LANTARAN bosan menunggu bantuan dari pemerintah, pihak Sekolah Dasar Negeri (SDN) Woro, Kecamatan Madapangga membangun pagar melalui dana swadaya. Dewan guru pun patungan, ada juga dari pemerhati di Desa Woro. Apa yang dialami oleh SDN Woro sebenarnya bukan dialami sendiri, namun juga sekolah lain.
Diperkirakan saat ini ada ratusan sekolah yang kondisinya rusak. Juga tidak memiliki fasilitas pagar. Sekolah-sekolah itu juga sudah sering kali mengajukan proposal, namun bertahun-tahun tidak ada realisasinya.
Gotong royong membenahi sekolah, juga dilakukan SDN di Rabakodo beberapa waktu lalu. Alumni akhirnya patungan untuk merehab sekolah yang sudah rusak atapnya. Karena bertahun-tahun mengajukan, namun tidak ada kabarnya. Namun, sepertinya ini tidak menjadi tamparan bagi pemerintah daerah dan malah terkesan enteng saja.
Perasaan kecewa juga dirasakan SDN 3 Sila. Karena sekolah mereka bertambah rusak. Bahkan siswa harus belajar di teras. Padahal tahun sebelumnya, Wakil Bupati Bima, Drs Dahlan sempat mengunjungi sekolah itu dan meminta proposal. Bahkan, proposalnya dibawa tangan. Pun demikian, apa yang diharapkan sekolah tidak terwujud. Hingga sekolah semakin menguatirkan kondisi bangunannya, proposal itu tidak terealisasi.
Baca Juga: Bosan Tunggu Bantuan, SDN Woro Bangun Pagar Secara Swadaya
Baca Juga: Siswa SDN 3 Sila Belajar di Teras, 2017 Titip Proposal di Wabup
Baca Juga: Tidak Kunjung Dibantu, Alumni SDN Rabakodo Perbaiki Sekolah
Persoalan manajeman dan kebijakan pemerintah terhadap sekolah, terasa tidak jelas. Padahal keberadaan infrastruktur menjadi sesuatu yang penting, apalagi menyangkut fasilitas pencetak generasi.
Apalagi pihak sekolah secara terbuka menyatakan kebosanannya terhadap janji pemerintah. Aneh rasanya, jika pihak sekolah harus menyatakan seperti itu. Ini menunjukkan lemahnya respon terhadap persoalan pendidikan kita.
Perlu juga menilik bagaimana kebijakan anggaran pendidikan selama ini. Jangan sampai tidak tepat. Apalagi, ada banyak alokasi anggaran ke sekolah yang sesungguhnya tidak mendesak membutuhkannya.
Jangan sampai kebijakan didasarkan kedekatan dan kepentingan. Jika itu terjadi, maka celakalan pendidikan kita. Celaka pula anak didik, karena menjadi genarasi yang diabaikan. Mengeyam pendidikan ditempat yang tidak nyaman, apalagi membahayakan keselamatan mereka.
Pernyataan bosan oleh pihak sekolah, seharusnya menjadi cermin dan tamparan bagi pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan. Juga dinas tehnis, yakni Dikbudpora.
Namun, bisa jadi ini dampak dari lamanya jabatan Kepala Dinas Dikbudpora tidak didefinitifkan. Padahal instansi ini mengurus banyak SDM.
Patut memang dipertanyakan, ada apa Bupati Bima, tidak juga mendevinitifkan Kepala Dinas Dikbudpora. Apakah Bima tidak lagi memiliki SDM yang tepat diposisi itu.
Bukankah pernah dilakukan tes terhadap para pejabat yang akan menempatinya. Lantas mengapa harus diulur. Jangan-jangan….(*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.