Oleh: Nathan. R.A

Petani Donggo – Soromandi Desak Pemda Stabilkan Harga Jagung
AKSI demo menuntut kenaikan harga jagung yang dilakukan oleh Laskar Tani Donggo Soromandi di depan kantor Bupati Bima berakhir ricuh (02/06/2020). Aksi massa meminta Bupati agar menemui mereka, tetapi setelah menunggu lama permintaan itu tidak kunjung dipenuhi. Adu mulut pun terjadi antara pendemo dengan pihak keamanan setelah aksi massa mendorong pagar kantor Bupati Bima. Demo tersebut diinisiasi oleh kelompok tani dan mahasiswa yang geram dengan ketidakstabilan harga jagung yang ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Bima dan Provinsi NTB.
Ketidakstabilan harga beras, jagung dan bawang di wilayah Nusa Tenggara Barat, khususnya Kabupaten Bima bukanlah hal baru. Pergantian kekuasaan baik di level pemerintah daerah maupun di level Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai belum mampu memainkan peran yang strategis dalam mengatur harga pasar untuk ketiga komoditi pangan yang menjadi sumber penghidupan rakyat tani di Kabupaten Bima tersebut. Ketidakmampuan tersebut tentu saja dirasakan oleh para tani di lapangan. Para tengkulak hilir mudik mengambil hasil panen dengan harga murah. Dimana pemerintah ? Mereka menutup mata dan telinga dari derita kaum tani. Mereka sedikitpun tidak punya inisiatif untuk mempermudah laju pertanian di tanah sendiri. Tanah yang orang orangnya mereka berikan janji manis saat pemilu. Justru mereka terlihat gamblang mempersulit petani lewat distribusi pupuk yang tidak transparan.
Petani Melawan
Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan. (Pramoedya Ananta Toer)
Aksi massa hari ini merupakan suatu bukti bahwa Kaum Tani tidak tinggal diam saat mengetahui hak haknya tidak dipenuhi oleh pemerintah daerah. Bahkan ketika kaum tani mengharapkan dialog dan audensi dengan Bupati yang mereka pilih, bukannya dibukakan pintu dan diajak duduk bermusyawarah, tetapi mereka justru digiring untuk bergaduh dengan Satpol PP dan Kepolisian. Satpol PP dan kepolisian dengan jumawanya menyemprotkan gas air mata ke arah massa aksi. Sebuah upaya yang cukup pongah dalam menertibkan massa. Adakah bukti sepanjang sejarah kehidupan umat manusia, bahwa penertiban semacam itu berhasil menyelesaikan masalah ? Saya pikir tidak, dendam Kaum Tani atas hak haknya yang dirampas akan beranak pinak dan menjadi tulah bagi pemerintah dan kroninya.
Perlawanan kaum tani hari ini adalah sinyal bagi pemerintah daerah. Rakyat yang juga terdiri dari Kaum Tani tidak akan tinggal diam dengan sifat acuh tak acuh Pemerintah. Penentuan standar oprasional harga dagang sudah seharusnya melibatkan kaum tani. Entah dalam bentuk sosialisasi ataupun program apapun yang bersifat konstruktif bagi rakyat. Aksi represif Satpol PP dan Kepolisian pada aksi demo hari ini menunjukkan tidak adanya itikad baik dari Bupati Bima dan pihak terkait terhadap keberlangsungan kesejahteraan kaum tani.
Sebuah Pengharapan
Kaum Tani dengan kerelaan hati mempercayakan tampuk kepemimpinan kepada Bupati Bima saat ini. Sudah seharusnyalah Bupati terbuka dan bergandeng tangan dengan Kaum Tani demi tercapainya kesejahteraan. Pemerintah harus punya sensitivitas dalam membuat kebijakan. kebijakan – kebijakan yang tidak substansial maupun sikap apatis pemerintah daerah terkait agraria (pertanian) di Kabupaten Bima sangat berpotensi memarginalkan dan memiskinkan kaum tani. Kebijakan pertanian harus memiliki ideal moral yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Jika peran petani dimarginalkan, bahkan diusir dalam ruang – ruang pengambilan keputusan terkait pertanian, maka dari siapa pemerintah bisa mensejahterakam rakyatnya kalau bukan dari tangan – tangan tulus para kaum tani. (*)
Penulis adalah Aktivis Forum Keluarga Mahasiswa Bima-Dompu Yogyakarta
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
