
Rania Syazwani bersama Penulis.
HARI sudah beranjak siang. Murid Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Kamil Kota Bima, bahkan sudah keluar main. Pagi ini saya ingin memenuhi janji, berjumpa dengan gadis kecil Rania Syazwani. Gadis pembaca puisi kerusakan alam yang menangis sesenggukan. Videonya viral dan ditonton puluhan ribu orang. Berikut Catatan Khas saya, Khairudin M. Ali.
Anak-anak berlarian di luar kelas. Sementara di dalam kelas sebagian masih ada yang duduk di kursi masing-masing. Pagi itu, saya ingin berjumpa dengan Kepala SDIT Insan Kamil Kota Bima, Erni Juhaenah, SP. Tetapi saat saya tiba, para guru dan kepala sekolah, sedang rapat internal. Saya urung masuk menemuinya untuk sekadar sowan. Tujuan utama saya, ingin jumpa dengan salah seorang murid Kelas IVB.
Saya hanya berbincang sebentar dengan staf keuangan, Agus Salim, S.Pd sebelum melangkah ke lantai dua. Tepat di atas ruangan administrasi dan ruang kepala sekolah inilah kelas yang ingin saya tuju. Saya ingin menemui Rania Syazwani, gadis kecil yang videonya viral beberapa pekan lalu.
Tidak sulit menemui Rania. Senyum ustazah Mariani Safitri pun menyambut saya. Rania pun demikian. Saya sempat pangling karena pagi itu dia berkacamata. Kami sebenarnya sudah mengenal, sebab saya adalah ayah dari kawan sekelasnya. Bahkan beberapa waktu yang lalu, ia sudah tahu akan saya wawancara.
Bukan hanya Rania, tetapi ustazah Mira Wijayanti, guru kelasnya, juga kawan-kawannya yang lain pun sudah tahu. Ketika melihat saya, mereka heboh dan mencari Rania. “Mau wawancara Rania?,“ kata Putri, anak saya ketika saya tiba di situ.
Anak-anak yang memang diajarkan akhlak yang baik ini, ramai-ramai menyalami saya. “Rania, ada ayahnya Putri mau wawancara,“ teriak salah satu dari mereka.
Rania terlihat menonjol di antara kawan-kawannya. Gadis kecil ini cantik, juga anggun. Saat menyalami saya, dia mengenakan kacamata. Memangnya Rania sudah pakai kacamata? “Cuma kacamata pelindung saja. Mata Rania masih normal,“ katanya ramah dengan suara pelan tetapi teratur ketika saya mulai ajak mengobrol di sudut kelas.
Saya sengaja membawanya ke tempat yang agak sepi dari kawan-kawannya. Supaya Rania bisa bebas cerita, tanpa malu. Tanpa ada gangguan. Walau baru pertama mengobrol dengan gadis kecil ini, kesan pertama sungguh luar biasa. Anak cerdas yang punya talenta dan cita-cita yang tinggi. “Saya ingin menjadi dokter bedah, supaya bisa membantu sesama yang sedang sakit.“ kata Rania mantap ketika ditanya cita-citanya.
Rania rupanya tumbuh dari keluar yang disiplin. Bukan hanya disiplin, tetapi sangat religius. Papa dan mamanya, sangat memperhatikan kebutuhan dan waktu belajar anak-anaknya. Rania anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Asrarudin dan Fitrianingsih. Kedua orang tua Rania adalah Aparatur Sipil Negara.
Di Rumah, Rania dengan kakaknya Khalisa Zayyana, tidak seperti anak masa kini lainnya yang bebas menonton televisi dan main gadget. Ada jadwal cukup ketat yang mereka harus taati. Ketika adzan berkumandang, Rania dan kakaknya sudah harus langsung berwudlu untuk melaksanakan shalat. Begitu pun malamnya, pukul 21.00 Wita, mereka harus beranjak ke peraduan. “Gak boleh sama papa dan mama. Kami harus matikan televisi dan segera tidur kalau sudah jam sembilan malam,“ ujarnya.
Rania yang pulang sekolah setiap pukul 16.00 Wita, juga punya kegiatan lain di rumah. Selain ikut bimbingan belajar di Primagama, dia juga mengaji. “Rania ikut Bimbel di PG (Primagama). Ambil Bahasa Inggris,“ jelasnya. Bagi Rania, mengambil les Bahasa Inggris adalah penting, karena ia ingin menjadi dokter bedah.
