Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

‘’Wawan, Siapkan Kain Kafan’’

 

Almarhum H Masryn H Djamaludin dan Umi Runi.

 SUDAH biasa, imam masjid kami melantunkan Surah Al-Baqarah. Tetapi kali ini beda. Itu saat shalat magrib, Jumat, 26 Februari. Beda sekali. Ada keharuan mendalam ketika membaca ayat ke 156. Imam sesenggukan. Berhenti sejenak baru bisa melanjutkan lagi.

Allażīna iżā aṣābat-hum muṣībah, qālū innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ụn. Ayat ini berarti, ‘’orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).

Bukan hanya imam, makmum juga berduka. H Masryn bin H Djamaludin, salah satu jamaah masjid kami telah tiada. Lebih dahulu menghadap Illahi. Kami teringat ketika jumpa terakhir Jumat 19 Fabruari lalu. Almarhum pamit hendak ke Makassar karena akan menghadiri pernikahan keponakannya di sana.

Subuh itu, juga lebih ramai. Ada jamaah Forum Umat Islam (FUI) Kota Bima yang ikut bergabung. Mereka hadir dalam rangkaian safari, keliling Gerakan Subuh Berjamaah. Sebelum bubar, ada ceramah agama oleh Ust Abdul Hakim, yang juga ketua FUI Kota Bima itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Almarhum melewati saya saat akan pulang. Saat itu saya masih menyelesaikan bubur di mangkok plastik yang masih tersisa. Ada sajian rutin seperti itu, kalau FUI sedang safari rutinnya seperti itu.  Itulah pertemuan kami yang terakhir. Pukul sepuluh pagi, rombongan keluarga almarhum terbang ke Makassar dengan Wings Air.

Di masa pandemi ini, syarat utama naik pesawat, harus tes Covid-19. Saat berangkat, tidak ada kendala hingga mengikuti semua prosesi pernikahan Abi dan Mela, Ahad, 21 Februari 2021. Tetapi Pada Rabu 24 Februari 2021, pukul 07.18 Wita, kami terima kabar mengejutkan. Istri almarhum, Hj Khaerunnisa yang akrab kami sapa Umi Runi, mengirim pesan di Group WhatsApp BTN Penatoi. Katanya, bersama almarhum positif Covid-19, hasil Swab Test ketika hendak kembali ke Bima. ‘’Mohon doanya, bahwa Umi Runi dan Ua Aji (H Masryn) terjaring yang hasil swab positif dari 13 saudara yang ke Makassar,’’ tulisnya.

Bersama ketua dan pengurus masjid Al-Hidayah.

Karena positif Covid-19, maka keduanya tidak bisa pulang dan diharuskan isolasi mandiri. Di Makassar ada fasilitas yang disediakan pemerintah setempat, di Swiss-belhotel International Makassar. ‘’Mohon doanya dan minta doa jamaah masjid. Semoga isman (isolasi mandiri) kami tidak terlalu lama,’’ tulis Umi Runi.

Saat itu, kondisi H Masryn katanya sehat. Hanya flu dan batuk. Kami semua berdoa, semoga segera negatif, sehingga bisa gabung lagi dengan kami di Bima.

Tak dinyana, pada Jumat 26 Februari 2021, amir masjid Al-Hidayah BTN Penatoi Kota Bima, Ust Imran, tiba-tiba mengumumkan bahwa H Masryn telah meninggal dunia. Saya sendiri kaget. Kaget sekali. Kaget karena begitu kuatnya dampak Covid-19 itu merenggut nyawa manusia. Hanya tiga hari dari kabar yang kami anggap masih baik-baik saja itu. Hanya flu dan batuk itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Informasi yang saya peroleh, beberapa jam sebelum dibawa oleh ambulans ke Rumah Sakit Dadi Makassar, almarhum masih dinyatakan sehat dan sempat menelepon cucu-cucunya di Bima. ‘’Itu sekitar pukul 10.00 Wita pada Jumat. Almarhum menelepon cucu-cucunya dan terlihat masih sangat sehat. Beberapa saat kemudian, almarhum batuk dan keluar darah. Sempat pingsan kemudian dibawa dengan ambulans. Di jalan sekitar pukul 12.00 Wita almarhum menghembuskan nafasnya yang terakhir,’’ kata Irwansyah, adik sepupu Umi Runi kepada saya.

