kejadian. Harus ada penjelasan memadai dari seluruh tahapan yang dilalui. Jika memang ada yang terindikasi menyimpang, digebrak saja pada kesempatan pertama. Namun, jika memang kukuh sudah sesuai aturan, detail penjelasannya sudah lama ditunggu masyarakat, terutama mereka yang memrotes.

Bagi sebagian orang, berlalunya Pansus seleksi perangkat desa adalah buyarnya harapan. Diikuti pandangan nanar. Tetapi, itulah ‘produksi terbaru dari demokrasi suara terbanyak’ negeri kita ini. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait