Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Jika Copot Semua Kepala Puskesmas, Hadirkan Pemerintahan Otoriter

Pemuda Muhammadiyah Kota Bima, Ansharullah

Kota Bima, Bimakini.- Pernyataan Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indrawirawan, S.Adm meminta  agar Wali Kota Bima, H Muhammad L:utfi, SE, mencopot semua kepala Puskesmas terkait aksi mogok Tenaga Kesehatan (Nakes) mendapat tanggapan dari Pemuda Muhammadiyah Bima. Jika dilakukan pemecatan, akan menghadirkan   wajah pemerintahan otoriter.

Ketua Bidang Informasi, Komunikasi dan Telekomunikasi Pemuda Muhammadiyah Kota Bima, Ansharullah menyatakan, pernyataan ketua dewan terkesan emosional dan tergesa-gesa. Mogoknya Nakes di Kota Bima harus ditemukan benang merahnya masalahnya.

Apalagi,  kata dia, polemik di dunia kesehatan, bukan kali ini saja, bahkan sebelumnya di tahun 2019 aksi mogok pernah terjadi. Saat itu pegawai RSUD Kota Bima aksi mogok  sebagai imbas tidak tersedianya APD, minimnya obat-obatan, sarana dan prasarana, serta tidak terbayarkannya Jaspel kepada tenaga Medis.

“Di tahun 2020 aksi mogok kembali terjadi yang dibarengi dengan aksi demontrasi yang dilakukan di depan Dikes Kota Bima, pembentangan spanduk ganti Kadinkes menjadi tema aksi dari para nakes, aksi Nakes di tahun 2020 ditanggapi oleh Pemkot dengan digelarnya silaturrahim antara Nakes kota Bima bersama Walikota di gedung seni budaya. Dalam pertemuan tersebut dihadapan Nakes, Walikota Bima menyampaikan ketidakcakapan Kadinkes memimpin, namun saat itu beliau beralasan tidak dapat menggantinya karena terkendala aturan,” ujarnya.

Lanjutnya, aksi yang tergolong langka tersebut pun mendapat tanggapan dari legislatif. Saat itu juga dewan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang seluruh organisasi profesi kesehatan. Dalam pertemuan tersebut, terkuak amburadulnya sistem kesehatan di Kota Bima.

Dalam RDP, terlihat  tidak terjalinnya komunikasi yang baik dalam internal pemerintahan. Juga  terkuak munculnya dokter fiktif yang diduga merupakan anak dari para pejabat di Pemkot Bima.

“Berbagai peristiwa dan permasalahan masa lalu tersebut sampai hari ini belum kita lihat langkah nyata pernyataan keras dari ketua dewan maupun tindakan tegas dari pemkot Bima dalam memberikan sanksi,” ujarnya.

“Menurut kami rangkaian semua peristiwa yang tidak terselesaikan dengan baik ini menimbulkan rasa ketidak percayaan dalam diri para Nakes pada atasannya. Imbas dari rasa ketidak percayaan ini, tenaga kesehatan akan cukup mudah terprovokasi. Mudahnya tenaga kesehatan terprovokasi juga diperparah dengan mandeknya informasi dan komunikasi yang dibagun oleh para pejabat yang berwenang dengan bawahannya, tidak tersampaikannya informasi yang benar dan tepat mengenai besaran Tukin/TPP, serta dasar hukum penyusunannya kepada ASN dan masyarakat menyebabkan mereka menafsirkan sendiri berbagai aturan yang ada. Kondisi psikologis mereka saat ini pun patut ikut dipertimbangkan bagaimana perjuangan mereka dalam membendung gelombang Covid 19 yang terus menerjang, yang dimana disisi lain kesadaran masyarakat kita akan bahaya covid semakin menurun yang sebenarnya hal tersebut merupakan PR dari tim gugus tugas,” lanjutnya.

