Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Covid Merenggut Cinta di Kota Anging Mamiri

 

Hj Khaerunnisa bersama tiga putranya, untuk kali pertama bisa melihat kuburan suaminya.

KALI ini saya tidak menulis. Catatan Khas KMA kali ini, ingin membagi cerita, membangi cinta, cinta dunia juga cinta akhirat. Cinta sepasang kekasih yang ditakdirkan berpisah karena Covid-19.

Kisah bermula, ketika sepasang suami istri ini bersama keluarga besarnya ke Makassar. Mereka menghadiri pernikahan ponakan di Kota Anging Mamiri itu. Pasangan kekasih ini dinyatakan positif Swab Test saat hendak kembali ke Bima. Mereka pun isolasi mandiri di Swiss belhotel, karena termasuk OTG, orang tanpa gejala.

Kisah ini, mungkin lebih tepat curahan hati. Saya ingin membaca bersama pembaca karena bukan saya yang menulis. Ini ditulis sendiri oleh Hj Khaerunnisa, istri terkasih almarhum Drs H Masryn Djamaluddin yang meninggal di Makassar pada 26 Februari 2021 lalu. (Baca: ‘’Wawan, Siapkan Kain Kafan’’).

Saya hanya edit sedikit, tanpa mengubah substansi. Kini sudah berada di Bima, membawa serta Piagam sebagai Duta Pencegahan Covid-19 dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Yang tanda tangan Gubernur. Anda juga tahu siapa dia. Nurdin Abdullah.

Kenangan bersama almarhum di kamar 612 melihat Masjid Kubah 99.

Penasaran? Ini kisahnya:

Assalamualaikum sahabat berasa saudaraku. Izinkan untuk berbagi cerita sebagai pengobat hatiku. Dari kami yang merindukan dan slalu mendoakan almarhum. Maaf bukanku cenģeng..

Kisah pilu di hari Jumat 26 Feb 2021, tepatnya di kota Karaeng. Pria yang kupanggil ayah (mengikuti panggilan anak-anakku) meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Tak percaya tapi nyata. Sosok suami siaga, suami romantis, ayah hebat dan bijak, tua aji penyayang semua, amania taho menampa (kakak laki yang sabar), hera (ipar) panutan, uak yang perhatian itu, kembali menghadap rabb-nya.

Adalah keluarga kami, saat momen indah, momen sakral, selalu dilakukan dengan kebersamaan yang indah pula walau dalam kondisi pandemi Covid. Tawakaltuallallah, dengan semangat kami sekeluarga  untuk tidak melewatkan momen-momen indah itu.  Melalui  protcovid (protokol covid) yang ketat, kami melakukan perjalanan ke Kota Anging Mamiri. Kami menghadiri hajatan saudara kami Prof Dr drg Burhanudin DP, sembari melakukan wiskel (wisata keluarga) dan wiskul (wisata kuliner).

Semua prosesi diikuti dengan sukacita. Dan waktu pulang tiba, kami bersama keluarga melakukan swab test. Dari sekian keluarga, yang terjaring saya dengan suami. Hasilnya positif dengan kategori OTG (orang tanpa gejala). Upaya pun dilakukan yaitu isman (isolasi mandiri) di Swiss belhotel Internasional. Hotel mewah setara bintang lima. Kami menempati lantai enam kamar 612. Servisnya sangat memuaskan walau dengan sangat ketat. Berjalan tiga hari karantina, kami melewati dengan happy, enjoy bak orang-orang yang sedang honeymoon.

Jumat, 26 Februari 2021, pukul 11.00 Wita, kami video call dengan cucu-cucu. Kebiasaan kami sakadi (cengkerama) cucu  setiap empat jam, sembari makan buah.  Jam 11.30 Wita, kami makan dengan lauk sangisi paria (masakan dari bahan pare yang diberi isi seperti ayam). Saat makan sangisi, aji sudah merasakan ada rasa pahit paria (pare). Kami mengucapkan alhamdulillah karena sudah ada rasa.

Setelahnya, kami mengukur saturasi (angka kandungan oksigen dalam darah) dengan angka normal 97 mmHg.  (Angka normal medis adalah 70 sampai 100 mmHg). Pukul 12.10 Wita, itulah saat sang khatib sedang naik mimbar untuk khutbah Jumat, saturasi mulai tidak bersahabat.

Yaa allah ….secepat itu?? Dan dengan sigap kutelepon dokter (yang kemudian) langsung membawa suamiku rujuk ke rumah sakit Dadi Makassar. Dan….. yaa rabb kucari anakku di mana keluargaku di mana, saat malikul maut merenggut nyawa suamiku. Dan….innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Ayahhhhh…… Sementara anakku hanya bisa melambaikan tangan pada diriku. Lirihhhhh.

Detik-detik yang seharusnya kupeluk kucium terakhir kali. Protokol covid pun ditegakkan. Aku dikembalikan ke hotel dengan ambulans yang membawa suamiku.. Sampai di situ saya melihat tubuh kaku suami dengan bibir senyum khasnya. Tatapan kaku dari keluarga Makassar dan anakku Wawan (Ikhwan Setiawan Masryn, anak kedua) yang lebih dahulu datang karena tahu kami di-isman. Anak kami (Wawan) tidak bertemu (sama sekali) dengan ayahnya sampai menghembuskan nafas terakhirnya.

Siap-siap kembali ke Bima bersama tiga putranya.

Lemboade anakku. Pukul 15.30 Wita aku kembali berada di kamar  612. Salah satu bed (tempat tidur) sudah kosong. Hanya aroma suamiku yang beberapa jam lalu masih bersamaku. Aku sendiri tak tahu apa yang harus kulakukan. Deringan hp, vc (video call) dari keluargaku yang membuatku sadar, kuat, bahwa masih ada suara walau di hp.

