Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Tiga Jam Bersama Aba Umar (1)

Saya bersama H Umar H Abubakar Husain di Bukit Jatiiwangi.

SEPERTI biasa, Ahad saya kerap mengikuti jalan pagi bersama Sahabat HMQ di bukit Jatiwangi. Keliling bukit dengan udara segar, pastilah sehat bagi kesehatan. Begitu juga pada Ahad 19 Januari 2020. Yang spesial kali ini, saya jumpa dengan mantan Wakil Walikota Bima, H Umar H Abubakar Husain. Berikut Catatan Khas saya, Khairudin M. Ali.

Saat ke bukit Jatiwangi pagi itu, saya memutar sepeda. Di tanjakan yang sangat curam itu, saya dilewati oleh sahabat saya, H Rashid Harman. Ia berboncengan dengan istrinya yang menderai sepeda motor. Dia berteriak memberikan dukungan agar saya semangat bisa sampai puncak. Bagi saya sebenarnya, ini bukan pertama kali memutar sepeda ke bukit Jatiwangi. Sudah puluhan kali. Belakangan memang saya kerap mengambil rute ini dengan dua alasan. Pertama karena jalurnya pendek tetapi langsung dapat keringat, dan kedua saya bisa sekalian santai di bukit. Dapat udara segar, tentu sangat sehat bagi kesehatan. Begitu juga dengan pagi itu.
Saya agak telat bergabung dengan jamaah Masjid Terapung Kota Bima untuk jalan mengitari bukit. Saya hanya menumpang sarapan pada Sahabat HMQ. Mantan Walikota Bima, HM Qurais H Abidin itu pun selalu ikut olahraga jalan kaki tiga kali sepekan ini. Usai sarapan, sahabat saya Akhyar H M Nur, wartawan Tempo dan H Rashid mengajak saya jalan menuju puncak bukit yang belum pernah kami lewati sebelumnya. Keren juga, semakin ke atas, semakin luas sudut pandang untuk menikmati indahnya Kota Bima. Di atas, ada sebuah berugak milik warga. Kami bertiga mengobrol banyak hal juga foto-foto di situ.
Puas, kami pun turun. Para sahabat HMQ sudah lebih dahulu bubar. Tinggal saya yang harus jalan ke salaja (pondok) saya yang jaraknya sekitar enam ratus meter. Sebab sepeda saya simpan di sana. Baru sekitar seratus meter berjalan, saya berpapasan dengan sebuah mobil Suzuki Vitara model lama. Mobil itu melambat dan berhenti di depan saya. Suara salam cukup keras dari pengendara. Orangnya begitu familiar. Dia adalah H Umar H Abubakar Husain, mantan Wakil Walikota Bima pertama.
“Saya terlambat. Mana Haji Rashid?,“ sapanya. Saya kemudian diajak naik mobil beliau untuk bersama menemui H Rashid yang masih menunggu istrinya. Pagi itu, kami memang janjian untuk olahraga jalan kaki, bergabung dengan Sahabat HMQ.
Basa-basi sejenak, kami pun putuskan untuk mengobrol di salaja  saya. H Rashid dan istrinya menggunakan sepeda motor, saya dengan Aba Umar, sapaan akrab mantan Wakil Walikota ini, naik mobil.

H Umar H Abubakar Husain sedang diskusi dengan H Rashid.

