Connect with us

Ketik yang Anda cari

CATATAN KHAS KMA

Sensasi Swab Antigen

Usai Swab Antigen oleh bu Yaty

        JUJUR, saya sangat menghindari tes covid-19. Apa pun namanya itu. Swab test, swab antigen, rapid test, genose, atau apa lagi. Bukan prosesnya yang saya takuti, tetapi hasilnya. Saya ingin tetap merasa sehat, sehingga tidak perlu melakukan tes apapun terkait covid-19 ini. Termasuk menghindari perjalanan yang memakai persyaratan itu.

Tetepi itu hanya cita-cita. Hanya harapan. Kadang, tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Sampai akhirnya, sensasi tes itu pun saya harus saya rasakan. Kemarin sore. Setelah dipaksa.

Mungkin tidak banyak yang tahu. Bahwa saya harus isolasi mandiri. Dua hari lamanya, sebelum tes itu dilakukan.

Ceritanya, pada Rabu lalu, saya menjemput dua rekan saya sebelum meluncur ke ruang rapat Bappeda dan Litbang Kota Bima. Sebagai ketua Tim Kreatif Kota Bima, saya sempat memimpin rapat bersama Kaban Bappeda dan Litbang Kota Bima, H Fakhrunraji, Kabag Pemerintahan, Ikhwanul Muslimin, anggota Tim Kreatif, dan kru LP2DER yang mempresentasikan progres Simatik.

Pada saat saya memimpin rapat itu, salah seorang anggota tim yang tadi satu mobil dengan saya, berbisik kepada saya. Dia minta izin tidak bisa melanjutkan rapat karena kondisinya drop. ‘’Pak ketua, saya izin pamit dahulu. Saya tidak kuat ikut rapat,’’ katanya pelan. Dekat sekali dengan saya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Karena suaranya kecil, rekan saya itu membuka maskernya. Agar suara dan mimiknya bisa saya pahami. Saat itu saya tetap memakai masker.  Dia pulang dengan memesan Grab. Usai rapat, kami lanjutkan dengan makan siang bersama.

Sore, saya masih keluar lagi. Dengan pakaian yang sama. Tetapi sempat tiduran di rumah. Saya baru balik ke rumah pada pukul 20.20 Wita. Baju itu masih saya pakai untuk tidur, mungkin karena agak capai.

Jumat pagi, pukul 09.02 Wita, ada pesan di Group WhatsApp dari rekan yang pulang itu, bunyinya begini:

Assalamualaikum sekadar mengingatkan untuk teman-teman tetap jaga kesehatan jaga imun dengan vitamin dan berjemur, terutama untuk @….. dan @khairudin m.ali, mohon maaf beberapa hari ini saya harus isoman.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saya kaget bukan main. Saya sempat panik. Saat itu saya harusnya menjemput putri saya yang pulang sekolah pukul 10.00 Wita. Saya bilang sama istri saya tidak bisa menjemput si kecil. Saya akan ke bukit untuk berjemur. Saya kumpulkan Redoxon, madu TJ, minyak kayu putih, charger, Tolak Angin,  yang kebetulan ada di atas meja rias istri saya. Dengan sangat buru-buru.

Istri saya kaget. Dia hanya melihat saja dengan wajah cemas. Ada apa? Saya tidak menjawab. Saya mampir di kantor, minta bantuan staf untuk menjemput putri saya.

Sampai di bukit, saya baca pesan WhatsApp dari istri. Isinya nada curiga. Saya harus menjawabnya dengan hati-hati agar dia tidak kaget, apalagi panik. Karena dia juga sudah bersama saya sejak Rabu itu. Tidur bersama. Berinteraksi setiap waktu.

Begitu saya ceritakan, istri saya panik. Membersihkan semua pakaian saya. Tempat tidur juga dibersihkan. Di bukit, selain berjemur, saya sempat rebus singkong. Saya ingin isolasi mandiri saja di sini. Saya minta anak saya untuk mengantarkan selimut sore hari.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saya dihubungi lagi oleh istri, agar saya balik saja ke rumah. Isolasi mandiri di rumah saja. Kamar sudah disiapkan. ‘’Di situ tidak ada yang urus. Kita hadapi bersama-sama saja,’’ katanya.

Hasil tes Swab Antigen Negatif.

Tadinya saya berpikir tidak ada masalah dengan makanan. Saya masih bisa memesan lewat Grab. Bisa sambil berjemur dan olahraga di alam terbuka. Kondisi saya sebenarnya tidak mengalami gangguan apa pun. Sehat. Apalagi saat interaksi, saya tidak membuka masker sama sekali.

Saya terus berinteraksi dengan rekan yang diduga mengalami gejala yang mengarah ke Covid-19 tadi lewat pesan singkat WhatsApp. Dia cerita, pada Sabtu sempat survai dengan mitranya ke Sanolo, yang ternyata, salah satunya terpapar. ‘’Saya tidak buka masker waktu berinteraksi, Cuma saya sempat salaman,’’ kata rekan saya itu. Artinya ada riwayat kontak.

Sore, saya memutuskan kembali ke rumah. Mengikuti saran istri dan anak saya. Saya langsung masuk kamar, isolasi mandiri di rumah pun dimulai.