“Karena itu, kami menganggap apa yang disampaikan oleh ketua dewan terlalu prematur terkesan emosional dan tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan, karena akar permasalahannya tidak pernah disentuh. Pernyataan ketua dewan justru semakin memperkeruh suasana dan terkesan akan menampilkan wajah garang keotoriteran pemerintah dalam menyelesaikan masalah. Publik akan membaca seolah pemerintahan yang sekarang tajam kebawah tumpul keatas, melempem dan terkesan takut kepada para pejabat di kota Bima, karena buktinya sampai hari ini permasalahan di dunia kesehatan sejak 2019 yang diduga dikarenakan ketidak cakapan para pejabat dalam memimpin tidak mendapatkan tanggapan sekeras ini dari ketua dewan,” tambahnya.

Dikatakan Anshar, saat ini alasan Pemkot Bima memberikan angka 30 persen untuk tukin karena aturan dari Kemendagri yang sebenarnya 10%. Artinya angka ini masih bisa digeser-geser, tidak mati di angka 10% tersebut. “Pemkot seharusnya menyampaikan bagaimana faktanya dilapangan karena besaran Jaspel, BOK, dan kapitasi ditiap-tiap daerah kan itu berbeda-beda kemendagri memberikan aturan seperti itu karena di daerah lain jaspel, bok dan kapitasi yang diterima oleh nakes nilainya lebih besar tidak seperti di kota Bima yang nilainya ratusan ribu. Selain itu Anshar juga menyampaikan jikalau pemkot memiliki perhatian lebih kepada nakes pemkot juga harus membaca kepmenkes nomor HK.01.07/Menkes/392/2020. Dimana disana disampaikan bahwa pemerintah di haruskan membayar insentif tambahan kepada tenaga medis selama pandemi covid 19 ini yang anggarannya bersumber dari APBN dan APBD,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Pemuda Muhammadiyah Kota Bima, Ali Ahyar Ridha SST, SSi menyampaikan, tuntutan kenaikan tukin oleh para nakes juga merupakan kewajaran. Yang perlu diketahui ada perbedaan yang fundamental antara nakes dan non nakes. Perbedaan itu terletak pada masa kadar luarsanya STR. Yang mana STR ini lebih krusial dari pada Ijasah. STR berlaku hanya 5 tahun dan untuk memperpanjang STR ini dibutuhkan SKP (satuan kredit partisipan) yang berasal dari tindakan klinis dan loka karya berupa seminar, workshop dan lainnya.

Lanjutnya, kegiatan pemenuhan SKP ini membutuhkan biaya yang banyak. Mereka harus ke luar kota untuk mendapatkan itu semua.  “Tidak mungkin dianggarkan khusus oleh pemkot. Jika STR sudah tidak berlaku dan tenaga kesehatan tersebut memaksa melayani pasien maka akan dianggap pelanggaran hukum. Hilir dari STR yang terus terbaharui adalah peningkatan mutu dan skil nakes. Jadi hematnya  pelayanan yang prima dipelayanan kesehatan adalah representasi dari kesejahteraan nakes itu sendiri. Jadi wajar mereka menuntut masalah tukin ini  karena keadaannya yang sedikit berbeda dengan tenaga  ASN lain,” ujarnya.

“Pelayanan prima di fasilitas kesehatan yang didapatkan oleh masyarakat adalah represntasi dari kesejahteraan tenaga kesehatan itu sendiri,” tutupnya. (BE04)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Sejak Jum’at, seluruh Puskesmas di Kota Bima telah membuka kembali pelayanan kesehatan pada masyarakat. Sebelumnya mereka mogok  gara-gara masalah tunjangan. Sekda...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.-   Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indrawirawan S.Adm desak Wali Kota Bima H Muhammad Lutfi, SE mencopot seluruh Kepala Puskesmas , karena...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- DPRD Kota Bima merespon aksi mogok yang dilakukan tenaga kesehatan (Nakes) bertugas di Puskesmas. Dewan pun menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP)...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.- Mogoknya Tenaga Kesehatan (Nakes) diseluruh Puskesmas di Kota Bima ternyata berkaitan persoalan nilai tunjangan Kinerja (Tukin) lebih kecil dari ASN di...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.- Rabu (3/2) spanduk mogok kerja Tenaga Kesehatan (Nakes)  diseluruh puskesmas di Kota Bima terpampang sejak pagi buta. Pun pelayanan kesehatan ditutup...