Bima, Bimakini.- Andini (9), putri pasangan Rini dan Ramli, asal RT 2 RW 2 Dusun Ujung Kalate, Desa Nipa, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima, hanya bisa terbaring. Bahkan sudah lima bulan mengalami kelumpuhan, sejak jatuh di tangga rumah.
Keluarga ini tidak memiliki biaya untuk berobat. Mereka hanya pasrah dengan kondisi buah hatinya.
Saat disambangi, Sabtu (8/9), Andini mencoba tersenyum. Badannya ditutup sarung dan terlihat semakin kurus, tulang-tulang didatanya terlihat. Justru perutnya yang semakin membesar.
Akibat sakit yang dialami, Andini tidak bisa melanjutkan sekolah. Dia tidak kuat berjalan. Untuk sekadar duduk saja terasa sulit. Salah satu tulang rusuk sebelah kanannya patah.
Rini saat menemani putrinya itu bercerita. Sekitar awal tahun 2018 Anindi jatuh di tangga rumah panggung miliknya. Peristiwa itu pun tidak langsung diutarakan kepada orang tuanya.
Anindi hanya diam dan terus menahan sakit. Sekali waktu, mereka melihat anaknya itu mengerang kesakitan, sembari memegang tulang rusuknya. Dihampiri, baru Anindi menyampaikan peristiwa itu, sepekan setelah kejadian.
“Saat itu kami langsung bawa ke Puskesmas Ambalawi. Dari Puskesmas, kami kemudian disarankan untuk ke RSUD Bima,” ujarnya.
Dari RSUD Bima kata dia, Anindi disarankan untuk dibawa ke RSU Mataram atau Bali. Karena hasil rontgen, tulang rusuk anaknya patah dan harus segera dioperasi. Mendengar kalimat dokter tersebut, Rini hanya bisa pasrah.
Bagaimana tidak, jangankan untuk berobat, untuk makan sehari – hari saja terasa susah. “Keadaan ekonomi kami yang tidak memungkinkan Anindi dibawa ke Mataram atau Bali. Suami saya hanya nelayan, dan kami hidup pas-pasan,” ungkapnya dan berusaha tersenyum.
Tidak ingin berhenti usaha, Rini dan suaminya kemudian coba membawa anaknya berobat tradisional. Namun tidak ada hasil yang berarti.
Anindi tidak sembuh. Kian hari, badannya makin kurus, sementara perutnya tambah membesar dan nafas sesak.
Untuk makan pun, sudah tidak memiliki nafsu. Melihat putrinya itu, Rini kadang menangis. Mengusap kepala putrinya, hingga tertidur.
Dia mengaku, pihak Puskesmas Ambalawi tidak pernah datang untuk melihat kondisi Andini. Demikian juga dari pemerintah desa setempat, sekedar untuk mampir dan memberikan perhatian tidak ada sama sekali.
“Sekali saja waktu itu saat kami bikin surat keterangan tidak mampu, untuk rawat lanjut. Tapi karena berpikir lagi jadi tidak ada biaya, makanya rencana itu dibatalkan,” katanya.
Dengan kondisi yang serba terbatas ini, Rini ingin sekali anaknya sembuh dan kembali ceria layaknya anak-anak lain. Bisa bersekolah dan belajar bersama teman sebayanya.
“Kami tidak tahu bagaimana caranya meminta tolong kepada pemerintah. Mungkin saja, dari pertolongan orang – orang itu anak saya bisa segera sembuh,” tukasnya.
Sementara Anindi saat diajak berbicara, kalimat dan ucapannya disampaikan dengan sangat pelan. Dia sulit bicara, karena nafasnya sesak. “Saya mau sembuh dan bisa sekolah lagi,” ucapnya lirih. (DED)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.