Kata dia, ada pemotongan lahan warga sebanyak 20 persen. Tujuannya untuk pembuatan fasilitas umum, namun rupanya mereka buatkan lahan itu atas nama pribadi.
“Saya berani katakan Pemdes Rasabou menipu BPN. Karena mestinya pemotongan lahan itu untuk bangun Mushala, jalan, lapangan olahraga dan lainnya,” ujarnya pada Bimakini.com di Kantor BPN Kabupaten Bima, Senin (5/11).
Kata dia, terkait hal itu, pihaknya sudah bertatap muka dengan warga, Pemdes dan lembaga desa beberapa waktu lalu. Pembahasan mengenai munculnya nama pejabat Pemdes dalam sertifikat di atas lahan milik warga.
Dalam pertemuan itu kata dia, telah sepakat, bahwa semua sertifikat tersebut diamankan sembari keputusan dari Kanwil. “Sertifikat sudah kami kantongi, yakni sebanyak 13 persil. Sisanya masih ada dua, informasinya masih agunan Bank,” terangnya.
Terkait hal itu, apa yang dilakukan Pemdes Rasabou memenuhi unsur pidana karena telah menipu BPN. Namun pihaknya tidak merasa keberatan demi kebaikan bersama. Akan tetapi, jika masyarakat mempermasalahkan hal itu, sah-sah saja. “Demi kepentingan bersama, kami amankan sertifikat tersebut. Yakni diupayakan pemutihan,” tuturnya.
Dijelaskannya, sejumlah sertifikat yang sudah diamankan pihaknya belum bisa diproses untuk pembatalan. Karena harus disertai pernyataan masing-masing oknum tersebut.
Dalam pernyataan tersebut, kata dia, harus jelas dicantumkan bahwa tanah yang disertifikat atas nama si A, letaknya dimana dengan nomor, dikembalikan karena bukan haknya. Sehingga bisa diproses pemutihan, tapi hingga saat ini tidak satu pun yang membuat surat pernyataan tersebut. “Penyerahan sertifikat harus ada pernyataan dengan jelas. Kalau yang disampaikan Sekretaris Desa (Sekdes) kemarin, itu hanya daftar pengantar saja,” bebernya.
Tanah tersebut, kata dia, selanjutnya akan dijadikan aset desa. Hal itu sesuai kesepakatan awal warga, bahwa pemotongan lahan untuk fasilitas umum.
Diakuinya, proses penerbitan sertifikat ada prosedurnya. Yakni, jika tanah tersebut historisnya ahli waris, tentu harus ada surat keterangan ahli waris. Begitu pun jika historis tanah hasil jual beli dan hibah, semuanya harus ada surat keterangannya.
Salah satu pemilik lahan, Muhamad Sunah mengatakan, pihaknya tidak menerima tanah yang dikembalikan oleh oknum tersebut dijadikan aset pemerintah desa. Karena tanah tersebut adalah warisan orang tua. “Kami tidak terima jika tanah itu dijadikan aset desa. Lebih baik kita ajukan untuk pemutihan saja, karena program LC tidak pro rakyat,” ucapnya.
Sambung dia, program LC tersebut tidak mengetahuinya, bahkan tidak pernah diundang untuk mengikuti sosialisasi. Sehingga, hal itu menjadi dasar hukum menolaknya. “Saya sudah bangun fondasi keliling lahan. Kenyataannya Pemdes Rasabou tidak berani melarang saya, padahal mereka sudah buat gang,” tutupnya. (YAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.