Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Sinergi Jihad Literasi dan Gerakan Masyarakat Sipil

Oleh: Mawardin
(Area Researcher/Political Analyst di Charta Politika; Penggiat Literasi di NTB)

Mawardin

Makna jihad sejatinya adalah berjuang dengan sungguh-sungguh. Bertani, berkebun, beternak, mencari nafkah di pelbagai profesi dengan niat dan cara yang baik, adalah jihad. Bukan semata dimaknai secara sempit berupa perang atau teror yang merusak perdamaian dan persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di era digital ini, salah satu tantangan bagi netizen adalah keberadaan berita-berita hoax yang disebar/tersebar di jaringan media sosial (medsos). Sehingga menimbulkan keresahan antar sesama. Kita perlu berjihad untuk menciptakan perdamaian baik di dunia maya hingga dunia nyata, bukan merusak perdamaian.
Era percakapan di medsos membutuhkan kesadaran literasi. Tradisi membaca, menulis kemudian mengajarkan pengetahuan kepada orang lain bisa dikatakan sebagai jihad literasi. Di lapangan pemberdayaan sosial, kelompok-kelompok masyarakat sipil dapat bergerak dalam membangun ruang publik yang positif dan konstruktif di pelbagai aspek. Itu juga bagian dari jihad.
Dalam dimensi spiritual, bulan puasa ramadhan disebut sebagai bulan jihad, berperang melawan hawa nafsu, sehingga terbentuk insan yang bertakwa. Bagaimana kita mentransformasikan nilai-nilai ketakwaan dalam bermedsos dan sejauhmana urgensi jihad literasi bersinergi dengan gerakan masyarakat sipil?
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, suasana bulan puasa tahun 2019 agak terasa lain disebabkan baru saja terselenggara pesta demokrasi yang penuh ketegangan. Meskipun pemilu serentak baik pilpres maupun pileg sudah berlalu, namun luapan kemarahan masih saja kita temui di medsos hingga saat ini. Sungguh sangat disayangkan, sebab output dari berpuasa adalah melatih pengendalian diri dari nafsu amarah.
Oleh sebab itu, aktualisasi nilai-nilai ketakwaan di tengah rimba raya internet memerlukan kesabaran tersendiri. Kita diharapkan mampu mengendalikan jari-jemari ketika berselancar di medsos. Tidak menulis status yang bernada provokatif, penuh kebencian dan fitnah. Tidak ikut-ikutan menebar hoax. Semua informasi yang masuk ke akun-akun medsos kita, seharusnya dianalisis dan disaring dalam frame pengetahuan yang ilmiah.
Sudah saatnya kita ‘berdakwah’ di medsos dengan menulis sesuatu yang inspiratif, mengandung pesan moral, menghibur dan mencerahkan. Rekonsiliasi di antara individu maupun kelompok yang selama ini berhadap-hadapan karena silang pendapat dan perbedaan afiliasi politik mesti dirajut, bukan hanya di level elite, tapi juga di arus bawah. Kita menginginkan agar suhu politik kembali sejuk. Apalagi jelang Pilkada Serentak 2020, pertarungan politik jangan sampai mengorbankan rasa persaudaraan.
Jihad literasi selanjutnya digelorakan agar orang tidak gampang terpapar hoax, bersumbu pendek, karena kurangnya membaca. Sebaliknya, orang yang gemar membaca cenderung terbuka, horizon wawasan yang luas sehingga tidak mudah terpengaruh provokasi hoax dan fake news. Dus, rumah baca sejatinya bisa menjadi katalisator bagi tumbuhnya tradisi intelektual di lingkungan masyarakat sekitar.
Salah satu penyebab orang gampang termakan hoax adalah krisis literasi. Karena itu, setelah melatih diri berjihad mengekang nafa nafsu pada bulan suci ramadhan, saatnya kita mengumandangkan jihad literasi. Bersungguh-sungguh dan serius membaca buku, sehingga daya nalar tercerahkan. Lalu menulis di pelbagai kanal medsos dan media lainnya, sebagai bagian dari gerakan sosial dalam rangka mentransformasikan ide-ide untuk mencerahkan peradaban.
