Kota Bima, Bimakini.- ada aksi deo yang dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Mereka menyorot dugaan keterlibatan Wali Kota Bima, H Muhammad Lutfi, SE dalam kasus korupsi.
Namun data yang mereka beberkan di KPK tidak benar. Hal itu ditegaskan Sekda Kota Bima, Drs H Mukhtar Landa, MH, Sabtu (2/11).
Sekda menegaskan, soal dugaan korupsi disampaikan saat aksi adalah data – data yang tidak benar. Dia membeberkan satu persatu atas data tersebut.
Pertama soal dana relokasi pascabanjir bandang, disebutkan sebanyak Rp 90 miliar. Sementara dari data Pemerintah Kota Bima, hanya Rp 75 miliar, untuk pembangunan 1.904 unit rumah.
Dari sejumlah tersebut setiap satu unit rumah mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 69 juta. Bahkan anggaran dimaksud dari pemerintah pusat langsung diterima oleh kelompok masyarakat (Pokmas) selaku penerima manfaat. Pelaksanaannya didampingi oleh tim TP4D.
“Sehingga tidak benar anggaran banjir Rp 166 milyar diperuntukan seluruhnya untuk pembangunan rumah, karena di dalamnya termasuk untuk alokasi pembangunan kembali sejumlah infrastruktur umum lainnya,” terang Sekda.
Dana BPJS disebut sebanyak Rp 18 miliar, padahal Rp 8,8 miliar. Dari anggaran itu, pemerintah membayarkan setiap bulan sesuai dengan tagihan diajukan BPJS dan itupun langsung ditransfer ke rekening BPJS.
“Paling telat setiap bulan itu ditransfer tanggal 5. Setiap bulannya juga, jumlah yang ditransfer bervariasi, tergantung dari jumlah tagihan diajukan BPJS,” ujarnya.
Ditegaskannya, pemerintah membayarnya bukan sesuai keinginan pemerintah tetapi sesuai jumlah tagihan diajukan BPJS atas pelayanan kesehatan diberikan pada masyarakat.
Ketiga kaitan dengan tudingan korupsi anggaran pembangunan Masjid Agung Al Muwahhidin sebesar Rp 10 miliar. Bagaimana bisa di korupsi sementara lelang untuk pembangunannya saja belum dilakukan.
Pemerintah Kota belum mencairkan anggaran Rp 10 miliar tersebut, karena sampai saat ini masih belum tuntaskanya penyelesaian administrasi antara Yayasan Masjid Agung Al-Muwahiddin dengan Pemerintah Kota Bima. Itu pun sesuai petunjuk dan arahan disampaikan oleh BPKP.
“Jadi, bagaimana mau dibilang korupsi, sementara anggarannya saja sampai saat inu belum dicairkan, bahkan belum ditender, audit juga belum,” ujarnya.
Selanjutnya mengenai adanya jual beli jabatan di Pemerintah Kota Bima. Sekda berkali-kali memberikan penegasan, bahwa bapak Walikota Bima di setiap kesempatan selalu memberikan penegasan, tidak ada jual beli jabatan. Bahkan Walikota Bima secara tegas mengatakan siap melepaskan jabatan apabila melakukan hal-hal yang berkaitan dengan jual beli jabatan.
Lalu soal korupsi pengadaan Al Quran, Sekda kembali menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bima terakhir pengadaan Al Quran pada tahun 2000. Setelah itu, pemerintah tidak pernah lagi melakukan pengadaan Al Quran.
“Jadi sekali lagi kami tegaskan, demonstrasi Walikota Bima di KPK Itu datanya tidak benar,” tutupnya. (DED)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.