Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Memulihkan Kesadaran Budaya Lokal

Oleh: Asikin, S.Pi

 

Keanekaragaman budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia, menjadi keunikan yang sangat membanggakan dimata dunia. Sebagai bangsa yang majemuk, yang terdiri atas beribu-ribu pulau, adat istiadat, bahasa daerah, dan beragam tradisi-tadisi budaya lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah. Muatan-muatan budaya lokal yang telah mengisi sendi-sendi kehidupan akan menambah gairah etnokultural budaya masyarakat semakin meninggi.
Seiring dengan putaran zaman, premis budaya yang berbeda dan majemuk akan sangat resistensi dengan eksistensi budaya itu sendiri, manakala nilai-nilai budaya terus-menerus tergerus oleh budaya-budaya asing. Realitas yang terjadi pada dekade akhir-akhir ini tak bisa dinafikan, kita dipertontonkan oleh pola prilaku generasi sangat jauh dari nilai-nilai budaya ketimuran. Transformasi perubahan pola sikap ini, tentu bukan tanpa sebab, kita bisa melihat secara nyata, bagaimana gempuran budaya asing secara transparan melanda negeri ini melalui chanel-chanel media elektronik, ditambah lagi dengan “era digitalisasi” terutama media sosial. Informasi-informasi secara visual, sangat riskan terhadap pola prilaku masyarakat terutama pelajar.
Apa dampak yang terjadi dari perubahan pola prilaku itu? Sudah tentu banyak kejadian-kejadian yang terekspos di media tentang prilaku generasi yang sangat jauh dari nilai-nilai kearifan budaya; ada kejadian siswa yang memukul guru, bukan hanya sampai tindakan pemukulan, namun lebih dari itu memenjarakan guru. Tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai budaya ini, telah menampar leluhur sebuah bangsa yang dianggap memiliki kesantunan dengan mengedepankan nilai-nilai norma dan etika. Belum lagi, perbuatan-perbuatan asusila yang menghiasi lembaran-lembaran media. Hantaman budaya asing memberikan pengaruh yang besar terhadap pola prilaku generasi. Sungguh miris dan memprihatinkan, kalau tidak diberikan atensi yang serius, bukan mustahil cita-cita luhur dari perjuangan pahlawan bangsa dalam mewujudkan butir-butir yang ada di pancasila, hanya sebatas lips, dan sudah pasti akan rapuh di tengah jalan.
Apakah kita harus pesimistis? tentu tidak, untuk menggelorakan nilai – nilai budaya agar tertanam kuat pada sanubari generasi, yang dewasa ini sudah terpapar budaya-budaya asing, bukanlah sebuah pekerjaan yang dianggap ringan, karena merubah pola kebiasaan yang sudah menjadi candu, membutuhkan sebuah proses. Pertanyaannya, siapa yang terlibat untuk memulihkan kesadaran budaya bagi masyarakat terutama pelajar?
Merujuk kepada UU No 5/2017 tentang “kemajuan kebudayaan”, artinya dalam implementasinya, seperti harapan dalam undang-undang; pemerintah daerah harus menaruh perhatian dalam memajukan kebudayaan; untuk porsi anggaran dalam upaya memajukan bidang kebudayaan harus mendapatkan ruang dan tempat sebagai salah satu bidang untuk dikembangkan dan dipertahankan sebagai Local Wisdom (kearifan lokal).
Bentuk – bentuk nilai dalam Lokal Wisdom (kearifan lokal) itu, bisanya, berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat dan aturan-aturan yang dibuat oleh masyarakat setempat. Termasuk ciri-cirinya antara lain :(1) Mampu bertahan terhadap budaya luar. Juga memiliki kemampuan untuk mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; (2) Mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli; (3) Mempunyai kemampuan mengendalikan diri; dan (4) Mampu memberi arah perkembangan budaya daerah.
Pada setiap masing – masing daerah yang ada di Indonesia, memiliki kultur yang berbeda dengan varian kearifan lokal yang berbeda pula. Ragam kearifan lokal sebagai kekuatan pada dimensi kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dengan menghidupkan budaya-budaya lokal mampu meminimalisir atau setidak-tidaknya mengurangi pengaruh budaya asing yang sampai saat ini masih terus menancapkan kuku-kukunya. Bukan mustahil dengan kekuatan kearifan lokal “gelora budaya” akan melebarkan sayap-sayapnya
Selain pemerintah, orang tua, masyarakat, pemerhati, bahkan lingkunganpun sangat berperan untuk memulihkan kesadaran masyarakat terutama pelajar sebagai generasi aset bangsa, yang sebagian besar sudah terkikis oleh hantaman budaya asing.

