Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Analog Shutt Off

Penulis bersama dua anggota FCC Amerika di Washington, D.C.

KALI ini soal ASO. Bukan SO yang ramai di medsos itu. Kepanjangannya ada di judul. Di kalangan praktisi dan pemerhati lembaga penyiaran, tahu ini. Tetapi masyarakat umum, mungkin belum banyak. Nah, pembaca Catatan Khas, saya ajak untuk mengenalnya sedikit.

ASO, mematikan seluruh televisi analog, diganti dengan siaran digital. Di Amerika, saat saya bertemu dengan tiga anggota FCC (Federal Communications Commission), atau Komisi Penyiarannya Amerika, merencanakan mulai migrasi ke siaran digital pada 2008. Bertahap! Ternyata sampai sekarang pun, masih berlangsung. Artinya, siaran analog juga masih ada di sana.

Negara yang sudah seluruhnya siaran digital adalah Meksiko, Rusia, sebagian besar Eropa, Arab Saudi, Tiongkok. Di Asia ada Myanmar, Thailand, Malaysia, juga Jepang.  Australia dan Selandia Baru juga sudah. Lainnya, termasuk Indonesia sedang masa transisi. Ada pula negara yang belum sama sekali mulai seperti Sudan, Pakistan, Kamboja.

Kota yang paling awal mematikan seluruh siaran analog adalah Berlin, Jerman pada 2003. Negara yang memulainya mematikan seluruh siaran analog adalah Luksemburg pada September 2006.

Bagi Indonesia, ASO ini sebenarnya boleh dikatakan ketinggalan. Atau tidak juga. Karena masih ada negara yang belum memulai sama sekali. Dari sisi persaingan teknologi, perubahan siaran ke digital, itu sudah kalah dengan siaran berbasis internet. Kini banyak kanal YouTube yang sudah raup untung besar tanpa perlu izin siaran.

Dari sisi ini, mereka sudah hemat banyak. Asal banyak subscribe, banyak viewer, argo dolar berjalan terus. Mereka tak pernah sibuk didatangi oleh petugas Balai Monitor frekuensi seperti siaran teresterial. Tidak juga repot mengurus izin yang menguras energi. Tidak repot juga bayar kewajiban kepada negara.

Badan hukum juga tidak punya. Bandingkan dengan lembaga penyiaran ‘konvensional’. Mulai dari badan hukum khusus yang harus PT (Persero), juga harus mengajukan proposal kepada Komisi Penyiaran. Belum selesai. Masih harus mengikuti Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) dihadiri banyak orang. Jika lolos, akan dibawa ke Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dengan Menteri Kominfo.

Ini juga belum selesai. Jika dikatakan layak, maka ada proses EUCS (Evaluasi Uji Coba Siaran). Lolos? Baru dikeluarkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip. Harus bayar IPP dan ISR (Izin Stasiun Radio). Ini umurnya hanya setahun. Jika tidak ada kendala, akan diberikan IPP Tetap. Bayar IPP dan ISR setiap tahun. Untuk stasiun televisi, umur izin itu, sepuluh tahun. Kalau radio siaran, hanya setengah dari itu. Lanjutnya, harus ajukan perpanjangan lagi. Ribet kan?

Iya, sangat ribet. Bandingkan dengan kanal YouTube. Setiap orang bisa punya kanal sendiri. Bahkan menggunakan label tv pula. Artinya, setiap orang bisa punya stasiun televisi, walau itu di kanal YouTube. Faktanya hari ini, penonton kanal-kanal di YouTube ini bisa jauh lebih banyak dari penonton televisi tradisional. Bahkan belakangan, stasiun televisi ikutan punya kanal YouTube. Dapat uang pula!

 

Ruang pemancar Bima TV, nanti tidak akan dipakai lagi.

Kembali ke ASO. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2020, ASO akan dimulai serentak 2 November 2022. Tidak lama lagi. Artinya, tidak ada lagi siaran analog stasiun televisi yang bisa diterima oleh masyarakat melalui antena. Implikasinya, pesawat televisi lama sudah tidak bisa dipakai. Ups! Salah. Masih bisa dipakai, tetapi harus membeli alat tambahan. Namanya STB, set top box. Yang paling murah, saat ini ada yang harganya Rp150ribu per unit.

Nah, kalau kita punya antena parabola di rumah, seperti itulah teknologi televisi digital. Siaran digital dari satelit, diterima oleh digital receiver. STB itu, kerjanya sama dengan digital receiver. Menerima siaran digital, untuk dimasukkan pada pesawat televisi analog. In put-nya bisa melalui kabel RCA. Atau yang kita kenal dengan kabel AV, audio video. Tetapi untuk gambar kualitas tinggi, baiknya menggunakan kabel HDMI (high-definition multimedia interface). Cuma dari sisi fisik, STB lebih ramping. Lebih mungil. Kabel antena luar dicolok pada input STB. Out put STB, masuk ke pesawat televisi. Begitu.

