Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Toma-Toga Sering tidak dapat Ruang di Masyarakat

Dialog Piublik Damai Bima untuk Indonesia “Penguatan peran Toma dan Toga dalam Mewujudkan Kerugukan Umat Beragama di Kota Bima”, di aula FKUB Kota Bima, Senin.

Kota Bima, Bimakini.- Untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama, maka perlu memberi ruang pada tokoh agama (Toga), tokoh masyarakat (Toma) untuk mengambil peran. Sejauh ini keberadaan mereka tidak terlalu dianggap dalam dinamika sosial, apalagi jika muncul konflik.

Hal itu sempat mengemuka dalam Dialog Publik dengan topik “Penguatan peran Toma dan Toga dalam Mewujudkan Kerugukan Umat Beragama di Kota Bima” di aula FKUB Kota Bima, Senin (20/11/2017).

Direktur Rumah Cita, Muhammad Yunus mengatakan, tokoh agama, kiyai, ulama atau ustadz nyaris hanya dijumpai perannya di mimbar masjid, acara pengajian dan doa hajatan masyarakat. Namun, ketika konflik muncul, masyarakat meniadakan perannya dan cenderung bertindak sendiri. “Ruang dialog harus terus dibuka, untuk mengikis dogma dan budaya kekerasan yang hidup di tengah masyarakat,” ujarnya.

Kepala Meneterian Agama (Kemnag) Kota Bima, Drs H Munir mengatakan, Bima sangat cepat berubah karena masuknya budaya asing. Sikap saling menghargai satu-sama lain sudah berkurang.

Demikian juga diantara tokoh agama, kata Munir, lebih menonjolkan identitas masing-masing. Padahal ada satu tujuan yang bisa dicapai bersama.

Munir menilai perlu ada upaya secara berkelanjutan untuk membina dan memperbaiki daerah Bima. Dialog seperti ini harus terus dilakukan, agar ada harapan baru dalam mencapai kerukunan.

Sudirman Makka, mewakili FKUB KOta Bima, menyampaikan belum lama ada ada kasus dugaan kegiatan misionaris. Persoalan itu akan segara direspon dan dibicarakan oleh FKUB dengan mengundang tokoh agama.

“Jangan sampai kegiatan seperti itu menciderai kerukunan antarumat beragama,” ujarnya.

Dikatakannya, perbedaan itu sebagai hal wajar. Karena umat beragama tidak mungkin bisa disatukan. Karena manusia diciptakan dalam perbedaan, namun dibutuhkan saling menghargai. Keberagaman yang ada di Indonesia ini, disatukan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

“Kita juga berkewajiban menjaga memeliharan peradaban manusia sebab itu tidak mampu digantikan oleh makhluk yang lainya. Kita adalah generasi terbaik sepanjang masa, bahwa 60 persen nasib negara ada ditangan pemuda. Untuk merusak banga, cukuplah merusak pola pikir pemuda, untuk merusak Bima cukuplah merusak pola pikir pemuda,” ujarnya.

Kepala Kesbangpol Kota Bima, Achmad Fathoni mengajak agar jangan ada kelompok yang memelihara ego, seolah paling benar. Harus saling menghargai, jika sama-sama merasa sebagai mahluk ciptaan Tuhan. (IAN)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemilu Serentak 2024

Bima, Bimakini.- Peran pemantau Pemilu dalam suksesnya Pemilu Serentak 2024 sangat penting. Ini untuk menjamin, proses pemilihan yang akan berlangsung Rabu 14 Februari 2024...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Rumah Cita meluncurkan Program Merayakan Ahad Ceria (Mecia). Program ini sebagai desain pendidikan alternatif bagi anak-anak di Karumbu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima....

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.- Rumah Cita dan Bima Bagus menyelenggarakan kegiatan diskusi publik refleksi hari sumpah pemuda dengan tema “Pemuda, Radikalisme, Aktor Perdamaian dan Motor...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, mengajak untuk menjaga  kebersamaan dan  persatuan bangsa pas-Pemilu 2019. Hal itu disampaikan Staf Ahli Wali Kota Bima,...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Rumah Cita, akan menggelar dialog Kebangsaan dan Keummatan untuk Indonesia Maju, Senin (22/7) di aula SMKN 3 Kota Bima. Kegiatan itu akan...