Bima, Bimakini.- Direktur Penganan Daerah Pasca Konflik, Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Pedesaan, Daerah Tertentu dan Transmigrasi RI, Hasrul Edyar, SSos, MAP mengatakan, Bima menjadi standar nasional di wilayah timur tentang tumbuhnya rasa damai. Penanganan konflik, untuk menguatkan rasa damai di tengah masyarakat.
“Kita harus sebarkan, bahwa Bima adalah contoh terbaik tumbuhnya rasa damai di tengah masyarakat. Jangan lagi mencari perbedaan dan tapi persamaan,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan, bahwa Dana Desa dapat digunakan untuk penanganan bencaba dan konflik. Namun, harus melalui perencanaan ditingkat desa, jika ada potensi konflik. “Perlu juga menggiatkan kegiatan musyawarah,” ujarnya.
Dalam menciptakan situasi damai, pihaknya juga bisa membantu pengenbangan obyek wisata dan kerajinan rajin. Disilahkannya untuk mengajukan proposal dan harus mendapatkan rekomendasikan bupati, agar nanti tidak ada masalah dengan kebijakan.
Camat Belo, Bambang Setiawan mengatakan, sebelumnya eilayahnya disebut jalur gaza, karena sering terjadi konflik. Namun, dua tahun belakangan konflik sosialnya hilang. “Kalau hanya demo, itu bukan konflik,” ujarnya.
Dia meminta program pemerintah pusat, agar yang narasinya tidak tentang konlik, namun kegiatan itu akan berdampak terwujudnya kedamaian.
Akademisi STKIP Bima, Muhammad Tahir, SAg, MPd mengatakan, dalam penanganan konflik, setidaknya ada lima pilar yang harus diperhatikan. Diantaranya, Negara harus memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik sebelum, maupun sesudah konflik terjadi.
Labih lanjut Pendiri Pusat Studi Konflik Agama dan Budaya (PUSKAB) NTB ini menyampaikan, pilar kedua, adanya pertanggungjawaban atau jaminan hukum. Negara harus memberikan kepastian dan penegakan hukum.
“Ketiga pemulihan korban, hak-hak sebagai warga negara, baik hukum, sosial, ekonomi, politik,” ujarnya.
Pilar keempat, kata dia, jaminan tidak terulang adanya konflik. Karena konflik biasanya muncul, karena adanya persoalan sebelumnya yang belum terselesaikan. Akibatnya, muncul kerentanan baru, rasa tidak puas. “Kelima, pilar partisipai. Perlu terbangunya sinergitas antar elemen dan institusi dalam penanganan konflik, baik ditingkat pusat, provinsi dan daerah,” pungkasnya.
Kasat Intel Polres Bima, IPTU Arief Hamid mengatakan, konflik di Kabupaten Bima belakangan ini terus berkurang. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, seperti ekonomi, kemisskinan, ketersediaan lapangan kerja. “Apalagi setiap tahun angka pengangguran terus bertambah dan ini berpengaruh,” ujarnya. (YAN)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
