Bima, Bimakini.- Usai unjuk rasa di depan Kantor Desa Rasabou Kecamatan Bolo, Selasa (25/9), Komite Pemuda Anti Korupsi (Kompak) NTB bersama warga menuju Polres Kabupaten Bima untuk melaporkan kasus Land Consoludation (LC) atau Tata Kota Tahun 2009. Ada dugaan perampasan lahan dan penerbitan sertifikat tanpa sepengetahuan pemilik lahan.
Mereka menduga, tidak hanya oknum Pemdes Rasabou yang terlibat, namun juga pejabat BPN Bima. Sebelum tiba di Mapolres, massa singgah di Kantor BPN Kabupaten Bima sekaligus menyampaikan aspirasi terkait kasus terbitnya sertifikat tersebut.
Korlap aksi, Azwar Anas menyampaikan, sekitar pukul 11.50 Wita pihaknya bersama warga tiba di Polres kabupaten Bima memberikan laporan secara resmi. Sebelum melaporkannya, sempat bertemu Kasat Reskrim Polres Bima untuk koordinasi.
Baca Juga: Tuntut Pengembalian Sertifikat, Warga Rasabou Blokade Jalan
Baca Juga: Kades Rasabou Klaim tidak Tahu Terbitnya Sertifikat
“Kami sempat meminta petunjuk hukum kepada Kasat reskrim. Selanjutnya memasukan laporan ke SPKT Polres Bima,” ujar Anas.
Kata Anas, substansi laporan yang diajukan yakni dugaan tindak pidana perampasan hak atas tanah yang dilakukan Kades dkk. Menghadirkan saksi-saksi, yaitu pemilik lahan yang dirugikan pada program Tata Kota tahun 2009 lalu.
“Saksi lebih dari satu orang. Semunya korban perampasan hak atas tanah,” terangnya.
Lanjutnya, pihaknya meminta kepada pihak kepolisian untuk memeroses masalah tersebut sesuai prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku. Sehingga supremasi hukum ditegakan dan korban mendapatkan keadilan.
“Kami minta pada pihak penyidik untuk kooperatif dalam memproses kasus tersebut. Sehingga warga tidak dirugikan,” ungkap Anas.
Sementara itu, Humas Kompak NTB, Ahmad Dahlan mengatakan, usai melapor ke Polres Bima, menuju Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima untuk meminta petunjuk hukum sekaligus untuk melaporkan kasus tersebut. “Karena pihak Kasi Intel Kejari tidak ada di tempat. Kita menunda untuk memasukan laporan dan akan kembali hadir pada waktu yang dekat dengan substansi kehadiran yang sama,” ujarnya.
Ditambahkannya, kronologis melaporkan masalah tersebut, karena munculnya nama Kades, perangkat desa, lembaga desa dan oknum pejabat BPN yang memiliki sertfikat atas lahan warga. Pada dasarnya, masalah tersebut disepakati warga yakni pemotongan 20 persen untuk fasilitas umum, namun realitanya ada dugaan perampasan hak warga.
“Warga sudah menghibahkan sebagian tanah untuk fasilitas umum. Namun realitanya tidak seperti yang disepakati yakni muncul nama oknum-oknum tersebut dalam sertifikat diaatas tanah yang dihibahkan tersebut,” pungkas Avon, sapaannya. (YAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.