Bima, Bimakini.- Sekretaris Daerah Kabupaten Bima, Drs HM Taufik HAK, MSi memaparkan enam kawasan strategis pariwisata. Yakni Kawasan SALAWA (Sape, Lambu, Wawo). Kawasan Sangiang Api, Lewa Mori, Tanjung Langgudu, Lingkar Tambora, serta Donggo dan sekitarnya.
“Ke-enam kawasan tersebut telah tertuang di dalam Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Kabupaten Bima,” ujarnya saat Pertamuan Forum Floratama Koordinasi dan Komunikasi 11 Kabupaten Floratama (Tour de Floratama) di Hotel Marina Inn, Selasa (22/6/2021). Pertemuan ini untuk membahas kerjasama atau penandatanganan MoU antara BPOLBF dengan Pemerintah Kabupaten Bima.
Hanya saja, kata Sekda, Permasalahan dan Isu Strategis Perpres 32 Tahun 2018, yaitu pengembangan destinasi wisata Labuan Bajo belum terintegrasi efektif dalam pembangunan destinasi wisata Bima.
Baca Juga : BPOLBF Diharapkan Bantu Dongkrak Pariwisata Kabupaten Bima
Disamping itu, intervensi infrastruktur dalam pembangunan pariwisata di Kabupaten Bima belum ada, padahal Perpres 32 tahun 2018 sudah berjalan 4 tahun. Pembangunan destinasi unggulan Pulau Kelapa, Pantai Pink, Pulau Ular , Pulau Sangiang Api dan selat Gilibanta belum ada intervensi Perpres 32 tahun. Padahal Labuan Bajo mejadikan destinasi penyangga paket wisata unggulan seperti di Pulau Kelapa, Kali Maya, Selat Gilibanta dan Pulau Ular.
“Pembangunan masih sebatas Labuan Bajo dan Komodo belum ada dampak bagi perbaikan infrastruktur pariwisata Kabupaten Bima. Pemanfaatan kawasan belum diatur dalam peraturan untuk pemanfaatan pariwisata,” ujarnya.
Padahal, kata Sekda, Bima adalah jalur sutra wisata bagi wisatawan ke Komodo dan Labuan Bajo yang aman, nyaman, murah, mudah dan cepat. Maka perlu adanya koordinasi guna mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif di kabupaten bima khususnya Kecamatan Sape dan Lambu.
Lanjutnya, persoalan yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata, yakni kurangnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait kepariwisataan dan ekonomi kreatif.
Belum adanya kelembagaan kepariwisataan seperti HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), Asita (Asosiasi Travel Agent), dan lainnya di Kabupaten Bima. Tidak tersedianya data spasial dalam bentuk peta digital maupun manual yang mendukung pengembangan pariwisata daerah.
”Belum optimalnya pemanfaatan promosi dan pameran berskala nasional dan internasional dalam perencanaan pembangunan pariwisata daerah. Belum efektifnya sistem pengawasan dan evaluasi pelaksanaan promosi pariwisata berbasis it dan belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat,” ujarnya.
Disamping itu, belum ada pengesahan payung hukum resmi berupa peraturan daerah tentang rencana pembangunan pariwisata daerah (Ripparda), sebagai acuan pelaksanaan dan pengembangan potensi pariwisata daerah.
Untuk itu diharapkan Kolaborasi BPOLBF dengan Pemerintah Kabupaten Bima embantu pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di khususnya Kecamatan Sape dan Lambu.
Agar ada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan masyarakat di Kecamatan Sape dan Lambu. Peningkatan daya saing produk wisata dan ekonomi kreatif di Kabupaten Bima. Serta peningkatan pemanfaatan dan pengembangan daya tarik dan destinasi daerah. (BE04)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.