Connect with us

Ketik yang Anda cari

Pendidikan

Ombudsman NTB Temukan Manipulasi Pencairan BOS di 2.256 Madrasah

ilustrasi

Mataram, Bimakini.- Ombudsman RI, Perwakilan Nusa Tenggara Barat, menemukan adanya dugaan terjadinya menipulasi proses pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada ribuan  Madrasah di Nusa Tenggara Barat  (NTB).  Di NTB sendiri terdapat 2.256 madrasah.

Kepala Ombudsman RI, Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Adhar Hakim, SH, MH dalam siaran persnya, Senin (22/10)  menjelaskan, program BOS pada dasarnya bertujuan meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan yang bermutu. Salah satu program BOS adalah pembelian buku bagi pengembangan perpustakaan.

Di NTB pada Tahun Anggaran 2018 pemerintah juga menganggarkan dana bagi pengadaan buku bagi sekitar 2.256 madrasah yang ada di NTB. Sesuai petunjuk tekhnis BOS pada madrasah 2018, Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 451 Tahun 2018. Implementasi BOS sesuai Bab II Juknis pada poin C Program BOS Berbasis Sekolah (MBS), dana harus dikelola secara mandiri dan otonomi oleh madrasah dengan melibatkan komite madrasah, dewan guru.

Tujuannya, kata Adhar, untuk mengembangkan madrasah. Penyaluran dana BOS di madrasah, terutama swasta dilaksanakan oleh Kanwil dan Kemenag kabupaten/kota dengan dua tahap. Bagi madrasah swasta dengan cara pembiayaan langsung. Dilakukan dengan dua tahap, pertama 50 persen dari keseluruhan dana setelah semua persyaratan penyaluran lengkap. Kedua juga 50 persen setelah anggaran tahap pertama terpakai sekurang-kurangnya 80 persen dan syarat penyaluran lengkap.

Namun dalam prakteknya, kata dia, diduga kuat telah terjadi bentuk-bentuk penyimpangan proses pencairan Dana BOS. Terkait penyaluran dana pembelian buku misalnya, penyelenggaraan pendidikan, termasuk semua madrasah diharuskan untuk membeli buku umum sebesar 20 persen dari dana BOS yang diterima tanpa melihat kebutuhan dan kurikulum yang digunakan. “Pihak pengelola madrasah diwajibkan membeli buku dalam bentuk tertentu oleh penyalur tertentu sebagai salah satu syarat wajib pencairan dana BOS tahap kedua tahun 2018,” ungkapnya.

Bahwa Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, lanjutnya, telah menunjuk satu perusahaan penyalur tertentu sebagai satu-satunya tempat pembelian buku yang diakui. Padahal dalam Juknis BOS pada Madrasah TA 2018 tidak diatur seperti itu.  Karena pada Bab V terkait Penggunaan Dana BOS pada Komponen Pembiayaan memberikan keleluasaan sepenuhnya pada pihak madrasah dalam pembelian dan pengadaan buku sesuai kebutuhan dan kurikulum yang berlaklu. “Temuan di lapangan madrasah dipaksa membeli buku umum yang tidak sesuai kebutuhan yakni buku umum K -13 (Kurikulum 2013),”  ujarnya.

Lanjutnya, untuk mendapatkan bukti dugaan penyimpangan penyaluran Dana BOS pada Madrasah Tahun 2018, Ombudsman RI Perwakilan NTB melakukan serangkaian investigasi mendalam di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Di Pulau Lombok, kata Adhar, Ombudsman RI Perwakilan NTB mendapatkan keterangan bahwa benar semua madrasah dari tingkat dasar sampai menengah diharuskan membeli buku pembelajaran umum kurikulum 2013 (K13) sebesar 20 persen dari anggaran dana BOS yang diterima. Pembelian buku umum kurikulum 2013 tersebut diharuskan kepada semua madrasah dari tingkat dasar sampai tingkat menengah tanpa melihat kebutuhan buku dan kurikulum apa yang sedang digunakan oleh madrasah tersebut.

Bahwa pembelian Buku Umum K13 tersebut menjadi keharusan dan menjadi salah satu persyaratan wajib untuk pencairan dana BOS tahap II tahun 2018.  Bukti pembelian buku umum K13 sebesar 20 persen dari anggaran dana BOS tersebut tidak dapat ditawar pembeliannya sesuai kebutuhan Madrasah.

Lanjutnya, bagi madrasah yang telah mengajukan permohonan pencairan tahap II tidak dapat diproses dikarenakan tidak melampirkan bukti pembayaran/pembelian buku sebesar 20 persen ke perusahaan yang telah ditentukan. Bahwa madrasah yang telah memiliki buku-buku umum K13 pada tiap tingkatannya, dianggap belum memiliki dan tetap harus membeli sebesar 20 persen dari dana BOS yang diterima.

