Bima, Bimakini.- Kondisi inftrastruktur Pendidikan di Kabupaten Bima, khususnya sekolah dasar, masih cukup memerihatinkan. Ratusan ruang belajar dalam kondisi rusak dan dapat mengancam keselamatan 17.311 siswa.
Hal itu diungkapkan dalam laporan Analisis Anggaran Pendidikan Kabupaten Bima Tahun 2018 oleh Solidaritas untuk Demokrasi (Solud) NTB. Analisa itu dipaparkan dalam pertemuan Jaringan Inklusi Pendidikan CSO Pro di Rumah Solud, Sabtu (19/1).
Pertemuan itu merekomendasikan peningkatan alokasi anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas rusak. Selain itu, pembangunan kelas baru baik yang dialokasikan melalui DAK maupun sharing DAK serta APBD Kabupaten Bima di tahun 2019.
“Hal ini mengingat masih banyaknya siswa yang berpotensi menjadi korban akibat rusaknya infrastruktur sekolah tersebut. Dengan berdasarkan pada data yang ada, setidaknya ada sejumlah 17.311 orang siswa yang terancam bahaya karena kerusakan ruang kelas sekolah mereka. Situasi ini tentunya akan dapat mengganggu belajar mengajar di sekolah,” papar Distric Coordinator SOLUD Program Pro-InQluEd, Abdul Haris.
Diungkapkannya, berdasarkan dara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan jumlah jenjang pendidikan di Kabupaten Bima, yakni SD 415, terdiri dari 408 Negeri dan 7 Swasta. Dari jumlah itu, kondisi ruang kelas yang baik, 350 unit, rusak ringan 1.361 unit, rusak sedang 410 unit. Sedangkan yang rusak berat sebanyak 447 ruang kelas.
“Tedapat 857 ruang kelas atau 33 persen ruang kelas SD yang mengalami kerusakan berat dan sedang dari total 2.568 ruang kelas SD di Kabupaten Bima. Jika rasio siswa dan kelas di Kabupaten Bima adalah 20,2, maka setidaknya 17.311 siswa yang terancam bahaya, karena kerusakan kelas sekolah mereka, situasi ini tentu dapat menganggu belajar mengajar di sekolah,” bebernya.
Sementara di APBD Kabupaten Bima 2018, alokasi anggaran pendidikan untuk rehab dan bangun baru kelas sebesar Rp 47,45 miliar utuk rehab rusak sedang. Rp 31 miliar untuk rehab ruang kelas rusak berat. “Sasaranya adalah 87 ruang kelas jenjang SD pada 24 SD di Kabupaten Bima, selain pengalokasian Dana Alokasi Umum Kabupaten Bima ada juga pengalokasian Dana Alokasi khusus sebesar 119 SD di Kabupaten Bima,” ujarnya.
Hanya saja dalam fakta di lapangan, ada sejumlah sekolah yang mendapatkan alokasi, padahal tidak memubutuhkan. Atau kondisi ruang kelas tidak rusak. Justru yang mengajukan untuk rehap, karena kondisi rusak berat, tidak mendapatkan alokasinya.
Selain itu, dipandang perlu adanya kebijakan sekolah inklusif seperti diatur dalam Permendiknas 70/2009. Kemudian daerah harus menetapkan sekolah Inklusi pada setiap jenjang dan perlu didukung alokasi anggaran memadai.
“Alokasi tersebut diperuntukkan guna pemenuhan sarana prasarana serta peningkatan kapasitas guru pendamping pada setiap sekolah inklusif. Serta penambahan SK Dinas tentang SD yang ditujuk sebagai sekolah inklusif minimal satu kecamatan satu SD,” ujarnya.
Disamping itu, kata dia, dipandang penting untuk melakukan mapping tentang calon sekolah inklusif serta melakukan pendataan bagi anak/siswa yang penyandang disabilitas atau ciri-ciri lain tentang pendidikan inklusif. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas bagi Anggota Komunitas sekolah tentang aspek-aspek dalam melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan dasar serta peningkatan tentang pendidikan inklusif.
“Mendorong pemerintahan kabupaten bima dalam berkomitmen positive di 2019 dalam mengalokasi dana infrastruktur sekolah terutama pada sekolah sasaran program Pro-InQluEd,” pungkasnya.
Diisamping itu, pertemuan tersebut membahas tentang kondisi pendidikan di Kabupaten Bima saat ini. Termasuk belum didefinifkannya Kepala Dinas Dikbudpora Kabupaten Bima, karena dianggap dapat menghambat kelancaran dan kontrol pendidikan di daerah. (IAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.