Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Paradigma Berubah, Hutan Dikelola Warga

Ahyar HMA, dan keluarga./dok pribadi

HUTAN gundul, banjir. Dua kata ini erat terkait di hari-hari belakangan ini. Yang paling bertanggungjawab ya pemerintah provinsi. Perpanjangan tangan pemerintah pusat. Yang ‘seakan’ membiarkan perambahan hutan menjadi tidak terkendali. Pemerintah kabupaten dan kota, boleh cuek, tidak punya kewenangan. Itu terjadi sejak 2014 lalu. Sejak Dinas Kehutanan Kabupaten dan Kota dibubarkan.
Dasarnya, ya Undang-Undang Nomor 23 taun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Ada sejumlah kewenangan yang diamputasi, ya termasuk urusan hutan ini. Kalau ada banjir karena hutan yang rusak, pasti salahnya gubernur. Walaupun pelakunya warga kabupaten dan kota.
Nah, untuk menangani pengelolaan hutan di daerah, Gubernur NTB membentuk Unit Pelaksanan Teknis Daerah (UPTD). Di Bima ada dua. Namanya, Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH). Yang satu BKPH Maria Donggomasa, satunya lagi BKPH Tambora. BKPH Tambora itu, kita juga tahu?
Begitu kencangnya isu kerusakan hutan ini, saya ingin mengetahui perubahan dan paradigma baru dalam mengelola hutan ini. Apakah memang karena alasan bergesernya kewenangan itu? Ataukah ada masalah lain. Bagaimana faktanya? Tamu Catatan Khas kali ini adalah Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggomasa, Ahyar HMA, S.Hut.
Kita tahu, pada masa lampau, pendekatan pengelolaan hutan itu keras sekali. Pendekatan keamanan. Atau istilah kehutanan pengamanan. Security approach. Apa beda? Modelnya, masyarakat yang merusak hutan, dipidana. Seperti itu. Maka di Dinas Kehutanan ada polisi hutan. Tugasnya mengamankan hutan dan menindak pelaku perusak hutan. Tidak sedikit warga yang ditindak dan masuk penjara. Mereka, para Polhut ini, dibekali peralatan lengkap. Bahkan punya senjata dan alat komunikasi canggih. ‘’Itu masih ada juga. Kami masih ada enam personel Polhut, plus 45 pengaman hutan tenaga kontrak dari masyarakat yang diseleksi. Kalau senjata, kami masih debekali juga,’’ katanya.
Apakah ada perubahan paradigma itu saat ini? ‘’Iya benar,’’ kata Ahyar singkat. ‘’Pendekatan pengamanan hutan yang sejak dahulu diterapkan dirasakan tidak efektif, sudah tidak relevan lagi walau masih dibutuhkan untuk kondisi tertentu,’’ imbuhhnya.

Penanaman border trees sepanjang pal batas kawasan hutan.

Kata Ahyar, selama ini adalah mengamankan hutan dari gangguan, terutama gangguan masyarkaat sekitar. Jika pun hutan aman, masyarakat cenderung banyak berada pada garis kemiskinan. Atau kata lainnya, masyarakat di lingkar hutan tidak bisa hidup dari hutan. Apalagi sejahtera. ‘’Sehingga pilihan yang dirasakan “bijak” saat ini adalah memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk mengelola hutan. Diharapkan nantinya setelah merasakan manfaat dari pengelolaan hutan, mereka akan menjaga hutan secara swadaya,’’ kata pria kelahiran Rato-Bolo, 24 Juli 1974 ini.
Salah satu tugas pokok dan fungsi KPH tambahnya, adalah melakukan upaya pengelolaan hutan melalui pola pemberdayaan masyarakat lingkar hutan. Hal ini didasari pada perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang menggeser pendekatan pengamanan (security approach) menjadi pendekatan kesejahteraan (prosperiety approach).
Sebagai gambaran, wilayah kerja KPH Maria Donggomasa, mengelola kawasan hutan yang cukup luas. Lebih dari 72 ribu hektare. Itu tersebar di wilayah Kota Bima dan delapan kecamatan di bagian timur Kabupaten Bima, Ambalawi, Wera, Sape, Wawo, Lambitu, Lambu, Langgudu dan Palibelo. Wilayah-wilayah itu masih dibagi lagi menjadi sembilan Resort Pengelolaan Hutan.
Dalam wilayah kerja yang terdiri dari delapan kelompok hutan/RTK (Register Tanah Kehutanan), BKPH Maria Donggomasa mendorong pola pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam bingkai Program Perhutanan Sosial. ‘’Ada dua skema, Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Kemitraan Kehutanan sesuai regulasi Kementerian LHK melalui Peraturan Menteri LHK nomor: P.83/2016 tentang Perhutanan Sosial,’’ kata suami Nurmayang Sari, S.Hut asal Sape ini.
Bagaimana kondisi hutan saat ini? ‘’Hasil digitasi areal terbuka dalam wilayah BKPH Maria Donggomasa, baik akibat perambahan maupun terbuka alami, sampai tahun 2020, lebih dari delapan ribu hektare,’’ jelasnya.

Pembinaan Kelompok Tani Hutan di Lambu.

