Kota Bima, Bimakini.- Sepertinya agenda Wali Kota Bima, H Muhammad Lutfi, SE untuk membangun sarana dan prasarana pendukung wisata budaya sepertinya terhambat. Pasalnya, anggaran untuk itu dicoret oleh TAPD.
Seperti pengembangan Kampung Wisata Budaya di Kelurahan Ntobo, Pujasera di Pasar Penaraga dan PLUT. Padahal sebelumnya sudah menggandeng beberapa perguruan tinggi swasta di Kota Bima untuk perencanaannya.
Kepala Diskoperindag Kota Bima, A Haris, SE, mengakui penghapusan anggaran tersebut. Padahal sudah mengusulkan rencana program tersebut untuk tahun ini. Tapi di tengah jalan rencana anggaran Rp 1,2 miliar dihapus. Alasannya menyesuaikan dengan kondisi keuangan.
“Kami sudah usulkan sesuai rencana kepala daerah, tapi mata anggaran tersebut hilang ditengah jalan,” ujarnya diruang kerjanya, Selasa.
Diungkapkannya, program tersebut memberikan banyak dampak positif bagi warga. Terutama dalam peningkatan ekonomi dan pemberdayaan warga.
Seperti pembangunan Pujasera, itu merupakan kebutuhan bagi warga. Sebab di wilayah Timur belum ada terbagun tempat makan dan nongkrong yang nyaman.
Dipilihnya pasar Penaraga bukan tanpa alasan, karena Penaraga sudah bayak UKM bergerak di bidang kuliner, dan sekaligus bagaimana menghidupkan kembali kawasan tersebut kedepan agar bisa menjadi sentra ekonomi kreatif.
“Kalau kita bangun disana, pasar ini bisa ramai dari pagi hingga sore. Serta memenuhi apa saja yang menjadi kebutuhan mereka dari sembako hingga lainnya,” tegas Haris.
Tambahnya, bandingkan dengan saat ini, kondisi pasar Penaraga lesu secara geliat ekonominya.
Hal yang sama juga dilakukan di PLUT. Ini untuk menghidupkan kawasan ekonomi cepat tumbuh di Ama Hami. Dengan mengandalakan pemandangan laut dan melibatkan banyak UMKM.
Kemudian untuk desa wisata lanjutnya disana terdapat potensi sangat besar. Yaitu pembuatan tenun secara manual dengan jumlah penenun mencapai ratusan “Ini merupakan konsep pemberdayaan dalam rangka peningkatan ekonomi,” ungkapnya.
Melalui desa wisata kedepannya wisatawan dapat langsung mengakses, melihat langsung proses pembuatan kain dengan cara tenun tradisional. Dengan demikian ekonomi masyarakat akan lebih berkembang pun budaya akan tetap lestari.
Konsep desa wisata merupakan langkah kedepan bagaimana warga akan terus mewariskan budaya dimiliki. Marena didukung dengan pengembangan ekonominya.
Jika tidak didukung, maka semakin hari penenun tradisional akan hilang dan beralih ke pekerjaan lain. Untuk mendukung ini lanjutnya digandeng perguruan tinggi di Bima. “Itu dilakukan karena dalam keterbatasan tenaga di dinas untuk peningkatan SDM penenun,” ujarnya.
Hal ini dilakukan lanjutnya dalam rangka mendukung Kota Bima sebagai daerah transit. Wisatawan yang akan menuju daerah wisata lain bisa betah dengan adanya konsep seperti itu.
“Kita tidak punya sumber daya alam atau wisata alam yang lebih. Jadi salah satunya adalah wisata budaya yang bisa dijual,” pungkasnya. (DED)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.