Dunia tulis menulis harus diarusutamakan di media sosial. Pada saat yang sama, kehadiran rumah baca untuk mendongkrak literasi publik memerlukan optimalisasi secara masif. Gerakan masyarakat sipi bisa pula menghadirkan pustaka bergerak seraya menghidupkan tradisi intelektual yang penuh gairah maupun advokasi isu-isu kebijakan.
Ajaran Islam pun mendorong jihad literasi, yakni Iqra (bacalah). Bukan sekadar proses membaca, tapi juga menulis. Dalam konteks ini, kita menegakkan pena (al-Qalam) di ruang publik. Selanjutnya kita memahami fenomena aktual yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dari sudut pandang dan perspektif intelektual yang utuh.
Setelah itu, kita memaksimalkan peran gerakan sosial yang melibatkan setiap elemen masyarakat sipil. Tradisi membaca, menulis kemudian mengajarkan pengetahun terus digalakkan. Artinya, kita mendorong hadirnya forum-forum diskusi yang ilmiah, pusat studi, lembaga riset, pelatihan maupun pemberdayaan masyarakat.
Saya bangga pernah berinteraksi, bekerjasama dan saling belajar satu sama lain dengan sejumlah penggiat literasi dan kelompok civil society di NTB. Diantaranya Kalikuma (Alam Tara Institute), Mbojoklopedia, Komunitas Babuju, Pusat Studi Konflik Agama dan Budaya (Puskab), Lasdo, Uma Literasi Risa dan komunitas lainnya. Dari keheningan, mereka bergerak menyalakan cahaya pengetahuan bagi masyarakat umum lewat publikasi tulisan, penelitian dan sekolah-sekolah informal untuk pengembangan generasi muda.
Lebih dari itu, para pejuang literasi itu aktif mengadakan diskusi dan seminar, lalu menuangkan rekomendasi gagasan aplikatif bagi kemajuan daerah. Ada yang meriset soal sejarah dan kebudayaan lokal, pemikiran Islam yang progresif, resolusi konflik, pembangunan masyarakat yang demokratik dan plural, promosi wisata, kewirausahaan sosial, kampanye perdamaian, studi gender dan sebagainya.
Suatu kebanggaan pula, saat ini sudah terbentuk beberapa rumah baca di beberapa desa di Bima. Kita berharap jumlah ini akan terus berkembang luas, demikian pula komunitas dan relawan sosial-kebudayaan. Dengan begitu, maka akan tercipta iklim percakapan gagasan yang dialektis, kemudian saling mengapresiasi kemajemukan sosio-kultur yang beragam. Melalui sinergi jihad literasi dan gerakan masyarakat sipil, kita bisa membangun peradaban yang lebih baik di masa depan. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

  Bima, Bimakini.- Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri SE saat menjadi pembicara pada Talkshow Peresmian Gedung Perpustakaan Kota dan Kabupaten Bima, Selasa 22...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Bupati Bima, Hj.Indah Dhamayanti Putri, SE, menilai Program INOVASI telah banyak memberikan kontribusi untuk sektor pendidikan.  Untuk itu, Organisasi Perangkat Daerah (OPD)...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Gerakan literasi “Sastra Goes To School”, Senin (7/2/2022), berlangsung di SDN belo, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima. Kegiatan literasi ini juga sekaligus membagikan...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Praktek Literasi Taman Baca Masyarakat (TBM) Sarangge Baca Bima dijadikan media pengumpulan bahan jurnalis sekolah oleh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Keberadaan Relawan Literasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dianggap memberi dampak berarti dan  dalam pelayanan pendidikan di masyarakat.  Khususnya menyangkut anak masa...