Selain Umi Runi, anak kedua mereka, Ikhwan Setiawan, sudah berada di Makassar pada Kamis siang. Tetapi Wawan, panggilan akrabnya, tidak bisa bertemu dengan ibu dan ayahnya. Dia menempati hotel lain dekat Swiss-Belhotel. Hanya bisa saling telepon dan video call. Wawan tidak bisa menemui kedua orang tuanya yang berada di tempat isolasi itu.

Hingga ayahnya meninggal, Wawan sama sekali tidak sempat jumpa langsung. Bahkan untuk melihat makamnya saja, juga belum kesampaian. Ada protokol tetap di sana yang tidak membolehkan siapa pun berjumpa dengan pasien Covid-19. Ya termasuk di kuburan Macanda Goa itu. Jenazah dimakamkan malam sekitar pukul 20.30 Wita. Hendak ziarah ke kubur pun, tidak ada akses sama sekali. Dijaga ketat oleh aparat Brimob di sana.

Di akun Facebook, Wawan menulis: Ayah udh gk sakit lg. Selamat jln ayah. 26 Februari 2021 di Makassar. Ada dua foto almarhum yang diposting yang menggunakan kaos putih, kain hijau kotak. Yang satu sedang makan, satunya sedang menghisap tabung oksigen. Foto itu tentu tidak diambil oleh Wawan sendiri. Hanya Umi Runi, istrinya, yang bersama almarhum di kamar hotel itu.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Tangkap layar kondisi H almarhum di akun FB Ikhwan Setiawan.

Selain sebagai sesama jamaah Masjid Al-Hidayah, kami juga bertetangga satu kompleks. Tentu sangat berduka. Almarhum menemui sang Pencipta, ketika pergi untuk menghadiri pernikahan keponakan. Tidak lagi bisa kembali ke Bima. Termasuk harus dimakamkan di sana. Itulah cara Allah memanggilnya. Umi Runi sempat drop karena menghadapi situasi itu. Dalam kondisi positif Covid, tidak bisa bertemu keluarga, jauh dari kampung halaman.

Dua putranya, Arif Solikhin dan Muhammad Fuady, pun menyusul ke sana pada Sabtu, 27 Februari kemarin. Mereka ber empat sudah sempat jumpa. Protokol kesehatan yang sangat ketat diberlakukan. Berada dalam ruangan besar di loby hotel, duduk berjauhan. Sempat video Call dengan keluarga di Bima. Sungguh mengharukan. Tangisan keluarga pecah. Video call itu yang pertama setelah Arif, Wawan, dan Fuady, jumpa dengan ibu mereka. Di saat sang ayah sudah tiada. Di Makassar, jauhnya 380 kilometer udara. Dibatasi laut yang luas.

Ketiga anak hebat itu menemui ibu mereka agar tidak sendirian di sana. Memberikan dukungan moral agar bisa bangkit. Agar tetap kuat. Kuat melawan Covid-19 yang telah merenggut nyawa ayah mereka itu. Imun harus muncul dari perasaan yang tenang. Itulah salah satu cara melawannya. Agar bisa tetap bersama. Bersama kembali ke Bima. Ketiganya meyakinkan, masih ada mereka, para cucu yang manis-manis, dan menantu-menantu hebat. Mereka semua masih membutuhkan kasih sayang ibunda. Dari perkawinan tiga putranya, H Masryn mempunyai empat cucu.  Ya semuanya lengket dengan kakek neneknya itu.