Apa yang berubah? Gambar dan suara jeles lebih jernih. Tidak ada lagi gambar ‘semut’ yang diterima oleh pesawat televisi. Itu satu. Lainnya, satu stasiun televisi sebagai penyedia layanan multipleksing (Mux), bisa memancarkan 15 siaran. Harusnya bisa lebih.

Apakah setiap stasiun televisi seperti Bima TV misalnya akan siaran dengan pemancar sendiri? Tidak lagi. Harus menyewa Mux penyedia layanan. Misalnya di Bima, sudah pasti harus sewa TVRI. Bima TV kalau mau terus bersiaran, harus menyewa satu kanal di TVRI yang ada di Doro Na’e Lambitu itu.

Bukan hanya Bima TV, stasiun televisi lain yang berizin, juga bisa menyewa sarana yang sudah disiapkan oleh TVRI. Sarana itu sudah ada sejak empat tahun lalu. Saat ini, TVRI sudah siaran digital. Yang bisa diterima, selain TVRI Jakarta, ada olahraga dan TVRI NTB. Dimulai pada sekitar Juli tahun lalu.

Masalahnya, sampai saat ini soal harga sewa Mux. Berapa tarifnya, belum diumumkan. Bagi Bima TV, jika tidak terjangkau, maka bisa jadi tidak akan lagi bersiaran. Sejarah tv swasta lokal satu-satunya di Pulau Sumbawa ini tamat. Mungkin beralih siaran di YouTube.

Pada akhir April 2021, Menkominfo baru saja mengumumkan pemenang lelang multipleksing (Mux) di 22 kota, termasuk NTB. Itu tidak termasuk Bima, karena di daerah ini tidak akan dilelang. TVRI akan secara otomatis menjadi penyelenggaranya. Sangat bisa jadi, bukan hanya Bima, tetapi Pulau Sumbawa. Mengingat hanya TVRI yang sudah siap untuk itu.

Jika boleh setiap televisi siaran digital sendiri, sebenarnya Bima TV bisa. Bima TV memiliki dua pemancar digital yang selama ini digunakan untuk siaran langsung dari lapangan. Inilah yang menjadi ‘keberatan’ sebahagian stasiun televisi Jakarta, yang sudah investasi sarana di banyak daerah. Dan itu mubazir! Tidak dipakai lagi.

Apakah ada perubahan signifikan bagi masyarakat di Pulau Sumbawa? Kalau tv kabel di kampung-kampung itu tetap bisa operasi, maka mimpi untuk mendapatkan siaran digital juga masih jauh panggang dari api. Masyarakat pelanggan tv kabel, akan tetap menerima siaran gerimis. Karena siaran digital itu diubah kembali ke analog oleh tv kabel. Kecuali, ada tv kabel yang menggunakan teknologi digital.

Manajemen Bima TV sebenarnya, sudah berikhtiar sejak dua tahun lalu mengajukan izin penyelenggaraan siaran televisi kabel digital. Dengan badan hukum PT Bima Kabel Televisi, sudah cukup lama mengajukan izin kepada Menkominfo RI. Sayangnya, progres perizinan  online itu belum jelas sampai saat ini. Peralatan sudah dibeli, tinggal operasi dan bangun jaringan saja.

Jika izinnya sudah rampung, maka PT Bima Kebel Televisi akan menggandeng tv kabel yang sudah ada. Bermitra untuk menyalurkan siaran digital, agar masyarakat bisa menikmati gambar dan suara yang jernih. Cuma saya tidak tahu, apakah itu masih relevan mengingat serbuan konten via internet yang begitu masif saat ini. Entahlah! Bagaimana menurut Anda? (khairudin m. ali)

 

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

JUDUL webinar nasional ini, kesannya serem. Serem banget! Bisa jadi karena ini, ada yang enggan menjadi peserta. Terutama dari kalangan pemerintah. Kendati begitu, pesertanya...

CATATAN KHAS KMA

BEBERAPA hari ini, media ramai memberitakan penggunaan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengganti kupon undian pada pawai Rimpu. Itu sederhana sekali. Alasan penyelenggara, untuk...

CATATAN KHAS KMA

  SAYA ini kadang iseng. Bertanya kepada orang lain tentang cita-cita masa kecil seseorang. Itu agak privasi. Bisa jadi juga, itu rahasia. Tidak pernah...

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...