Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Mengalami Covid Itu Bukan Aib

Oleh: Cukup Wibowo

Cukup Wibowo, saat menjalani peratawan sebagai pasien Covid19 di ruang isolasi RSUD Mataram.

Mungkin karena saya sedang mengalami apa yang tak sedang dialami oleh sebagian besar lainnya, maka bisa saya katakan bahwa didera oleh covid-19 itu rasanya biasa saja. Kalaupun harus saya lukiskan, perasaan tubuh hanya sedang tak nyaman. Apakah didera DB, Malaria, dan Typhus lebih baik rasanya? Tubuh yang sakit, bahkan untuk hal semacam sakit gigi pun akan terasa tak enak bagi yang mengalaminya.

Kengerian dalam hal apapun sering secara berlebihan menerpa pikiran yang tak mengalami. Terhadap hantu, justru mereka yang tak pernah menjumpainya akan jauh merasa ngeri oleh fantasinya sendiri dibanding fakta yang justru tak pernah mereka jumpai. Kengerian itu makin tumbuh kuat bila ruang fantasi kita biarkan terus melebar memenuhi kecemasan diri sendiri.

Saya tahu bahwa menceritakan sesuatu yang masih dianggap aib memang menimbulkan pro dan kontra. Tapi bersikukuh dalam memandang bahwa mengalami covid-19 itu bukanlah aib melainkan realitas yang bisa dialami oleh siapa saja adalah hal yang ingin saya bagi agar memiliki sedikit kebermaknaan terutama yang selama ini pikirannya hanya diisi oleh mitos keliru tentang apa itu covid-19.

Siapapun tanpa terkecuali akan memiliki kemungkinan untuk mengalami sakit yang mungkin selama ini tak terbayangkan untuk dialaminya. Sakit itu tak lain adalah siklus yang mutlak dialami oleh tubuh. Ada saat tubuh di puncak kesanggupannnya, ada saat tubuh lunglai tak berdaya di titik nadir ketidaksanggupan.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Seperti lainnya, saya juga mengalami saat dimana tubuh terbiarkan hingga pada titik kecapekan. Dalam kelengahan itulah, potensi penyakit sangat mudah masuk terlebih di tengah pandemi covid-19. Bila saja tubuh terus terjaga tetap fit, rasanya tak ada alasan penyakit akan menyerang tubuh. Tapi itulah yang namanya pengandaian. Kemampuan manusia itu selalu di pengandaian meski keputusan akhirnya selalu di tangan Tuhan. Kita tak bisa hidup dalam pengandaian, kita menjalani hidup ini sudah sesuai dengan ketentuan. Maka yang utama untuk kita lakukan adalah tetap berikhtiar tetapi tetap meyakini bahwa semua ikhtiar kita akan berhadapan dengan ketentuan utama yang bernama keputusan Tuhan.

Jadi covid-19 itu sesungguhnya fase dimana setiap orang berpotensi untuk mengalaminya. Bila seseorang harus mengalami sakit apakah dirinya harus disebut menanggung aib oleh sakitnya itu? Sungguh miris cara berpikir yang begini. Justru dari titik inilah seharusnya komitmen diri untuk menjadi bagian dari komitmen sosial bagi tumbuhnya nilai-nilai kemanusian mutlak diperlukan. Membantu meringankan mereka yang sakit akan berefek balik pada yang bersangkutan bila suatu saat justru dirinya mengalami hal yang sama. (*)

Ruang Isolasi RSUD Mataram, Rabu 8 Juli 2020

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bima, terpaksa menghentikan sementara menerima pasien baru untuk sejumlah ruangan, lantaran kian meningkatnya jumlah para tenaga kesehatan...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Hasil Rapid Test (RDT) 2 warga Desa  Rato Kecamatan Bolo dan 1 orang dinyatakan Positif Covid- 19. Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Tim dari Dikes dan Labkesda Kota Bima melakukan kontak tracking sekaligus melakukan swab antigen pada keluarga dan dan petugas di kediaman...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.-  Jumlah warga Kota Bima yang terpapar positif Covid-19 terus bertambah. Termasuk istri Walikota Bima, Hj Ellya terkonfirmasi positif. Istri Wali Kota...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Berdasarkan data pasien yang masih terkonfirmasi Covid19 di Puskesmas Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima per tanggal 18 Juli Tahun 2021, sebanyak 31 warga....