Baca juga: Aku Saksikan Kematian yang Indah

Saya tahu keluarga ini. Keluarga teladan bukan hanya di kompleks kami. Keluarga yang sangat sejuk. Tidak pernah abai dalam kegiatan sosial. Almarhum H Masryn, dalam karier birokrasinya sempat menjadi Kepala Dinas Pendapatan, juga Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten. Sempat menjadi Direktur Utama PDAM Bima sebelum purna tugas.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Pria murah senyum ini sangat disiplin. Bukan hanya kepada anak-anaknya, tetapi juga kepada siapa saja. Di masjid selalu mengambil tempat ke tiga di sisi kanan imam. Saat pandemi, almarhum sangat disiplin. Tidak pernah sama sekali melepas masker di tempat umum, termasuk di masjid saat shalat lima waktu.

Jika ada kegiatan di kompleks, peran sentral selalu diambil oleh pasangan suami istri ini. Almarhum H Masryn meninggal pada usia 72 tahun. Secara fisik, masih sangat bugar. Ke Makassar kali ini, bagi H Masryn juga ingin melepas kangen dengan adik wanitanya yang tinggal di Pinrang. Walau jaraknya delapan kilo meter jalan darat, keduanya bersua. Rupanya itu kebersamaan yang terakhir bagi mereka.

Sabtu pagi pukul 10.07 Wita, Umi Runi kirim pesan di Group BTN Penatoi. Ada foto mereka berdua juga. Itu ternyata kenangan terakhir berdua dengan suaminya. Foto itu diambil di photo booth, tempat pernikahan Abi dan Mela.

‘’Terakhir berdua, selanjutnya sendiri-sendiri, Kulepas dengan ikhlas, maafkan salah khilafnya (emoticon menangis).’’

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Foto kenangan terakhir sebelum almarhum meninggal di Makassar.

Apa isyarat almarhum sebelum meninggal? Sempat minta kepada Wawan untuk menyediakan kain kafan. Itu disampaikan sebelum ke Makassar.

‘’Wawan, siapkan kain kafan,’’ kata alamarhum.

‘’Untuk apa kain kafan ayah,’’ tanya Wawan.

‘’Siapa tahu ayah meninggal,’’ katanya singkat.

Ketua RT, Deddy Rosady dan ketua Masjid Al-Hidayah, H Ahmad Jafar sebut almarhum tidak pernah masbuq (terlambat datang shalat). Tentu butuh istiqomah untuk sampai pada level itu. Kata Ketua RT yang juga Imam masjid kami, langkah kaki pria terberat adalah ke masjid.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Selamat jalan aji Masryn. Doa terbaik kami, warga BTN Penatoi, jamaah masjid Al-Hidayah, juga para kerabat. Doa kami pula buat Umi Runi. Semoga segera balik ke Bima dengan kondisi sehat bugar. Untuk anak-anak, cucu-cucu yang manis, para menantu, juga kami di kompleks. Ibu-ibu kangen kumpul-kumpul lagi. Jangan risaukan lagi aji Masryn. Allah menjanjikan jannah bagi mereka yang meninggal karena wabah. Mereka itu mati syahid. Syahid kecil. (*/khairudin m.ali)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Ke Jeddah saat Menunggu Kembali ke Tanah Air ‘’USAI makan siang, kami menunggu bus yang akan mengantarkan ke Jeddah. Kami menunggu di pelataran hotel...

CATATAN KHAS KMA

Rutinitas Ibadah di Masjidil Haram RANGKAIAN ibadah umroh wajib telah berakhir. Itu cukup menguras tenaga, karena proses Tawaf dan Sa’i yang diakhiri Tahalul yang...

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

Masuk Raudhah Semalam kami mulai tidur sekitar pukul 22.00 waktu Madinah. Sepertinya, malam kedua sudah mulai terbiasa dari pengaruh jet-lag seperti hari pertama. Tidur...

CATATAN KHAS KMA

Sholat Pertama di Masjid Nabawi Alhamdulillah, perjalanan yang melelahkan dengan duduk selama sembilan jam, tiba juga di hotel Royal Andalus. Jam tangan yang saya...