SUKSES itu tidak seperti makan. Semua sudah tersedia di meja, tinggal disendok. Sukses itu tidak datang sendiri. Sehingga setiap orang tinggal menunggu dia datang. Sukses juga bukanlah barang yang bisa dibeli sehingga setiap pemilik uang, bisa memperoleh dengan mudah. Sukses itu harus diperjuangkan. Hanya mereka yang gigih, pekerja keras, pintar melihat peluang, dan disiplin, yang bisa meraihnya.
Hal itulah yang bisa saya petik dari kisah sukses tamu pilihan untuk Catatan Khas saya, Khairudin M. ALI, kali ini. Dia adalah seorang pelaku bisnis di Kota Bima, Muhammad Ridha Ulhaq. Pria flamboyan yang lahir di Surabaya pada 25 Desember 1985 ini terbilang cukup sukses dalam bisnisnya.
Ulhaq adalah bos toko seluler terbesar di Nusa Tenggara, Duta Cellular. Omzet penjualan yang sangat sukses, membuat dia menjadi leader untuk dua provinsi., NTB dan NTT. Ini menurut saya merupakan capaian yang luar biasa. Apalagi pusat bisnisnya hanya di Kota Bima, kota kecil yang bukan ibukota provinsi.
Jika dibandingkan dengan banyak toko seluler di NTB maupun NTT, Duta Cell terbilang pendatang baru. Memulai buka toko pada 2013 lalu, kini sudah memiliki tiga toko di Kota Bima. Ulhaq baru saja membuka tokonya yang ketiga, pada April 2020. Di toko baru, dia tidak hanya menjual handphone. Ulhaq telah melebarkan sayapnya dengan menjual barang-barang elektronik kebutuhan rumah tangga.
Sukses Ulhaq tidak diperolehnya dari fasilitas orang tua. Walau ayahnya Abdul Azis Ali pernah menjadi pimpinan cabang sebuah bank. Dia sama sekali tidak berminat menggunakan uang bank untuk usahanya. Semuanya dimulai dari nol. ”Sebagai anak pimpinan cabang sebuah bank BUMN, kami dapat fasilitas hebat di Surabaya. Mobil kantor saja ada tiga. Satu untuk antar jemput kami sebagai anak, satu untuk antar jemput ibu, dan satunya lagi untuk ayah,” katanya.
Hidup seperti roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Nah meyakini akan hukum alam seperti itu, Ulhaq yang masih menempuh pendidikan di sekolah menengah saat itu, tidak ingin manja, apalagi jumawa. Kedua orang tua juga mendidik untuk mandiri. “Dua saudara saya akhirnya kerja di bank juga seperti ayah. Hanya saya yang memilih merintis usaha mandiri, ” kata Ulhaq saat ngobrol dengan saya di Bukit Jatiwangi, Sabtu.
Ulhaq, lahir dan besar di Surabaya. Kedua orang tua berasal dari Bima. “Saya mengerti bahasa Bima karena orang tua di rumah pakai bahasa Bima,” katanya.
Merintis usaha, modal dari nyambi bekerja di toko ATK pada 2005. Saat itu Ulhaq remaja baru tamat SMA Hang Tuah Surabaya. Sambil kuliah, dia bekerja sekaligus mulai usaha. Gajinya dia kumpulkan untuk menyewa los di sebuah mall di Surabaya. “Saya buka gerai aksesoris handphone. Belum ada modal untuk jualan handpone,” kisah Ulhaq.
Karena dia sendiri bekerja, gerai yang diberi nama Bulan Cell itu diurus oleh adik dan kakaknya sebelum mereka kerja di bank. Seiring berjalannya waktu, Ulhaq yang awalnya tukang pengiriman barang, karirnya pun terus naik juga. Gaji pun lumayan dan selalu disisihkan untuk menambah modal usaha gerainya. Dia pun belajar dari semua proses yang dialaminya saat bekerja. Kuliahnya di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Surabaya mulai keteteran karena sulit membagi waktu. Kuliah pun pindah-pindah supaya sesuai dengan waktu kerja. Saat itu, ayahnya sudah memasuki masa pensiun.
