Oleh: Mustakim, SPd
Secara elektoral dan realitas respon publik bahwa pasangan IMAN tidak beranjak menaik. Konsolidasi dan sosialisasi pasangan IMAN yang sudah cukup lama tidak menunjukan tanda-tanda adanya respon publik yang memadai. Fakta lapangan menunjukan itu.
Sementara pada sisi yang lain harus juga diakui bahwa ada konsistensi PKS mengusung kadernya sendiri tampil dalam pilkada Bima 2020. Pasangan IMAN yang identik dengan PKS, identik dengan simbol Gubernur NTB, sejak awal sudah memangkas kans petahana terhadap partai Hanura yang pada pemilu 2015 terdaftar sebagai salah satu partai koalisi pemenangan petahana.
Upaya pasangan IMAN memangkas kans petahana di partai Hanura seketika mendapatkan legitimasi politik ketika Ketua Hanura wilayah NTB yang meminta pengurus PAC Hanura Kabupaten Bima melakukan pengusungan ulang nama-nama yang diusung dalam pilkada kabupaten Bima 2020. Petahana sangat tidak nyaman dengan manuver politik Ketua Hanura Propinsi NTB ketika itu. Ujung dari drama politik ini berakhir dengan DPP Hanura mengeluarkan surat tugas kepada Herman Edison. Gabungan koalisi PKS-HANURA belum memenuhi syarat mengusung pencalonan pasangan IMAN. Dari situ pasangan IMAN menggaet PDIP. Gabungan PKS, HANURA, PDIP, memastikan pasangan IMAN maju dalam kontestasi pilkada kabupaten Bima 2020.
Menelusuri Alur Logis Jebakan Petahana terhadap Pasangan IMAN
Tampilnya pasangan IMAN dengan menggaet PKS, HANURA, PDIP, secara politik memperkecil potensi peluang SYAFAAD memasuki arena kontestasi pilkada kabupaten Bima 2020. Suka atau tidak bahwa pasangan IMAN menyumbang kontribusi besar terpangkasnya peluang SYAFAAD mendapatkan dukungan HANURA & PDIP. Dua partai ini adalah alternatif lain yang berada dalam skema SYAFAAD bila Nasdem lepas ke petahana. Fakta terkini menunjukan dukungan publik yang kuat kepada pasangan SYAFAAD berbanding terbalik dengan kesulitan pasangan SYAFAAD yang belum menunjukan adanya tanda-tanda dukungan politik yang menggaransi untuk maju dalam pilkada 2020.
Dengan demikian, kehilangan kesempatan pasangan SYAFAAD bertarung dalam pilkada kabupaten Bima 2020 adalah peluang emas bagi petahana untuk memuluskan rencana melanjutkan Bima Ramah dalam periode ke dua. Sementara pasangan SYAFAAD tidak serta merta bermigrasi kepada pasangan IMAN. Posisi politik elektoral dan peluang politik petahana memenangkan pertarungan demikian leluasa dengan semangat oligarkinya. Persis sama ketika lingkaran pendukung IDP mengasosiasikan pasangan IMAN seperti “boneka”. Artinya pasangan IMAN tidak lebih dari barang mainan petahana kendati mengandalkan kekompakan PKS dan simbol besar Gubernur NTB di belakang pasangan IMAN. Psikologi masyarakat Bima secara mayoritas belum terbuka dan lapang menerima Gubernur NTB dengan tangan terbuka akibat sekian janji politik Gubernur NTB belum ditunaikan terhadap masyarakat Bima.
Dengan mudah bisa dibaca bahwa keteguhan pasangan IMAN maju dalam pilkada kabupaten Bima 2020 adalah kenyataan yang memang dikehendaki petahana. Pasangan IMAN tampil dalam pillkada dan pasangan SYAFAAD terlempar dari arena kontestasi adalah dua konteks jebakan politik petahana yang menarik dicermati. Apakah irama politik telah final pada titik ini? Kita tunggu perkembangan dinamika lanjutan yang sarat dengan “kejutan & kegoncangan”. (*)
Penulis adalah Akademisi dan Pemerhati Sosial Politik
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.