Sabtu, saya ikutan nimbrung di group WhatsApp Sasambo Ikhtiar. Saya mulai nyeletuk sesuatu yang membuat saya saling bersahutan dengan H Muhammad Syafrudin (HMS), anggota DPR RI, Dapil NTB-1.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Mas Ading, pengusaha walet hebat di Lombok Tengah, mengundang saya untuk mampir kalau ke Lombok. ‘’Ayo bang, mampir ke tempat saya,’’ katanya kepada saya.

Saya respon ajakan itu. ‘’Insya Allah kalau saya ke Lombok adinda. Sekarang masih isoman (isolasi mandiri),’’ tulis saya.

Nah, rupanya kata isoman ini direspon sangat serius oleh HMS. Putra Bima yang biasa juga dipanggil Rudi Mbojo itu, kemarin berulang tahun itu. Angka indah: 6868. Tanggal 6 Agustus 1968. Ia mendesak saya untuk melakukan tes. Saya menolak halus anggota DPRRI utusan Partai Amanat Nasional (PAN). Saya bilang, tunggu dahulu perkembangan sampai besok atau nanti sore.

HMS berpendapat beda. ‘’Salah itu. Harus segera dites agar bisa mengetahui hasilnya. Kalau negatif bisa bahagia, kalau positif, bisa ditangani secara cepat dan tepat,’’ katanya. Waktu berjalan hingga sore.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

HMS japri saya. Swab antigen hasilnya tidak perlu tunggu lama. Langsung diketahui hasilnya, 99 persen akurat. Saya akhirnya menyerah dan mengikuti saran hebat HMS. Tidak butuh waktu lama, orang yang diutus HMS tiba di rumah.  Bu Yaty dengan sigap melaksanakan tugasnya.

Saya pun plong! Satu garis merah muncul. Itu artinya saya negatif Covid-19. Saya sampaikan pada HMS progres itu. ‘’Nah sekarang bisa jingkrak-jingrak, lompat-lompat,’’ katanya.

Saya hanya sekali pernah bertemu dan berinteraksi dengan HMS. Saat itu, Pemilu 2014. HMS menjadi calon anggota legislatif petahana dan saya sedang bertugas sebagai Pengawas Pemilu di Kota Bima.

Kami mengawasi potensi pelanggaran. Kami menemukan ada alat peraga kampanye (APK) yang dipasang di halaman masjid Lingkungan Wadumbolo, Kelurahan Paruga. Sesuai aturan, APK tidak boleh dipasang di tempat atau sarana ibadah. Saya minta itu dicabut.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Pada saat itu, ada warga yang keberatan. Dia menghubungi pemilik APK, ya HMS itu. HMS tiba di lokasi, dan berdialog dengan saya. HMS memahami dan meminta pada relawannya untuk memindahkan.

Selebihnya, kami tidak pernah jumpa atau berinteraksi. Terakhir ya kemarin itu. Reaksi cepat, HMS mengirim orang untuk melakukan tes pada saya dan keluarga.

‘’Om Rudi sangat perfect urusan kesehatan. Kalau datang ke Bima, seluruh keluarganhya dites. Saya yang melakukan,’’ kata Bu Yaty kepada saya.

‘’Maklum beliau kan mobilitasnya sangat tinggi. Bertemu dengan banyak orang setiap waktu,’’ tambahnya lagi.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Saya juga bertanya banyak hal pada bu Yaty. Tentang tugasnya, tentang pengalamannya. Pengalaman menghadapi pasien Covid-19, di RSUD Bima tempat dia bertugas. ‘’Jangan panik. Virus ini pintar. Dia akan menyerang orang yang takut apalagi panik. Sesak napas, kalau panik, kita bisa mati,’’ katanya.

Terima kasih HMS, terima kasih Bu Yaty. Maaf, saya lupa tanya nama lengkapnya. Saya juga lupa tanya nomor HP. Pagi ini saya mendapat telepon dari HMS. Bercerita tantang pentingnya tes ini untuk kepastian. Jangan sampai orang yang positif Covid-19 berinteraksi dengan banyak orang. ‘’Bahaya,’’ katanya.  (khairudin m.ali)

 

 

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

Mampir di Hotel INI perjalanan hari empat bagian ke dua. Catatan perjalanan ini, memamg diturunkan berdasarkan hari perjalanan. Tetapi hari ke empat ini, ternyata...

CATATAN KHAS KMA

Sholat Pertama di Masjid Nabawi Alhamdulillah, perjalanan yang melelahkan dengan duduk selama sembilan jam, tiba juga di hotel Royal Andalus. Jam tangan yang saya...

CATATAN KHAS KMA

JUDUL webinar nasional ini, kesannya serem. Serem banget! Bisa jadi karena ini, ada yang enggan menjadi peserta. Terutama dari kalangan pemerintah. Kendati begitu, pesertanya...

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...

CATATAN KHAS KMA

SEBELUM benar-benar lupa, saya mau menulis ini: Gempa Lombok. Sepekan lagi, itu empat tahun lalu. Tetapi trauma saya (ternyata) belum juga hilang. Sudah pukul...