Bima, Bimakini.- Masalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) yang dinilai salahi Pedoman Umum Kementrian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) di Desa Sai Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima, Koordinator Wilayah (Korwil) PKH NTB sebut Pendamping dan Pemerintah Desa (Pemdes) harus ambil sikap untuk keluarkan.
Mencuat masalah bantuan sosial (Bansos) PKH yang tidak pro terhadap rakyat miskin itu, harus ditanggapi serius oleh unsur pejabat terkait mulai tingkat Desa hingga Dinas Sosial (Dinsos) maupun pendamping PKH tingkat Kecamatan hingga Kabupaten. Hal itu ditegaskan oleh Korwil PKH NTB, Nushasim saat dikonfirmasi media ini melalui via WhatsApp Rabu (4/8/2021) malam.
Korwil PKH NTB, Nurhasim mengatakan, bila ditemukan dalam lapangan mengenai KPM PKH yang sudah tidak layak seperti sudah masuk kategori mampu, maka Pemdes bisa keluarkan melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Jika KPM PKH sudah mampu dan kondisi sosial ekonominya benar-benar sejahtera, Pendamping bisa keluarkan dengan melakukan advokasi atau bujukan agar bisa mengundurkan diri, dan atau bisa dikeluarkan langsung,” katanya.
Namun untuk keluarkan KPM PKH oleh pendamping, lanjut Hasim, butuh kehati-hatian. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini. Baiknya, dimusyawarahkan di desa dan dikeluarkan dalam DTKS agar warga yang dianggap mampu itu totalitas tidak akan mendapatkan Bansos dari Pemerintah.
“Bila terdapat masalah seperti ini mencuat dipermukaan umum, bisa disebutkan nama dan alamatnya agar bisa dikoreksi di lapangan. Sementara pembahasan tersebut, hanya sebatas KPM PKH. Kalau soal BPNT, silahkan koordinasi dengan dinas sosial atau penanggung jawab BPNT,” ujarnya.
Sorotan dalam mengungkap masalah PKH yang dianggap tidak berpihak pada kebenaran dan mengkerdilkan masyakarat miskin ini, sambung Hasim, sangat dibenarkan dengan meminta desa untuk menggelar Musdes. Karena hal itu sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang pendaftaran fakir miskin, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Permensos Nomor 8 Tahun 2017, dan Permensos Nomor 5 Tahun 2019.
“Intinya, Musdes sangat penting untuk putuskan masyarakat bisa masuk dalam DTKS atau dikeluarkan. Kalau desa tidak Musdes, maka warga miskin yang lama dan hari ini dalam kondisi ekonomi dianggap mampu, pasti tetap dapat bantuan. Karena, kondisi lamanya masih tercatat sebagai warga miskin. Bahkan, beberapa kali Kemensos telah mengirim surat ke Kabupaten/Kota, untuk perbaikan DTKS supaya bisa usulkan dan menghapus nama masyarakat sesuai kondisi di lapangan,” terasnya.
Tambah Hasim, masalah lain yang kerap terjadi di lapangan, yaitu KPM bersama agen BRILink atau sesama KPM lakukan transaksi jual atau gadai KKS PKH. Perbuatan melanggar itu, pendamping harus berikan teguran dan nasihat yang baik. Jika perbuatan itu terus dilakukan, bisa diadukan ke Dinsos Kabupaten untuk ambil langkah sesuai ketentuan.
“Tapi, kami imbau KPM PKH untuk tidak gadaikan KKS. Karena KKS adalah ATM sebagai alat pencairan bantuan. Sementara lebih lanjut langkah Dinsos dalam menentukan sikap, silahkan tanyakan langsung ke Dinsos,” imbuhnya.
Sementara langkah yang bisa dilakukan Pendamping kepada anak KPM PKH, yaitu tentang pendidikan, jelas Hasim. Namun, keberadaan Pendamping bukan sebagai pendidik. Tapi, Pendamping bisa berikan edukasi melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)/Family development session (FDS) yang dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan pada kelompok KPM. Edukasi untuk anak KPM menggunakan modul pendidikan yang pernah diterima pendamping saat diklat P2K2/FDS.
“Selanjutnya, pendamping akan gunakan instrumen verifikasi komitmen ke layanan pendidikan untuk cek kehadiran anak KPM. Verifikasi komitmen sebagai media untuk pastikan anak KPM terima layanan pendidikan. Ditegaskan, siklus PKH selalu dijalankan pendamping seperti pemuktahiran, verifikasi komitmen dan P2K2 bersama KPM,” pungkasnya. ILY
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.