Pria yang lahir tahun 1948 ini terlihat masih sangat segar dan lincah. Ucapan-ucapannya runut dan detail ketika kami mengobrol lepas. Sekitar pukul 08.49 Wita, H Rashid pamit lebih dahulu. Tinggal saya dengan Aba Umar di salaja berdua. Kami mengobrol banyak hal. Cerita pun mengalir.
Aba Umar menyarankan saya untuk membuat terasering di lahan kebun yang agak miring itu. Supaya lapisan atas tanah tidak tergerus air saat musim hujan. Dia cerita tentang kebunnya di Wawo yang ternyata sudah penuh dengan pohon buah. “Kita bisa beli buah di pasar. Tetapi bahagianya adalah ketika kita tanam sendiri, petik buah dari hasil jerih payah sendiri. Ketika tanaman mulai tumbuh, kita senang. Ketika mulai berbunga, kita senang, ketika berbuah juga kita sangat bahagia. Apalagi saat kita nikmati buahnya. Itu yang mahal, beda dengan di pasar,“ katanya.
Saya dan istri pernah diam-diam berkunjung ke kebun Aba Umar di Wawo sekitar tahun 2007. Setelah masuk dalam kebun yang dijaga warga Wawo itu, baru saya telepon minta izin. “Mohon izin saya sama nyonya sedang di kebun Aba Umar di Wawo.“ kata saya saat itu.
Ternyata setelah bertahun-tahun sejak saya kunjungi, kebun itu menurutnya sudah ditanami dengan aneka pohon seperti durian, apel, alpukat, rambutan, dan aneka buah lainnya. “Semuanya sudah berbuah dan sudah saya nikmati. Rasanya bahagia dan itu yang membuat kita sehat. Bahkan tukang kebun sudah berhaji dengan hasil mengelola kebun itu,“ ujarnya senang.
Saya sempat kaget ketika Aba Umar menyebut apel. “Saya sempat petik dan makan buahnya. Dari 15 pohon apel yang saya tanam, hanya bertahan empat pohon yang hidup dan berbuah. Sayangnya tidak bertahan juga. Semuanya mati karena salah perlakuan. Merawat pohon apel ada caranya sendiri,“ katanya.
Aba Umar merintis kebun di Wawo itu pada saat menjadi camat Wawo pada periode 1995-1998. Dalam tiga tahun itu, banyak hal yang telah dilakukan. Selain pembangunan fisik, adalah pembangunan manusia. “Kebiasaan masyarakat merusak hutan saat itu masih terjadi. Saya ingin memberikan contoh bahwa berkebun lebih baik dan menguntungkan daripada merusak hutan,“ jelasnya.
Bukan hanya tindakan persuasif, tindakan represif pun pernah ia lakukan untuk menghentikan kebiasaan masyarakat merusak hutan. “Saya pernah penjarakan empat warga di sana. Cuma saya minta hukumannya tidak berat, cukup dua bulan saja. Selama dihukum, anak istrinya saya jamin. Alhamdulillah ada efek jera, yang lain takut dan tidak lagi merusak hutan,“ kenangnya.
Kebiasaan ngoho (membabat hutan) dia hentikan. Sebanyak 114 warga yang telah menempati lahan-lahan, dia serta dalam program Transmigrasi Swadaya Mandiri. Mereka dibangunkan rumah semi permanen oleh UPT Transmigrasi. Lahannya pun diusahakan mendapatkan keringanan biaya sertifikat.
Bagi Aba Umar, menjadi aparatur negara adalah pengabdian. Dia melakukannya dengan sepenuh hati. Selalu mencari terobosan. Banyak hal yang dilakukan untuk menata pemerintahan di semua level yang pernah dia tempati. “Jabatan saya dimulai dari Sub Bagian Tata Kota, berakhir sebagai Wakil Walikota.“ katanya.
Bagaimana perjalanan karir dan sepak terjang Aba Umar selama mengabdi sebagai aparatur sipil negara, silakan ikuti Catatan Khas saya selanjutnya setelah mengobrol lebih dari tiga jam lamanya. (KMA/bersambung)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Ke Jeddah saat Menunggu Kembali ke Tanah Air ‘’USAI makan siang, kami menunggu bus yang akan mengantarkan ke Jeddah. Kami menunggu di pelataran hotel...

CATATAN KHAS KMA

Tur ziarah ke Kota Thaif HARI ke delapan, di tanah suci, rombongan jamaah umroh kami mengikuti program tur ziarah ke kota Thaif. Berikut lanjutan...

CATATAN KHAS KMA

Umroh ke Dua SELEPAS holat subuh berjamaah di masjidil haram, sekitar pukul 10.00 pagi, kami menaiki bus yang mengatar kami ke lokasi Miqat di...

CATATAN KHAS KMA

Rutinitas Ibadah di Masjidil Haram RANGKAIAN ibadah umroh wajib telah berakhir. Itu cukup menguras tenaga, karena proses Tawaf dan Sa’i yang diakhiri Tahalul yang...

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...