Kugunakan waktu itu untuk beristgfar, berdoa sambil menggoyang-goyangkan dadaku. Kuremas sendiri jari jemariku. Pukul 19.15 Wita, waktu pun mulai gelap, malam tiba. Dokter psikolog, ustad, satgas covid, mulai memikirkan keadaan pasiennya di kamar 612. Yang tidak lain adalah diriku. Yaa allah mana suamiku yang menemaniku tadi siang? Sekarang aku sendiri.

Disepakatilah (oleh) tim satgas covid, bahwa anakku Wawan yang siap menemaniku di kamar 612. Dengan status relawan walau dengan risiko tinggi. Karena akan kontak erat dengan diriku. Aku dihadapkan dengan anakku Wawan, sambil teriak, tanpa bisa memeluk bahu kekar itu. Saya menyatakan menolak. Tegas dengan kata TIDAK. Saya tidak mau anakku mengalami hal yang sama dengan ayah dan dae-nya (panggilan Wawan buat ibunya). Cukup kami yang sakit nak. Subahanallah satu kata dari dokter bahwa, ‘’Sabar sekali umi mu mas Wawan.’’

Pukul 23.00 Wita, saatnya suamiku diantar oleh petugas ke peristrahatan terakhirnya di pekuburan covid Macanda Kabupaten Gowa Makassar. Tanpa istrinya yang melambaikan tangan, yang mengucapkan selamat jalan kepada kekasih hatinya.

Mulai tidak bisa kupejamkan mata walau sekejap. Waktuku hanya kupergunakan untuk berdoa dan melihat banyak kata-kata ta’ziah dari semua kalangan yang membuatku semakin sadar, tegar, kuat, bahkan bangga. Bangga bahwa kematian kekasihku Masryn bin Jamaluddin adalah kematian yang didambakan. Di hari baik, karena wabah, dan banyak lagi janji Allah untuknya.

Manisssss sekali…..dengan senyuman khasnya, ternyata itu senyuman terakhir buatku. Tidak ada keluhan, tidak ada muka sakit, kewajiban lima waktu pun tetap dilaksankan,  walau ada hak safarnya yaitu (shalat) jamak. Semua dilakukan dengan sempurna. Hari berikutnya hadirlah lagi dua jagoanku (Arief Solikhin dan Muhammad Fuady). Jadi lengkaplah tiga orang ana moneku (putra), untuk memberikan dukungan moril  dan menjemputku selesai isman.

Kenangan manis bersama almarhum.

Haruu……ada tiga jagoan depan mata. Yang seharusnya ingin kusergap, ingin kumeraung di pundaknya. Tapi tidak kulakukan karena ismanku belum selesai. Itu semua demi si buah hati.

Selamat jalan suamiku, imamku, ayah hebat dan bijak dari tiga ana mone (putra) dan tiga anasiwe (mantu). Tua aji (almarhum H Masryn) kesayangan buat dua cucu siwe (cewek) dan dua cucu mone (laki). Amania (kakak laki) tersayang dari tiga amancawa-nya ( adik wanitanya), hera (ipar) panutan bagi semua ipar-iparnya. Ua aji dan tua ayah ter the best (terbaik) buat cucu ponaannya, yang semua sudah berikrar dengan tulus akan membersamai mada (saya). Berbahagia bersama mada, melanjutkan ikhtiar ibadah bersama mada, sebagai bekal untuk menyusulmu.

Suamiku, kami meninggalkan jasad dan nisanmu di Kota Gowa ini, adalah janjimu dengan Allah saat berada di rahim ibundamu. Tidur yang tenang sayang, tunggulah saatnya untuk kita bersama. Di dunia kita (bersama) hanya 38 tahun tapi di akhirat akan selamanya.

Terima kasih sudah membersamai mada (saya) dan anak-anak serta cucu-cucu soleh solehah. Dalam bingkai kehidupan Islami dambaan semua dalam kedisplinan dan kesederhanaan. Kepada keluarga, handai tolan, baik itu di kehidupan sosial masyarakat, jamaah masjid (Al-Hidayah) BTN Penatoi, birokrat dan semua yang mengenal almarhum. Maafkan segala salah hilafnya sebagai insan. Mohon didoakan semoga diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya. Percikilah air dan aroma surgamu dan tempatkan bersama orang-orang yang soleh solehah.

Terima kasih keluarga besarku, teman-temanku, satgas Covid Makassar, atas bantuan tulusnya. Khusus terima kasih kepada Gubernur Sulsel atas  sertifikat sebagai Duta Pencegahan Covid-19.

Dari kami yang merindukan dan selalu mendoakanmu wahai kekasih hati.  Ini adalah rumus dunia, ada lahir ada mati. Ada bertemu, ada berpisah. Terasa……bahwa ayah sudah tiada. Terngiang dengan panggilan sayangmu DARLING, dan kubalas dengan kata I LOVE YOU ayah.

Terima kasih all (semua). Tetap kutunggu silaturrahim keluargaku.. (diedit: khairudin m. ali)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

JUDUL webinar nasional ini, kesannya serem. Serem banget! Bisa jadi karena ini, ada yang enggan menjadi peserta. Terutama dari kalangan pemerintah. Kendati begitu, pesertanya...

CATATAN KHAS KMA

BEBERAPA hari ini, media ramai memberitakan penggunaan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengganti kupon undian pada pawai Rimpu. Itu sederhana sekali. Alasan penyelenggara, untuk...

CATATAN KHAS KMA

  SAYA ini kadang iseng. Bertanya kepada orang lain tentang cita-cita masa kecil seseorang. Itu agak privasi. Bisa jadi juga, itu rahasia. Tidak pernah...

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...