Kendati waktu begitu sulit dibagi, Ulhaq masih sempat menjadi orang yang dipercaya untuk membelikan barang sebuah toko elektronik di Bima. Omzet pembeliannya bisa sampai Rp 2 miliar sebulan. “Saya memperoleh bonus 1 persen dari total belanja. Lumayan, saya sampai bisa beli mobil untuk memperlancar kegiatan, selain untuk terus menambah modal usaha,” tuturnya.
Modal berharganya adalah kepercayaan. Ulhaq yakin, kepercayaan dan kejujuran, memudahkan semuanya. Sulit orang percaya untuk belanja nilainya sampai miliaran kalau tidak ada kejujuran. “Kejujuran itu juga adalah modal yang sama pentingnya dengan uang,” ujarnya.
Di Surabaya, Ulhaq berhasil menemukan toko elektornik dengan harganya paling murah. “Saya survei harga itu cukup lama. Saya pakai motor, makanya kepala saya plontos mungkin karena panas pakai helm,” selorohnya meraba kepala plontosnya sambil tersenyum.
Ulhaq berjodoh dengan wanita Bima juga. Mereka jumpa di Surabaya, ketika sering mengirim barang di ekspedisi Duta Ekspres. Nadia, nama gadis yang disunting saat itu, adalah keponakan dari bos Duta Ekspres. Orang tua Nadia di Bima adalah bos toko Duta Ban. Ternyata nama Duta Cell adalah diadopsi dari group Duta, merek dagang keluarga istri.
Bulan Cell di Surabaya masih berjalan sampai saat ini. Dikelola oleh sang ayah. Pensiunan pimpinan bank itu, butuh waktu 40 menit menuju ke tokonya dengan motor. Setiap hari. “Saya ajak tinggal di Bima, orang tua saya tidak mau. Mereka lebih senang urus toko di sana,” tambah Ulhaq yang kini sudah menjadi tulang punggung keluarga.
Sukses di Bima
Mulai merintis usaha di Bima, didukung juga oleh mertua. Mereka ingin anak perempuannya itu juga dekat dengan mereka, apalagi sudah ada cucu. Sang mertua kebetulan punya toko yang baru dibangun. Itulah toko Duta Cell pertama di Jalan Soekarno-Hatta. “Untuk mebel toko sebesar itu, saya habiskan uang ratusan juta. Habis semua saya jual. Mobil dan tabungan dikuras semua. Termasuk buat modal,” katanya.
Sukses toko pertama, Duta Cell membeli dan membangun toko baru di Jalan Gajah Mada pada 2017. Pada 2020 ini, dibangun lagi toko yang cukup luas di jalan utama Kota Bima. Tempat itu dibeli dengan harga Rp3 miliar. Semuanya dibangun baru. Di toko yang baru, Ulhaq bukan hanya menjual handphone, tetapi juga barang elektronik rumah tangga. Untuk ukuran Kota Bima, toko ini termasuk besar, isinya pun komplit.
Apa kunci suksesnya? Ulhaq yang ditemani Muhammad Mutlak dari Oppo, menyebut bahwa bisnis harus sejalan dengan hobi. Baginya, bisnis yang tidak sejalan dengan kegemaran, membuat kita tidak total. Makanya bagi para pemula, identifikasi kebutuhan pasar dan sesuaikan dengan minat sendiri.
Hal lain, menurut Ulhaq adalah jangan cepat menyerah dan teruslah berdoa. Jangan lupa pula bahwa ada hak orang lain dalam sukses itu yang harus ditunaikan. Peran keluarga terutama istri, bagi Ulhaq juga sangat vital dalam membangun bisnis.
Apa yang membedakan Duta Cell dengan toko serupa sehingga sukses dan unggul se Nusa Tenggara? “Kami rajin promo. Duta Cell selalu memasang iklan di radio. Ini penting untuk menguatkan brand kita,” katanya.
Muhammad Mutlak dari Oppo mengakui strategi Duta Cell ini jarang dilakukan oleh kompetitor. “Brand Duta Cell makin kuat. Sehingga setiap orang mau beli handphone, mikirnya ke Duta Cell, karena promosinya gencar,” tambah Med, sapaan akrabnya. Bagaimana menurut Anda? Salam khas! (KMA).
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.