Mataram, Bimakini.- Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, mengaku terkagum-kagum dengan kehidupan, filosofi, motto, dan sistem pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Haramain, Narmada, Mataram. Moeldoko mengunjungi POnpes tersebut, Jumat (9/3).
Saat itu dihadapan ribuan santri Moeldoko mendapatkan penjelasan dari pengasuh Ponpes Tuan Guru Haji (TGH) Hasanain Juaini tentang sistem pendidikan di Ponpes ini. Ponpes bertujuan melatih anak-anak siap menghadapi kehidupan global. “Mereka kami didik, kami ajari, supaya apa yang mereka kuasai kompatibel dengan globalisasi,” ujar TGH Hasanain.
Lanjutnya, salah satu bentuk kompatibilitas dengan dunia global adalah, santri-santri yang sudah memenuhi syarat diharuskan juga memiliki paspor. Sehingga sudah siap menjadi penduduk global. Ponpes Nurul Haramain ini juga menjadi salah satu pelopor Ujian Nasional Berbasis Komputer. “Sebelum diterapkan secara nasional, kami yang lebih dahulu memulainya pada tahun 2000,” ujar Tuan Guru.
Dijelaskannya, jauh sebelum orang bicara tentang perpustakaan digital, pondok pesantren ini sudah mendigitalisasikan buku-buku yang mereka punyai. “Kami scan satu per satu. Pada waktu itu jumlahnya sekitar 58 ribu judul buku,” terang penerima Ramon Magsaysay Award tahun 2011 itu.
“Di sini, anak-anak juga kami ajari untuk mengolah sampah sendiri. Tiap bulan, sampah-sampah ini juga menghasilkan uang, sehingga dari sampah ini, biaya untuk membayar tenaga pengolah sampah dapat tertutupi,” jelas Tuan Guru.
Anak-anak juga diajar mandiri, mengemudi mobil, berkebun, karena semua lulusan pondok ini disiapkan untuk menjawab tantangan dunia. Istilahnya, “Nurul Haramain for the world”. Mereka juga memiliki stasiun radio sendiri, yang dikelola oleh para santri.
Ketika pondok pesantren ini akan dianugerahi sebagai pondok pesantren berwawasan lingkungan, ditolaknya. “Karena seharusnya semua pondok harus berwawasan lingkungan, harus peduli kepada alam,” katanya.
Dengan jumlah santri lebih dari 10 ribu siswa yang tinggal dalam asrama, dapat dibayangkan bagaimana manajemen pondok ini dikelola. Tanpa pemanfaatan teknologi, sudah pasti manajemennya akan ruwet.
Sebelumnya, dalam sholat Jumat di Masjid Nurul Mu’min, Lembuak, Narmada, Moeldoko menyampaikan bahwa masjid dan pesantren dapat menjadi pusat pemberdayaan bagi masyarakat, selain sebagai tempat ibadah. “Masjid bukanlah tempat yang tepat untuk membangun faksi-faksi dan memperjuangkan kepentingan politik praktis,” kata Moeldoko.
Dia pun punya catatan baik tentang masjid di seluruh NTB, yang menurut data yang dipunyainya berjumlah 5.371 buah. “NTB ini dikaruniai oleh Tuhan potensi alam yang luar biasa, sehingga kita harus bisa menjaga dan memanfaatkannya dengan baik untuk kepentingan masyarakat luas. Saya datang ke NTB ini, salah satunya untuk mengawal program strategis nasional, memeriksa apakah ada yang kurang atau ada yang dibutuhkan koordinasi lebih jauh. Apakah ada program yang memerlukan percepatan, sekaligus menampung masukan-masukan, kritik, dan usulan dari berbagai pihak,” kata Moeldoko.
Dalam dialog di pondok pesantren itu, Kepala Staf Kepresidenan antusias dalam menampung dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh para santri. Dia juga memberikan gemblengan motivasi kepada anak-anak muda ini.
“Sebagai anak muda, kalian harus bersifat optimis. Nanti tahun 2045, ketika negara ini berumur 100 tahun, nasibnya berada di tangan kalian. Mudah-mudahan dari pondok pesantren ini, lahir banyak orang-orang besar, mulai dari bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden,” kata mantan Panglima TNI tersebut. (PUR)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.