Luas itu setara 11 persen dari luas areal kerja BKPH Maria Donggomasa. Kerusakan itu, sebagian besar terjadi sebelum pengalihan kewenangan kehutanan ke pemerintah provinsi yaitu sekitar 95,75 persen. Sisanya, kerusakan baru setelah penyerahan kewenangan.
Jika menempuh pola reboisasi murni, untuk melakukan rehabilitasi areal seluas itu membutuhkan dana yang sangat besar dan waktu yang cukup lama. Apalagi kewenangan reboisasi menjadi ranah pemerintah pusat. Dengan kemampuan reboisasi yang sangat minim, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB melalui Balai KPH menerapkan strategi Perhutanan Sosial. Visinya, Hutan Lestari masyarakat sejahtera. Masyarakat diberikan akses kelola pada areal hutan yang sudah telanjur dirambah. Selain itu, akan didorong upaya penanaman kembali secara swadaya oleh masyarakat.
‘’BKPH Maria Donggomasa menggaungkan semangat Mai ta Kataho ma Iha, Aina ka Iha ma Taho (mari kita perbaiki yang sudah telanjur rusak dan jangan merusak yang masih baik dan terjaga),’’ tutur penyuka traveling dan membaca ini.
Apa saa yang sudah dilakukan? Sampai dengan 2021 ini, Perhutanan Sosial yang sudah difasilitasi oleh BKPH Maria Donggomasa adalah sebanyak 32 Kelompok Tani Hutan (KTH). Total luas areal kelola lebih dari enam ribu hektare, melibatkan masyarakat lebih dari lima ribu kepala keluarga.
‘’Hampir seluruh KTH menjadikan komoditi hasil hutan bukan kayu sebagai bisnis utama pengelolaan. Misalnya kemiri, madu, jambu mente, kopi, kunyit, jahe, porang, dan pengelolaan jasa lingkungan berupa wisata alam,’’ tambah bapak tiga anak ini. (Baca juga: Mimpi Tengku di Ina Hami)
Ada beberapa KTH yang mulai berkembang, kata Ahyar. Di Wawo ada tiga KTH yang sudah mulai jalan seperti Oi Rida di Maria Utara mengelola 510 hektare, dan Dana Kala di Ntori mengelola 160 hektare. Satunya Kapari Lestari di Riamau, yang mengelola 235 hektare untuk menanam kemiri, kunyit dan lain-lain.

Rapat koordinasi degan stakeholders.

Di Desa Bala, Wera, dikelola oleh Pokdarwis Oi Nca Telaga Isa dengan luar areal sepuluh hektare. Ada air terjun di lokasi ini. Tingginya sekitar 30 meter. Cukup dekat dari Kota Bima. Melewati jalan aspal hanya butuh waktu 45 menit saja. Kemudian untuk ke lokasi, ada jalan pengerasan yang bisa ditemuh dengan sekitar 15 menit. ‘’Di lokasi ini sudah dibangun sarpras jalan, berugak, kamar ganti dibangun oleh Pemdes Bala. Ada juga pembatas kolam, area parkir, jalan wisata yang dibangun oleh BKPH Maria Donggomasa,’’ ujar alumni Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Malang ini.
Sementara KTH Dana Kala, bisa jadi yang cukup agresif. Mereka mengantongi izin pengelolaan hutan pada kawasan hutan produksi terbatas yang berada dalam Kawasan Hutan Donggomasa dengan luas total 160 ha dan jumlah anggota 200 orang. Dasar hukumnya, bukan hanya Izin Kemitraan dari Dinas LHK Provinsi NTB, tetapi juga ada dua Permen LHK tentang Perhutanan Sosial dan Kerjasama Pemanfaatan Hutan yang terima tahun 2016 dan 2017.
Model Pengelolaan jasa lingkungan/wisata alam Inahami adalah dengan pola kemitraan antara BKPH Maria Donggomasa dengan KTH Dana Kala. Untuk operasional pengelolaan, KTH Dana Kala membentuk unit di bawah kelompok induk yaitu KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) Jasking Inahami.
‘’Selain kerjasama dengan BKPH Maria Donggomasa, KTH Dana Kala melakukan kerjasama dengan beberapa stakeholders lainnya, seperti Pemerintah Desa Ntori, Komunitas Bedhi Desa Ntori, dan Tengku Jubair, salah satu pengusaha lokal Wawo yang bekerjasaama dgn Kelompok tani Kemitraan Dana Kala dalam pengembangan wahana wisata di Inahami,’’ kata Ahyar.
Berdasarkan desain tapak yang telah disusun oleh BKPH Maria Donggomasa pada 2017, areal pengelolaan dan pemanfaatan hutan pada Blok Inahami oleh KTH Dana Kala ini memiliki banyak potensi yang bisa dikelola. Salah satunya adalah yang dikembangkan oleh Tengku Jubair. Kerja senyap Ahyar dan timnya ini, diharapkan membuahkan senyum bahagia suatu waktu. Bagaimana menurut Anda? (*/khairudin m.ali)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Banjir yang terjadi Rabu (21/2/2024) malam di Desa Kawinda Toi, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima, menyebabkan satu jembatan putus. Selain itu sejumlah rumah...

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.- Pj. Wali Kota Bima, H. Mohammad Rum, memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) untuk mengantisipasi potensi luapan banjir di DAS Padolo, Senin 12...

CATATAN KHAS KMA

Ke Jeddah saat Menunggu Kembali ke Tanah Air ‘’USAI makan siang, kami menunggu bus yang akan mengantarkan ke Jeddah. Kami menunggu di pelataran hotel...

CATATAN KHAS KMA

Rutinitas Ibadah di Masjidil Haram RANGKAIAN ibadah umroh wajib telah berakhir. Itu cukup menguras tenaga, karena proses Tawaf dan Sa’i yang diakhiri Tahalul yang...

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...