Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

ISOLASI

Testimoni oleh Cukup Wibowo

 

Oleh : Cukup Wibowo

Bila mengingat kembali saat menjalani “isolasi” rasanya bukan pada ketidaknyamanannya yang menarik untuk diceritakan, karena isolasi dalam urusan apapun memang tidak pernah bikin nyaman. Bayangkan, sendiri dalam ruang tanpa pendampingan pastilah tak bikin nyaman. Terlebih itu dilakukan pada saat tubuh dalam keadaan tak sehat dengan kesakitan yang amat khas: lunglai, mulut pahit dan sedikit kedap rasa setelah melewati fase awal dirajam oleh Corona Virus Desease 2019 (Covid-19). Bukankah pada situasi seperti itu pendampingan justru diperlukan? Tapi nyatanya tidak. Karena dalam tubuh yang tak berdaya ternyata masih juga harus menanggung beban kenyataan: *harus dijauhi karena berpotensi menularkan virus!*

Isolasi, bagi saya yang pernah menjalaninya, akan terasa berkurang ketidaknyamannya bila sejak awal pikiran dan perasaan bisa diajak menerima. Penolakan (resistensi) hanya akan membuat diri kita makin tersiksa. Tak hanya seperti dipenjara, tapi juga keberartian kita benar-benar dinihilkan dengan dalam keadaan sakit pun kita senyatanya tak digubris kecuali oleh kepentingan medis yang memang harus kita jalani. Maka dalam pilihan yang tak tersedia banyak, pilihan untuk berdamai dengan keadaan adalah jalan yang terbaik. Kecengengan, kemanjaan, dan perasaan bahwa diri adalah seseorang yang penting harus dienyahkan dari pikiran. Makin tersadari, dalam keadaan seperti ini ternyata terbiasa dalam pikiran yang sederhana, hati yang ikhlas, dan tak neko-neko justru sangat membantu. Karena hati yang ikhlas membuat segalanya jadi terasa mudah.

Memang tak semua pasien bergejala sama tapi pada kesakitan yang ditimbulkan oleh Covid-19 seperti yang pernah saya rasakan adalah pada demam yang sesekali disertai kenyerian di wilayah seputar dada. Batuk yang menyiksa dan hilangnya nafsu makan. Kata seorang kawan saat saya ceritakan tentang apa yang saya rasakan, “Ah itu sih tak beda dengan flu biasa. Dimana kengeriannya?” timpalnya dengan nada tanya tapi ringan sekali disampaikan. Demam yang disertai kenyerian itu hal lumrah, dan semua orang rasanya pernah mengalami Ya, semua orang yang mengalami demam akan berasa begitu. Batuk yang terus menerus memang patut untuk mendapat pemeriksaan, tapi itu sebenarnya juga dalam kategori wajar. So, what gitu loh!

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ya, oleh pengalaman yang saya alami memang saya setuju untuk menyederhanakan pikiran yang semula berisi ketakutan, paranoid, dan sekaligus kepanikan dengan menebalkan kalimat : “So What, Gitu Loh!” Itu membuat segalanya jadi ringan. Isolasi yang semula terstigmakan dengan begitu seramnya akan menjadi ringan di pikiran. Positif Covid-19 yang semula begitu mengerikan oleh bayang-bayang kematian yang penguburannya harus mengikuti protokol kesehatan menjadi cair dan meleleh setelah pikiran menggantinya dengan semuanya sudah diatur olehNya. Semua penyakit itu sesungguhnya bisa disembuhkan karena setiap penyakit memang ada obat penyembuhnya. Tak usah berlebihan berpikir tentang mati karena kematian itu sudah jelas jadwalnya dari Tuhan. Dan ternyata hasilnya memang sungguh menakjubkan ketika kita berhasil mengafirmasi pikiran kita dengan hal-hal positif dan kemudahan yang banyak terbukti nyata. Ketika setiap kesulitan kita ubah menjadi kemudahan tak ada lagi alasan untuk cemas, panik dan sebagainya. Maka benarlah kawan tadi, so what gitu loh!

Kita harus terus membangun kepercayaan diri karena cara itu efektif untuk membuat kita memiliki kesanggupan. Tapi kepercayaan diri yang paripurna adalah kuatnya kenyakinan bahwa kita insyaallah selalu bisa karena memang ada Allah yang selalu bersama kita. Tak ada kehebatan yang bisa muncul dari ruang tersembunyi yang bernama ruang isolasi bila Allah tak menitipkan kehebatan itu pada kita. “Lā haula wa lā quwwata illā billāhil ‘aliyyil azhīmi“. (Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung).

Insyaallah tak ada yang sulit bila oleh kehendakNya semua yang sulit diubah menjadi kemudahan yang tak memerlukan banyak waktu.

*Ruang Kontemplasi, Minggu 19 Juli 2020

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

Dompu, Bimakini. – Guna memastikan pasien terpapar Coronavirus Disease 20219 (Covid-19) dirawat dan dilayani dengan baik dan sesuai standar operasional dan prosedur (SOP). Bupati...

Opini

Catatan Cukup Wibowo   Tak ada keadaan yang baik bisa dihasilkan oleh tindakan yang buruk. Ungkapan ini seakan menjadi rumusan tindakan bagi siapa saja...

Opini

Catatan Cukup Wibowo   Hanya karena rindu yang kuat maka segala yang tak indah di awal akan menjadi terasa indahnya di kemudian waktu. Karena...

Opini

Catatan Kontemplatif Cukup Wibowo   Tak ada yang permanen dalam hidup ini. Begitu halnya dengan apa yang kita alami atas suka dan dukanya hidup....

Opini

Oleh: Cukup Wibowo   Setelah saya sebagai bapaknya dinyatakan positif Covid-19 (6/7), kemudian adiknya Paras (8/7), kini Pandhu, sulung di keluarga kami menyusul dinyatakan...