Rania mengaku senang sekali videonya membaca puisi tentang kerusakan hutan ditonton banyak orang, bahkan sampai keluar negeri. “Rania senang sekali. Itu baru pertama sekali Rania baca puisi,“ katanya.
Rania menangis saat membaca puisi itu karena sangat menjiwainya. Itu sesuai dengan arahan papanya, Asrarudin. “Papa bilang sama Rania, kalau baca puisi harus menghayati. Sempat latihan tiga kali di rumah sebelum tampil di depan kelas. Karena menghayati, akhirnya Rania menangis,“ ceritanya.
Video Rania yang diambil oleh ustazah Mira ini, menarik perhatian sebuah LSM lingkungan di Australia, Millenium Kids setelah diposting di beranda Facebook saya pada 11 Desember 2019 lalu. Video ini pun diberi sub tittle dengan Bahasa Inggris. Puisi Rania berisi tentang kerusakan lingkungan akibat keserakahan manusia itu pun, mendunia. Dia sangat menghayati. Dia menggugat sebagai generasi yang punya hak atas lingkungan dan udara yang sehat. Sangat menyentuh, bahkan tidak sedikit yang menangis saat menonton video Rania ini.
Setamat SD nanti, ia berencana melanjutkan sekolah ke Pesantren Abu Hurairah di Lombok. “Cuma mama belum izinkan, terlalu jauh kata mama. Lagi pula papa sama mama kesepian, tidak ada temannya lagi. Kan kakak mau lanjut ke Abu Hurairah tahun ini,“ kata Rania.
Menurut mamanya, Fitrianingsih, Rania adalah anak yang kreatif dan periang, mudah diarahkan dan menyenangkan. Di keluarga besar, Rania selalu menjadi penghibur. “Kalau kami lagi kumpul, ada saja yang bikin kami senang dan tertawa.“ katanya.

Rania foto dengan kawan sekelas dan dua ustazahnya.
Sejak kecil, Rania anak yang penurut dan empati. Kadang sikapnya di luar dugaan mama dan papanya. Rania tidak bisa melihat orang di sekitarnya susah. “Dia suka menabung sisa uang belanjanya. Nah, kalau ada kebutuhannya, dia bisa beli dari tabungannya itu, tanpa minta lagi kepada kami. Hasil tabungannya itu juga sering ia sumbangkan,“ kata Fitrianingsih.
Fitrianingsih menambahkan, kepada dua anaknya telah ditanamkan sikap jujur dan harus punya prinsip terutama rasa kasih sayang terhadap sesama. “Rania penyayang dan memiliki banyak bakat terpendam. Karena anak perempuan, Rania lebih dekat dengan papanya,“ katanya.
Sebagai orang tua, Fitriningsih berharap Rania menjadi anak yang shalehah, dan tercapai semua cita-cita dan harapannya untuk membahagiakan orang tua dan berguna bagi orang lain.
Rania suka menulis dan berenang. Saat ini ia tengah menyelesaikan cerita tentang anak yang shaleh. Kata Rania, tokoh dalam tulisannya itu ada yang bernama Muhammad dan Siti. Muhammad adalah anak yang shaleh yang selalu shalat tepat waktu. “Ketika mendengar adzan, Muhammad langsung berwudlu dan shalat walau ia sedang main. Tetapi Siti itu malas shalat. Banyak alasannya. Kadang dia tidur, kadang main,“ cerita Rania.
Apakah tulisannya sudah selesai? “Sedikit lagi. Tinggal Rania lanjutkan,“ katanya.
Boleh dong tahu apa akhir dari cerita Rania. Sambil tersenyum Rania menyebut Siti akhirnya terpengaruh pada sikap Muhammad yang rajin shalat. “Akhirnya Siti shalat juga, ikut Muhammad yang rajin shalat,“ katanya dengan senyum manis. Dia punya imajinasi yang luas dan jauh.
Saya pun swa foto dengan Rania, gadis cilik yang viral di group-group WhatsApp ini. Dengan wajah ceria, Rania pun berpose dengan saya, sebelum akhirnya foto bersama dengan ustazah dan kawan sekelasnya di depan kelas.
Teruslah belajar dan semangat berjuang Rania. Tetaplah menjadi kebanggaan papa dan mama. Jadilah salah satu kunci yang mengantarkan kedua orang tuamu ke syurga. (KMA)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