Ada beberapa opsi yang harus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran budaya, agar “gelora budaya” bisa dikembangkan dan mampu melebarkan sayapnya:

Pertama: Penanaman nilai-nilai karakater; ini sangat penting sekali, karena menyangkut “Soft Skill” (kepribadian), ketika kepribadian yang baik tidak dimiliki oleh generasi seumpama sebuah bangunan rumah tidak memiliki fondasi. Artinya nilai-nilai karakter yang diwujudkan dengan kepribadian yang menjujung tinggi nilai-nilai budaya adalah basic kekuatan moral untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Penanaman nilai-nilai karakter ini bukan hanya tugas pemerintah, namun merupakan “peran bersama”. Sekolah misalnya, tetap memberikan dan menyelipkan nilai-nilai karakter pada setiap proses belajar mengajar. beberapa contohnya adalah bagaimana guru ketika awal masuk mengucapkan salam, berdoa, memberikan motivasi, membiasakan membaca sebelum belajar, memberikan kesempatan untuk mempresentasikan tugas kelompok atau tugas individu, menanamkan rasa hormat kepada guru dengan mencium tangan guru. Inilah sebagian penanaman nilai-nilai karakter yang dilakukan oleh para pendidik. Bukan hanya tugas guru, orang tua dirumah memegang peran penting dalam menanamkan nilai-nilai karakter anak. Sehingga dengan memiliki karakter kuat, sudah tentu adalah aplikasi karakter yang baik akan memperkuat dimensi-dimensi kearifan lokal terutama mencintai tradisi dan budaya.

Kedua: Terintegrasinya kearifan lokal ke dalam kurikulum; masuknya muatan lokal ke dalam kurikulum sebagai satu upaya untuk memperkenalkan budaya kepada siswa. Tentu muatan lokal yang dimaksud adalah muatan lokal yang sesuai dengan daerah masing-masing. Interval waktu yang sangat terbatas dalam pembelajaran muatan lokal, kurang optimal dalam mengejawantah nilai-nilai kearifan lokal. Untuk memperkuat implikasinya, harus difollow up (ditindak lanjuti) dengan kegiatan ekstrakurikuler yang selinier dengan muatan lokal. Sehingga dengan demikian muatan lokal yang terintegrasi dengan kurikulum mampu didalami atau diselami oleh pelajar dan pada kegiatan ekstrakurikuler inilah rasa mencintai, rasa memiliki nilai-nilai budaya akan tertanam dan tertancap pada ruang jiwa pelajar dan seluruh ekspresi dan kreatifitas siswa akan terlihat dan akan tergambar dengan jelas, sesuai dengan karakater-karakter pelajar.

Ketiga: Adanya event budaya tingkat sekolah; inilah peran pemerintah untuk mengakomodir segala kreatifitas siswa dalam sebuah ajang “pentas budaya” dengan pentas budaya yang diselenggarakan ini, menjadi cambuk bagi siswa untuk melatih diri, mengeksplorasi diri menampilkan seluruh tradisi budaya, baik itu; lagu daerah, tarian, maupun tradisi-tradisi yang sesuai dengan kearifan lokal. Penulis yakin, antusiasme masyarakat lebih-lebih pelajar sebagai peserta sangat termotivasi dan dengan sendirinya akan tertanam rasa mencintai tradisi dan budaya. Pentas budaya bukan sifatnya temporer, sebisanya pentas budaya sangat memungkinkan untuk menjadi sebuah agenda rutin, sehingga eksistensi nilai-nilai budaya bisa dipertahankan dan dikembangkan. Oleh karena itu masyarakat terutama pelajar akan terus melakukan upaya mencipta, menghasilkan, menjaga dan merawat tradisi dan budaya sebagai kearifan lokal untuk kebanggaan bersama dalam bingkai kebhinekaan Indonesia.

Dari opsi-opsi di atas tidak menutup kemungkinan ada upaya lain dalam rangka memulihkan kesadaran untuk mencintai nilai-nilai budaya, sehingga mercusuar “gelora budaya” menjadi sebuah tatanan yang tetap memberikan stimulus untuk memperkuat ragam budaya yang berbeda di wilayah Indonesia.

Dengan demikian, apa yang pernah disinggung oleh Presiden Indonesia Joko Widodo bahwa,” kekuatan budaya merupakan kekuatan utama dalam membangun negara. Kebudayaan disebutnya sebagai DNA-nya Indonesia dan merupakan potensi yang harus dioptimalkan agar dapat bersaing dengan negara lain”.

Penulis adalah Pengajar Produktif NKPI SMK Negeri 4 Kota Bima NTB

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Peristiwa

Oleh : Asikin Rasila Senyalang mata elang menyasar mangsanya di permukaan laut, Sukarman menangkap sepotong pertanyaan pada selembar koran bekas yang dipungutnya   di areal...

Opini

Oleh: Asikin, S.Pi Melihat Indonesia dalam kacamata Sumberdaya Alam adalah lanskap hamparan zamrud khatulistiwa yang memiliki (mengandung) potensi yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak,...

Opini

Oleh: Asikin, S.Pi Sebuah ungkapan yang sangat menggelora dan memantik mimpi-mimpi besar untuk sebuah perubahan besar pada dunia pendidikan. Apa kata-kata  Nakhoda Pendidikan Mendikbud...

Opini

Oleh : Asikin Rasila* Pernahkah kita berfikir berada pada suatu tempat yang asing, tanpa meneguk secangkir kopi? Aroma secangkir kopi, mampu menggugah selera, menghidupkan...

Berita

Oleh: Asikin Rasila)* Adakah kemunculan api itu, tanpa didahului oleh asap? Perkakas pertanyaan ini, telah menukilkan sebuah istilah, “mustahil ada asap kalau tidak ada...