Kota Bima, Bimakini.- Angka penceraian di Kota dan Kabupaten Bima cukup tinggi. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir yakni 2017-2018, tercatat peningkatan perkara perceraian di Pengadilan Agama Negeri Bima.
Untuk wilayah NTB, Bima urutan ke-2 tertinggi setelah Selong, Lombok Timur.
Dari data Pengadilan Agama Kelas 1B Bima per 27 Desember 2018, dari 1.827 perkara kasus perceraian yang masuk, 1.358 sudah diterbitkan akta cerainya.
Dengan rincian untuk Kota Bima 345, Kabupaten Bima 947, dan 66 berdomisili di luar Bima. Angka 1.358 menunjukkan jumlah perempuan dan laki-laki yang menyandang status baru, yaitu janda dan duda.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Negeri Bima, Arifuddin Yanto, S.Ag mengatakan, masih seperti tahun sebelumnya faktor pertengkaran dan perselisihan menjadi salah satu penyebab utama pasutri mengajukan cerai.
“Faktor pemicu bervariasi, untuk orang Bima itu ya penyebabnya kebanyakan malas mencari nafkah dan tidak punya pekerjaan tetap, itu khusus untuk laki-laki” ujarnya di Kantor PA Bima, Kamis (27/12).
Masih menurutnya, trend pemicu perselisihan akibat dari adanya media sosial, jumlahnya cukup banyak. Terutama penggunaan Facebook dan WhatsApp. Biasanya perselingkuhan berawal dari media sosial.
“Tapi baru terbongkarnya ketika di sidang, waktu memasukan gugatan ditulisnya terjadi perselisihan dan KDRT. Pas ditanya oleh Hakim barulah ketahuan kenapa terjadi KDRT dan perselisihan itu, ternyata si istri sering main HP sampai larut malam,” ungkapnya.
Menurutnya, angka perceraian terbagi dalam dua pengajuan. Gugatan dari pihak istri mencapai 1.421 perkara. Sedangkan pengajuan talak oleh suami sebanyak 406 aduan. Sementara kasus perceraian PNS 70 perkara.
Dikatakannya, rata-rata yang mengajukan cerai berumur 30-40 tahun. Dengan usia perkawinan di bawah 5 tahun. Bahkan ada yang berumur 73 tahun dan sudah mempunyai cicit.
“Selain cerai sekalian isbat cerai, ya belum punya buku nikah itu” terangnya.
Arifuddin menilai, solusi untuk menekan laju perceraian adalah memaksimalkan peran Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Memberikan penguatan pendidikan berkeluarga bagi pasangan yang akan atau baru menikah.
“Kalo kita kan pasif yah, menunggu. Dengan mediasi, sebelum perkara lanjut kan ada upaya mendamaikan selama 30 hari,” pungkasnya. (YUM)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.