Tambahnya, ketarangan para Kepala Madrasah kepada Ombudsman RI, pemaksaan pembelian buku K-13 berdasarkan instruksi dari pihak Kantor Kemenag Kota/Kabupaten. Bahwa Kepala Seksi Pendidikan Madrasah meminta kepada semua Kepala Madrasah untuk membeli Buku Umum Kurikulum 2013 (K13) pada satu Perusahaan yang telah ditentukan, dan jika  membeli kepada perusahaan lain maka tidak dianggap pernah membeli. Perusahaan tersebut adalah PT AK  yang bertempat di Pulau Lombok. Anehnya, Bagi Madrasah yang memiliki dana untuk pembelian buku  sebesar 20 persen dari jumlah dana BOS telah melakukan transaksi pembayaran buku tersebut dengan langsung mentransfer pembayaran kerekening yang telah ditentukan tersebut kepada PT AK.

 

Terkait dengan buku yang dipesan oleh Madrasah yang telah membayar, katanya,  tidak semua mendapatkan buku sesuai dengan pesanan. Berdasarkan data dan keterangan yang didapat di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, beberapa madrasah yang telah membayar ada yang mendapatkan buku lengkap sesuai pesanan ada juga madrasah yang belum mendapatkan buku lengkap sesuai pesanan padahal mereka telah membayar lunas buku tersebut. Bagi Madarasah yang telah melakukan pembayaran dapat mengambil bukunya langsung ke  gudang Perusahaan penyalur buku  PT AK.

 

Dugaan adanya praktek kolusi dalam pembelian buku Program BOS, misalnya terlihat dari gudang tempat buku disimpan yakni di rumah oknum pejabat Kantor Kemenang. Di Lombok Tengah misalnya, gudang penyimpanan buku bertempat di rumah ruko tempat tinggal Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Tengah (Desa Bujak Kabupaten Lombok Tengah).

 

Sementara itu, temuan di Pulau Sumbawa, praktek pemaksaan pembelian Buku K-13 bermula dari kekagetan sejumlah Kepala Seksi Pendidikan Madrasah di kabupaten/kota di Pulau Sumbawa menerima Buku Umum K13 dari beberapa penerbit. Selanjutnya diminta untuk mendistribusikan ke semua Madrasah semua jenjang (MI, MTs dan MA) untuk di beli dengan menggunakan dana BOS sebesar 20 persen dari PT AK.

Perusahaan tersebut mengirim buku-buku tersebut menyampaikan bahwa jumlah buku yang dikirim tersebut berdasarkan data siswa madrasah penerima BOS yang diperoleh dari Kanwil Kemenag NTB. Terkait mekanisme pembelian dan  pembayaran Madrasah diwajibkan melakukan pembelian langsung di Kantor Kemenag di kota/kabupaten di Pulau Sumbawa. Pihak madrasah yang telah membayar menerima slip bukti pembayaran dari petugas Kemenag kota/kabupaten berupa kwitansi atas nama PT. AK. Namun untuk pengambilan  buku harus  diambil langsung di Kantor Kemenag kota/kabupaten.

Setelah terkumpul pembayaran buku oleh madarasah, perusahaan penyalur buku tersebut meminta pihak Kemenag kota/kabupaten untuk melakukan transfer ke Rekening PT. AK. Bahwa semua madrasah merasa mengeluh, kebutuhan akan  Buku Umum K13 tidak menjadi Prioritas,  dikarenakan buku agama yang menjadi refrensi utama para guru tidak dapat terbeli.

“Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan NTB, didapatkan kesimpulan, telah terjadi dugaan Perbuatan Maladministrasi Penyimpangan Prosedur, Penyalahgunaan Wewenang dan dugaan Perbuatan Melawan Hukum pada  proses pencairan dana BOS 2.256 Madrasah se NTB pada pencairan tahap II tahun anggaran 2018,” ujarnya.

Bahwa pada proses tersebut diindikasikan telah terjadi proses pengkondisian secara sistemik. Proses pembelian buku umum K 13 oleh Madrasah di masing-masing Kabupaten/Kota lingkup Kementerian Agama di Nusa Tenggara Barat. Secara berjenjang kuat dugaan telah  terjadi konspirasi dari pejabat di Kanwil Kemenag Provinsi NTB sampai dengan pejabat pada Kabupaten/Kota. (IAN)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Rupanya belum banyak masyarakat di Pulau Sumbawa, termasuk Bima yang mengadukan masalah pelayanan publik. Hingga saat ini baru dua laporan yang...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.-  Pemerintah Kabupaten Bima berhasil meraih peringkat I dalam Pelayanan Publik  oleh Tim Ombudsman RI. Penilaian dilakukan  September 2023 lalu. Pada Oktober 2023...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.-Pemerintah Kabupaten Bima di bawah kepemimpinan Bupati Hj. Indah Dhamayanti Putri dan Wakil Bupati H. Dahlan M.Noer kembali mempertahankan Predikat Wajar Tanpa Pengecualian...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Kepala SDN Inpres Monggo, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Hafsah SPd diduga kelola dana Bos sepihak. Hal itu dilakukan Kepsek setempat selama dua...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Sebanyak 81 Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bima belum cair Dana BOS lantaran salah input Nomor Rekening...