Kota Bima, Bimakini.- Tender atau lelang proyek pembangunan Masjid Agung Al-Muwahidin Kota Bima oleh Pemkot Bima melalui LPBJ senilai Rp 9,8 Miliar diduga bermasalah. Hal itu diungkapkan salah satu perusahaan yang mengikuti lelang yaitu, PT Inneco.
Kuasa Usaha OT Inneco, A Haris pada awak media, Selasa (31/8) ” Tender masjid agung Al-Muwahidin bayak kesalahan dalam prosesnya yang dituangkan oleh Pokja pengadaan pengadaan barang dan jasa di LPBJ,” ungkapnya.
Paling mencolok terkait dokumen lelang, banyak ditemukan kesalahan fatal. Seperti nama paket pekerjaan ada dua, di dalam dokumen Pokja namanya pembangunan masjid raya. Sementara nama paket, pekerjaan masjid agung.
“Paling fatal bahwa Pokja lelang juga mengcopy paste dokumen lelang, yaitu dari dokumen lelang pada dikes kota Bima, pembangunan Puskesmas,” sesal Haris.
Tambahnya, dokumennya juga tertulis Dikes Kota Bima. Selain proses lelang, juga mengenai kemampuan perusahaan yang akan dimenangi dalam lelang.
Diketahuinya, PT Citra Andika yang akan dimenangkan, tidak memiliki kemampuan dasar bidang perusahaan. Selama ini, hanya pernah mengerjakan proyek dengan anggaran Rp 1,4 miliar. Seharusnya pernah berpengalaman mengerjakan proyek Rp 4,2 miliar. Anggaran Masjid Agung sendiri HPS-nya Rp 9,8 miliar.
Untuk nilai penawaran sendiri, kata dia, pihaknya paling rendah yaitu Rp 8,3 miliar, perusahaan kedua Rp 9,5 miliar dan yang mau dimenangkan Rp 9,6 miliar.
PT Citra Andika akan dimenangkan, kata dia, sesuai undangan klarifikasi oleh LPBJ hanya satu perusahaan. Sementara dua perusahaan yang menawar dengan nilai lebih rendah tidak diundang.
Tidak profesionalnya panitia lelang, kata Haris, sesuai perundangan-undangan akan melakukan upaya sanggah banding. Menyampaikan apa saja kesalahan fatal diperbuat panitia. Bila perlu menempuh jalur hukum, jika sanggah banding diabaikan panitia.
Sementara itu, Kepala LPBJ Kota Bima, Iskandar mengatakan, proses lelang proyek Pembangunan Masjid Agung Al-Muwahidin sudah sesuai mekanisme dan aturan main. Jika ada keberatan bisa melalui mekanisme sanggah.
Kata Iskandar, mengenai perbedaan Nama Pokja dan nama paket, tidak mungkin salah sesuai dokumen anggaran. Terkait nama Pokja tidak ada standar baku soal penyebutan nama dan tidak harus sama.
Soal munculnya nama Dikes diakuinya. Namun bukan secara keseluruhan. Hanya satu item saja, karena keseluruhan subtansi isi dokumen sudah sesuai nama paket. “Memang kami akui formatnya kita copy paste, sehingga ada kesalahan,” ungkapnya.
Dipanggilnya satu perusahaan, kata dia, karena di dalam dokumen ada pedoman evaluasi, yakni administrasi, kualifikasi, tehnis, dan harga.
“Setiap tahapan ini kita mengevaluasi setiap penyedia kita anggap lolos pihak ketiga. Sekaligus penawaran terendah kalau saat verifikasi kualifikasi dokumen dan harga bisa saja tidak lolos. Karena lelangnya sistem gugur,” ujarnya.
Sedangkan soal pengalaman kerja proyek PT Citra Andika Utama, menurut Iskandar rahasia perusahaan. Yang bisa membukanya hanyalah Pokja.
“Mengenai dukungan peralatan, perusahaan bisa melampirkan surat dukungan dari perusahaan lain dan itu legal tidak menjadi masalah. Kemudian ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual terhadap perusahaan penyedia,” ungkapnya. (BE06)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.