Bima, Bimakini.- Masalah pendataan penerima Program Indonesia Pintar (PIP) ternyata hampir bermasalah disemua sekolah dasar. Anak dari keluarga mampu tetap ada yang menerimanya, meskipun seharusnya tidak berhak.
Kepala SDN Bugis, Ridwan, SPd mengakui, dari 91 penerima PIP tahun 2018 ada diantaranya dari keluarga berada. Meskipun dalam data Dapodik, sudah diinput kondisi ekonomi orang tua masing-masing siswa. Namun, kenyataannya ada yang justru mampu dimendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Menghindari adanya permasalah, kata dia, pihak sekolah bersama Komite memberikan pemahaman kepada orang tua murid. Bahwa pihak sekolah tidak mengetahui bagaimana pendataan dilakukan, sehingga ada yang tidak tepat sasaran.
Meski demikian, kata dia, siswa yang mendapat PIP tetap diberikan haknya, meskipun dari keluarga mampu. Karena pihak sekolah tidak berani mengalihkan ke siswa lain. “Kami sesuaikan dengan data penerima yang dikeluarkan. Seperti apa pendataannya kami tidak tahu. Mungkin dikeluarkan oleh pihak desa,” ungkapnya saat pertemuan Komunitas Sekolah Pro-InQluEd difasilitasi SOLUD, Yappika dan Uni Erupa, Selasa (23/10)
Kemungkinan, kata dia, akan masih ada dana PIP yang akan cair di akhir tahun. “Biasanya masih ada, siswa yang dapat akan berbeda dengan penerima sebelumnya. 91 penerima itu sebenarnya belum cukup,” ujarnya.
Meski demikian, kata dia, sejauh ini tidak ada siswa yang kurang mampu putus sekolah. Meskipun ada siswa yang lama tidak masuk karena ikut orang tuanya mencari nafkah. “Kadang sampai tiga bulan, tapi balik lagi ke sekolah,” ujarnya.
Untuk siswa berkebutuhan khusus, kata dia, belum ada di SDN Bugis. Biasanya orang tua yang anaknya kekurangan fisik, enggan untuk disekolahkan. “Kami siap saja, kalau ada orang tua menyekolahkan anaknya di SDN Bugis, meskipun belum memiliki guru khusus,” ujarnya.
Sementara itu, CO Program Pro-InQluEd SOLUD, Sarosa Ardhi Surya mengatakan, memilih SDN Bugis untuk dampingan sekolah inklusi. Selain jumlah siswanya yang besar, jika kondisi fisik sekolah yang rusak.
Salah satu kegiatan dampingan, kata dia, mendorong Komunitas Sekolah untuk peduli dengan kondisi pendidikan. Komunitas sekolah ini terdiri dari kepala sekolah, guru, komite, orang tua siswa, pemerintah desa, tokoh agama. (IAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.