Bima, Bimakini.- Semenjak mendapat intimidasi dari PT Sanggar Agro untuk kembali keluar dari lahan yang diklaim, warga Oi Katupa Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima melapor ke Presiden Joko Widodo serta ke DPR RI sejak awal tahun 2020.
Opsi mereka untuk melaporkan masalah tersebut ke pusat, lantaran warga Oi Katupa telah membaca gelagat dan sikap Pemerintah Kabupaten Bima dan DPRD Bima jika melaporkan ke tingkat lokal saja.
“Pasti akan ngendap begitu juga seperti kasus sebelumnya. Bayangkan saja dulu tiga bulan lamanya kami demo hingga menginap disana, tidak ada jalan keluar sesuai tuntunan kami,” ujar perwakilan warga, Faridah.
Laporannya menuju orang nomor satu di Indonesia yakni presiden dan DPR RI tersebut, sudah dilakukan warga sejak beberapa bulan lalu hingga melakukan hearing atau dengar pendapat dengan komisi dua DPR RI.
“Karena kendala Korona ini saja makanya ditunda pembahasannya oleh dewan presiden. Semoga pandemi ini segera berakhir dan ada jalan keluar,” tegas Faridah dan puluhan warga lainnya.
Saat mengadukan masalah penyerobotan lahan oleh PT Sanggar Agro ini, warga mengaku rela bertahan di Ibu Kota tersebut selama beberapa pekan lamanya hingga akhirnya bertemu langsung dengan yang berwenang.
Selain mengadukan masalah yang dihadapi mereka, warga juga mendesak presiden dan DPR RI agar menghentikan izin PT Sanggar Agro agar segera hengkang dari wilayah Tambora.
“Toh juga tidak ada mamfaat bagi kita keberadaan PT Sanggar Agro ini. Malah kita tersiksa dan terus mendapat ancaman dan intimidasi. Lebih baik mereka memang keluar dari sini,” ucap mereka berkali-kali dengan nada emosi.
Kelakuan PT Sanggar Agro yang membuat mereka murka belakangan ini, sudah memagari lahan yang diklaim mereka meskipun lahan tersebut tengah ditanami warga untuk bercocok tanam.
“Ini coba lihat, sudah mereka pagar dan hanya disisakan dua sampai tiga meter saja untuk warga. Kejam sekali, padahal kita lagi mencari makan,” sesal ratusan warga tersebut.
Padahal diakui warga, sesuai janji Pemda Bima yang memberikan hak mereka sesuai tuntunannya saat melakukan aksi unjuk rasa 4 tahun silam, meski jauh dari harapan mereka hingga kini sama sekali tidak mendapatkannya.
“Seperti jatah 300 hektare sampai sekarang belum kita terima. Apalagi nikmati. Malah sekarang kita mau diusir kembali dan terus diancam,” ujarnya mereka dengan nada kesal.
Sedianya diulas warga sekitar, dalam setahun warga Desa Oi Katupa bisa tiga kali bercocok tanam. Tak pelak mereka benar-benar menggantungkan hidup dari lahan yang diklaim PT Sanggar Agro.
“Kalau digusur, kemana kami warga ini akan mencari makan,” tanya warga lainnya.
Warga menyebutkan, ada sekitar 480 kepala keluarga yang memiliki lahan di kawasan itu. Karena tidak tahan dengan intimidasi perusahaan, beberapa di antaranya bahkan terpaksa kembali ke daerah asal di sejumlah daerah di Kabupaten Bima.
“Seperti kembali ke Wera, Donggo dan lainnya. Padahal kita ini sudah tinggal sejak tahun 1985,” keluhnya.
Padahal diakui warga sekitar, sejak adanya perusahaan tersebut tidak ada infrastruktur yang terbangun di Desa Oi Katupa. Bahkan pengairan di desa tersebut sudah dikuasai oleh PT Sanggar Agro.
“DAM yang dibangun saja itu dikuasai oleh perusahaan tersebut. Bahkan masjid kita tidak dialiri air sama sekali. Kami benar-benar kekurangan ain. Namanya aja Oi Katupa, tapi tidak ada io (air, red) sama sekali,” terangnya.
Saat ini juga ungkap warga lain bernama Mansyur, lahan miliknya sudah di pagar duri oleh PT Sanggar Agro. Sisanya hanya diberikan sekitar 20 meter yang berada di pinggir jalan. “Hasil tanam kami masih ada di dalam lahan itu, tapi lahan kami sudah dipagar. Kami diusir dari tanah kami sendiri,” tuturnya.
Untuk itu, Dia berharap agar kabar yang disampaikan ini bisa didengarkan oleh semua pihak termasuk DPR dan Presiden. Agar lahan yang mereka kelola sejak tahun 1985 dan memiliki SPPT tersebut bisa dimanfaatkan untuk hidup yang lebih baik. (IKR)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.