Bima, Bimakini.- Salah satu hal yang dipetakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat adalah Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Dari indeks tersebut, yang paling rawan adalah politik uang.
Bagaimana dengan politik uang pada Pemilu Legislatif di Kota dan Kabupaten Bima saat ini?
Warga Kota Bima, Junaidin, mengaku, sudah banyak calon legislatif baik untuk DPRD Kota Bima, Provinsi NTB datang ke rumahya, meski dengan dalih bersilaturrahmi. Mereka ada yang menjanjikan akan memberikan sesuatu. Termasuk menjanjikan memberikan uang asal suaranya untuk si calon yang bersangkutan. Sebagai perkenalan awal ada yang memberikan uang senilai Rp50 ribu hingga Rp100 ribu, melalui istri atau anak yang memiliki hak suara.
“Saya kadang menasihati istri dan anak agar tidak menerima pemberian seperti itu, tetapi calon berulah sebagai perkenalan dan akan bersilaturrahmi kembali bila mendekati pemilu mendatang,” ujarnya di Kelurahan Penaraga, Ahad (6/1).
Hal yang sama diungkapkan warga Kelurahan Kumbe, Kecamatan Rasanae Timur, permainan uang yang paling parah terjadi di Kelurahan itu. Bahkan, berhati-hatilah bagi para calon agar tidak mudah menerima tamu yang ingin memberikan dukungan, sebab banyak yang berbohon. Apalagi, modus yang dimainkan sasaran untuk beberapa calon. Mereka belum tentu memberikan hak suarannya untuk calon yang didatanginya.
“Momen seperti ini dimanfaatkan oleh orang yang pintar bermain ganda dan suka menipu. Pasaran di kelurahan ini lebih tinggi untuk satu suara, tetapi pengalaman ternyata sama sekali tidak ada suara dari TPS tempat yang bersangkutan memilih,” kata warga Kumbe yang tidak ingin dituliskan namannya.
Pasaran awal, kata dia, sekitar Rp100 ribu dan mendekati hari H akan lebih tinggi lagi sekitar Rp500 ribu hingga ada yang menjanjikan membelikan emas. Saran dia bagaimana peran pengawas pemilu dapat meminimalisir tipu menipu seperti itu. Apalagi, warga mengganggap yang ikut kontestasi Pileg Kota Bima, Kabupaten Bima dan Provinsi hingga pusat adalah orang yang berduit. Tentu masa panen bagi warga untuk mendapatkan uang dengan mudah.
Lain halnya dengan warga Dodu, Imran. Tidak ingin terlibat politik praktis apalagi dengan meminta uang kepada calon. Karena tidak semua calon memiliki finansial yang cukup, tetapi mereka ada yang ingin mengadu nasib dengan mengikuti kontestasi Pemilu legislating. Namun, terkadang kekeluargaan dikalahkan dengan politik uang.
“Kita berharap pada Pemilu Legislatif mendatang dapat meloloskan calon yang tidak bermain uang, tetapi menjual program yang nyata untuk masyarakat. (NAS)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.