Connect with us

Ketik yang Anda cari

Hukum & Kriminal

Tiga Pejuang Lingkungan di Wawo Ditahan, Hukum Tumpul ke Bawah 

Kota Bima, Bimakini.- Tiga pejuang lingkungan di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, kini mendekam di balik jeru jeruji besi. Penahanan mereka sebagai buntut penolakan digarapnya kawasan hutan tutupan oleh Kelompok Mata Air Sambu Indah, tahun 2019.

Konon kelompok itu adalah hasil kemitraan KPH. Saat aksi penolakan penggarapan kawasan hutan itu, mereka dilaporkan, karena dianggap merusak pagar lahan yang digarap.

Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Kabupaten Bima, Adiman Husain mengatakan, tidak hanya ditahan, mereka ditetapkan menjadi tersangka oleh Polres Bima Kota. Ketiganya masing-masing Ketua Karang Taruna Desa Maria, Muhlis, Firman, Korlap aksi dan Syarif. Mereka dilaporkan oleh  Kelompok Mata Air Sambu Indah atas dugaan pengerusakan pagar hutan kemitraan.

Menyikapi itu, Pemerintah Kecamatan Wawo, Pemerintah Desa dan para tokoh di Kecamatan Wawo, Senin malam (23/03) menggelar pertemuan di Aula Kantor Desa Maria. Mereka siap menjadi jaminan agar pihak kepolisian menangguhkan penahanan mereka.

Kata Admina, proses hukum yang dijalani oleh ketiga aktivis ini merupakan wujud penegakan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

“Pelaku pengerusakan hutan dibiarkan sementara kelompok yang peduli dikriminalisasi,” sesalnya, Selasa (24/3).

Menurut Adiman, jika dilihat secara utuh, gerakan yang dibangun oleh masyarakat dan mahasiswa di Kecamatan Wawo saat melakukan unjuk rasa merupakan wujud nyata kepedulian terhadap kondisi hutan. Karena tidak boleh ada alih fungsi lahan hutan menjadi areal berladang.

“Di hutan Oi Sambu sudah ada pemagaran dan pembabatan di beberapa bagian oleh kelompok dan itulah dasar penolakan oleh masyarakat di Wawo,” ungkapnya.

Hutan Oi Sambu sambung Adiman, berada di bawah kaki gunung. Terdapat mata air sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar, yang telah menempati daerah itu berpuluh tahun lamanya. Juga terdapat sawah yang dikelola selama tiga kali setahun.

“Hari ini bisa dilihat oleh kelompok kemitraan sawah sudah beralih fungsi menjadi kolam ikan dan tidak berfungsi,” sentilnya.

Di samping itu, dari segi sejarah keberadaan hutan tempat berlangsungnya kegiatan ini oleh masyarakat setempat merupakan hutan adat. Karena di puncak gunung terdapat makam (kuburan), juga bekas perkampungan yang menurut cerita bahwa di sanalah orang Maria datang.

“Dengan banyak alasan baik dari segi keberlangsungan hutan maupun sejarah hutan tersebut, menjadi dasar penolakan masyarakat Wawo,” tegasnya.

Terlebih dari hasil penelusuran kelompok yang mengelola hutan tersebut, keberadaanya tidak diketahui oleh pemerintah desa karena tidak teregitrasi di Desa Maria.

“Kami minta, baik kelompok maupun KPH selaku pihak terkait, jangan karena kepentingan kelompok mengorbankan kepentingan banyak orang,” pintanya. (DED)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Wakil Wali Kota (Wawali) Bima Feri Sofiyan, SH membuka secara resmi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Sumber Daya Alam Mineral dan...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- Penahanan tiga aktivis lingkungan asal Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, karena kasus pengrusakan. Bukan karena aksi demo yang dilakukan ketiganya. Hal itu...